Chapter 8

1011 Words
"Aku...aku..." Risya dalam keadaan bingung tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak tahu motif setiap orang menargetkannya. Bukankah semua orang yang tampaknya tidak punya motif pun harus di curigai? "Jika aki bertanya begitu padamu, apa kamu akan menjawab dengan jujur?" Risya sebenarnya menunggu jawaban untuk meyakinkannya bahwa Bastian tidak terlibat, namun pria itu mengabaikannya. "Pintu kanan, itu lift yang langsung ke ruang tamu sudut utara." Potong Bastian pelan. Matanya menatap Risya dengan tatapan rumit. Risya kemudian berbalik untuk pergi tanpa berkata apapun. Ada dua pintu, satu di tengah sementara lainnya di sudut kanan. Risya bergerak ke arah yang dimaksud lalu menekan tombol lift dengan sedikit linglung. Bagaimana mungkin orang-orang dari vila timur mengincarnya? Apalagi Bastian, ia terlalu baik untuk melakukan trik semacam itu. Risya turun dan tertatih-tatih menuju parkiran. Taksi masih menunggunya disana. Ketika ia masuk, gadis pengemudi memperhatikan raut wajahnya dari kaca spion. "Nona, kita sekarang kemana?" Tanya si gadis pengemudi. "Taman plum di Cinnamon Road." Jawab Risya mantab. Ia harus bertemu kakek sekarang. Mungkin orang-orang itu masih mengincarnya sekarang dan kedepannya, jadi satu-satunya orang yang bisa dia mintai perlindungan adalah kakek Fred. Ketika taksi meninggal kan halaman besar vila timur, sepasang mata menatap dingin ke arah taksi itu dari lantai dua. "Apa menurutmu itu hanya akting?" Rudy mengisap cerutu di tangannya. Tangan kanannya memainkan cincin zamrud hijau berlapis perak di atas meja kerja besar yang menghadap ke halaman depan. Sofia duduk di sofa sambil memainkan ponsel di tangannya. "Aku tidak pernah tau bahwa dia ternyata memperhatikan gadis itu diam-diam." Jawab Sofia acuh tak acuh. "Apakah menurutmu hubungannya dengan nadine itu juga hanya pertunjukan?" Rudy bangkit dan mengambil majalah bisnis terbitan empat tahun lalu. Sepasang wajah yang tampak dingin menggandeng seorang wanita cantik menjadi topik utama majalah tersebut. "Kurasa mereka punya perselisihan lama yang belum di damaikan. Jadi lebih baik lanjutkan saja rencanamu." Jawab Sofia masih tidak mengalihkan perhatian dari ponsel. "Aku hanya penasaran, apakah Laura yang membujuk Roy melakukan itu?" Mata Rudi menatap kerumunan bunga di sakura park. "Gadis itu benar-benar punya krmampuan." Gumam Sofia. "Jangan terlalu percaya padanya. Kurasa dia punya motif egoisnya sendiri." Lanjut Sofia lagi. "Apa kau ingat bagaimana Lilian hamil?" Tanya Rudi lagi. Kali ini Sofia menggeleng. "Waktu itu kita masih di saint angela. Jadi aku tidak tau apapun. Hanya saja waktu itu Lilian memang sudah membawa pulang seorang bayi perempuan." Jelas Sofia sambil berfikir. "Tampaknya Laura memang anak kandung Lilian." Bisik Rudi dengan senyum puas. "Kamu bisa tenang sekarang. Bagaimanapun darah lebih kental dari air." Lanjut Sofia menghibur. Rudi mengangguk setuju. "Tapi bagaimana jika ayah tau?" Kali ini Sofia mengalihkan perhatian dari ponsel, ia melihat Rudy dengan panik. "Ayah sudah pensiun. Jangan khawatir." Guman Rudy pelan dengan sorot mata muram. *** Taksi melewati jalan utama menuju ke Danau Sisilia. Danau itu terletak di barat laut Saint lucia. Rumah Kakek Fred terletak dikawasan elit Virginia Hill. Itu searah dengan kediaman oscar yang juga terketak di Cinnamon Road sepanjang Danau Sisilia. Risya jarang pulang ke rumah kakek. Biasanya mereka hanya menghabiskan waktu untuk berkumpul ketika tahun baru tiba. Sejak ibunya meninggal tujuh tahun lalu, Risya hanya fokus sekolah dan setahun ini fokus bekerja. Taksi melewati km 104 Cinnamon Road. Disisi kiri terdapat perumahan elit bergaya yunani minimalis. Itu adalah kediaman oscar. Ketika melewati kediaman itu, pintu gerbang masih terbuka dan sebuah mobil yang paling dia kenal keluar gerbang. Risya menyipitkan mata dengan perasaan dingin. Ketika mobil itu melintas disamping mereka, Matanya menyapu kursi kemudi yang memperlihatkan seorang gadis yang sangat dia kenal. Itu Laura! Dia keluar dari rumah oscar? Bahkan Risya yang sudah saling dekat selama enam tahun belum pernah di undang atau di terima di rumah itu. Hati Risya berdenyut nyeri. Namun dia berusaha menghibur diri. Adalah wajar bagi Laura untuk datang. Bagaimanapun gadis itu adalah tunangan sah oscar. Risya menghapus setetes air di sudut matanya. Tiba di kediaman kakek, kepala pelayan paman Win mengatakan bahwa orang tua itu sedang memancing di tepi danau. Duduk sendiri di balkon kayu yang menjorok ke danau sisilia. Risya segera menelusuri jalan setapak di hutan plum yang berakhir ke pinggir danau tempat kakek sedang memancing. Menyadari Risya datang, ia melambaikan tangan penuh semangat seperti kebiasaannya. "Nak, kemarilah. Kakek punya trout panggang untukmu." Risya tersenyum cerah sembari mendekat. Kakek selalu sehangat ini padanya. "Kakek, bagaimana kesehatanmu?" Risya mendekat lalu memeluk kakeknya. "Aku cukup sehat. Punya waktu luang sebanyak ini sangat bagus. Lihat! Setiap hari aku mrmancing ikan segar untuk makan malam." Jawabnya penuh semangat. Risya mengangguk senang. Ia masuk ke dapur tungku kayu yang penuh dengan trout panggang. Ada banyak bahan memasak disana. Ia mengambil sepotong ikan itu lalu kembali ke sisi kakek di dek. Ia mencomot sepotong besar mencelupkannya ke saus lalu memasukkan kemulut. "Kakek, ini sangat enak." Mata Risya berbinar. Kakek Fred tersenyum cerah hingga sudut matanya yang keriput semakin tampak berkerut. "Syukurlah kamu datang. Kakek sedikit bosan." Risya masih sibuk dengan sepotong besar ikan. Siang tadi ia hanya makan roti, jadi perutnya sedikit lapar. "Apa seseorang menimbulkan masalah?" Tanya kakek ketika Risya meneguk secangkir teh. Ketika mendengar itu, ia berhenti sejenak. "Kakek tau semua yang terjadi di pesta?" Tanya Risya dengan suara tercekat. Pria tua itu segera membelai pucuk kepala cucunya. "Tentu saja." "Mengapa kakek tidak datang?" Risya bertanya dengan cemberut. Pria tua itu tersenyum lembut. Namun tidak menjawab. "Tidak masalah, aku merasa keputusan itu lebih baik." Gumam Risya pada akhirnya. "Yang mana yang lebih baik?" Tanya kakek lagi. "Laura lebih cocok dengan oscar. Bagaimanapun dia cucu kandung keluarga ini." Jawab Risya pelan. Ia merasa keputusan Laura kemarin sangat tepat. "Lalu pertunangananmu dengan Bastian?" Tanya kakek lagi. Risya melambaikan tangan dengan cepat. "Itu hanya pertunjukan. Kakek, kamu tidak perlu terlalu khawatir." Jawab Risya sembari tertawa lebar. Kakek Fred menatap Risya dengan sorot mata rumit. "Benarkah?" Mata tua nya menatap Risya seorang sedang mencari sesuatu. Dia sudah terlalu lama hidup, ada banyak trik yang sudah di lihat dan lakukan sepanjang hidupnya. Saat ini dia lebih memilih menonton dari luar lapangan. "Tapi aku merasa, itulah bagian terbaik dari pesta kemarin." Lanjutnya sambil mendesah berat. "Maksud kakek?" Tanya Risya bingung. "Bagian terbaik dari pesta kemarin adalah kamu bertunangan dengan Bastian."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD