Chapter 10

1017 Words
"Nona, kamu akan kemana malam ini?" Tanya Lila prihatin. Risya menghela napas. Ia hanya punya sedikit tabungan pribadi di bank. Itu hanya cukup untuk menghidupi diri selama beberapa hari ke depan. Namun yang sedikit melegakan adalah karena besok ia sudah kembali ke kantor jadi tidak masalah. "Maaf jika aku tidak jadi mempekerjakanmu." Lirih Risya sedih. "Itu sama sekali tidak masalah. Baiklah, aku akan menelpon temanku." Jawab Lila. Ketika taksi jemputan tiba, itu sudah hampir pukul sebelas malam. Risya membutuhkan waktu hampir satu jam untuk menemukan apartemen murah yang cocok di dekat kantor. *** Kembali ke kantor Emerald group, itu sudah lima bulan berlalu sejak terakhir kali ia di tabrak oleh kaki tangan pamannya sepulang bekerja. Saat itu mobil BMW ibunya sedang di service, jadi ia memilih pulang dengan taksi. Ketika menyeberang ke arah halte sekitar lima ratus meter dari kantor, sebuah sedan kuning menerobos lampu merah dan menabraknya dengan kencang. Target sebenarnya mungkin adalah pembunuhan, namun sesosok misterius tiba-tiba muncul dan mendorongnya sedikit kesamping meski sepertinya pertolongan itu sedikit terlambat. Mobil terlalu kencang dan menabraknya hingga terlempar ke sisi pembatas jalan. Akibatnya, pinggangnya bergeser serta kaki kiri patah. Juga ada beberapa cidera parah lainnya. Berdiri di depan lift karyawan, beberapa rekan kerja masih mengenalnya. Divisi keuangan berada di lantai delapan beranggotakan tujuh orang. Manajernya seorang wanita berusia pertengahan empat puluhan bernama sandra. Ia manajer baru. Risya masuk ke divisi keuangan. Meja kerjanya ternyata sudah di tempati orang lain. "Risya, namamu sudah tidak ada lagi di divisi keuangan." Nina, rekan kerjanya memberitahu. Ia memandang Risya dengan tatapan prihatin. Risya terkejut. "Apakah sudah banyak perubahan disini sejak aku libur?" Tanya Risya bingung. CEO Emerald Steel group adalah pamannya, jadi apakah ini juga terkait dengan pamannya? "Sangat banyak." Jawab Nina pelan. Sementara rekan kerja lainnya berdatangan satu persatu dan menyapanya. Risya hanya tersenyum. "Kamu diminta ke divisi personalia sekarang." Kata Evan, rekan kerjanya yang lain. Risya mengangguk. Yang mengejutkan, ternyata kepala Divisi personalia adalah Agnes, sahabat Laura. Seketika firasat buruk melintas difikiran Risya. "Divisi keuangan sudah penuh. Karena kamu tidak ada jadi pekerjaanmu harus diisi oleh orang lain." Agnes bukanlah orang yang suka berbasa basi. Ia terbiasa bicara blak-blakan. "Aku mengerti." Jawab Risya sedikit sedih. "Jadi kamu terpaksa di pindahkan ke divisi lain." Lanjutnya lagi. "Tidsk bisakah aku tetap di divisi keuangan meski hanya membantu pekerjaan ringan?" Agnes menggeleng. "Tidak efesien. Pekerjaan seperti itu bisa di kerjakan oleh divisi lain." Jawabnya datar. "Tapi ada posisi yang saat ini kosong dan sangat dibutuhkan." Lanjut Agnes lagi. Mata Risya segera berbinar. "Dimana?" "Petugas pengantar dokumen." Lanjut Agnes segera sambil memperhatikan reaksi Risya. Risya jelas terkejut mendengar itu, lebih tepatnya ia merasa sedikit keberatan. Posisi itu setara dengan office boy. Bagaimana mungkin seorang karyawan diturunkan menjadi pegawai selevel OB setelah pulih dari sakit? Petugas pengantar dokumen bertugas mendistribusi semua dokumen baik di dalam maupun keluar kantor. Itu setengahnya adalah pekerjaan OB sebagai pesuruh kantor. "Kamu bisa mencoba beberapa waktu sambil menunggu posisi strategis lainnya tersedia." Sampai kapan? Itu pasti ide Laura. "Apakah ini ide Laura?" Tanya Risya kesal. "Tentu saja bukan. Divisimu sedang kekurangan orang setelah kamu kecelakaan. Bagaimanapun perusahaan harus tetap bertindak propesional." Jelas Agnes tampak tidak senang. "Jika kamu keberatan, kamu bisa keluar dan mencari pekerjaan lain." Lanjut Agnes cepat. Ia bangkit dari kursi dan hendak keluar ruangan. "Baiklah. Aku setuju." Potong Risya cepat. Berontak dan keluar dari Emerald steel group adalah hal yang mungkin di tunggu oleh Laura dan yang lain. Jadi apapun yang terjadi, Risya tetap harus bertahan. Tak ada yang menyadari senyum kemenangan melengkung di bibir agnes namun dengan cepat menghilang. "Mulailah bekerja hari ini, ku dengar banyak proposal yang harua diantar. Oh iya, gajimu akan disesuaikan dengan posisi yang sekarang." Jelas Agnes sambil kembali ke meja kerjanya. Risya tidak menjawab. Ia tampaknya harus segera mencari tau apa penyebab utama dibalik sikap buruk keluarga Steel padanya selama ini. Tidak mungkin hanya karena dia anak angkat, bukan? Risya ke divisi administrasi. Disana banyak wajah baru yang tidak dikenal jadi banyak yang bersikap senior. Kepala divisi administrasi adalah Felix, seorang atasan yang serius dan efesien. Setelah basa-basi dan memperkenalkan diri, ia kebagian tugas mengantar dokumen ke Tigers Group. "Risya, antarkan dokumen kontrak ini ke Tigers group divisi legal. Pastikan diterima oleh tim legal." Perintah eric. Tigers group, Bukankah itu kantor oscar? Risya menghela napas sambil mengangguk. Jantungnya masih berdebar kencang setiap kali nama pria itu disebut. Ia berjalan keluar dengan setumpuk dokumen. Waktu itu sudah hampir jam makan siang. Ia keluar menuju Tigers group dengan taksi. Jarak antara kantor ini ke Tigers group memakan waktu dua puluh menit jika tidak macet. Setelah lebih dari dua puluh menit perjalanan, Risya di foodcourt dekat kantor tigers. Tempat ia biasa memesan sandwich double cheese kesukaan oscar. Ia memesan menu itu dua porsi. Anggap saja ini hadiah perpisahan. Risya pernah kesini dua kali. Jadi setelah melapor di resepsionis ia bergegas masuk ke lift menuju lantai lima tempat dimana tim legal berada. Kantor itu sudah sepi karena sudah jam makan siang. Jadi hanya tersisa satu orang wanita di ruangan legal. Mungkin dia sedang lembur. Ketika Risya menyerahkan dokumen, wanita itu menjawab tanpa melihat. "Letakkan langsung di ruang presdir." Perintahnya. Risya bingung sejenak. "Tapi saya..." "Apa kamu tidak tahu dimana ruang presdir?" Tanya wanita itu dengan kesal. Ia sudah bangkit dan bersiap keluar dengan sekotak makan siang. "Letakkan disana." Perintahnya acuh tak acuh. Risya lalu keluar menuju lift. Ruangan oscar ada dilantai paling atas gedung. Sebenarnya tidak semua orang bisa masuk ke lantai ekslusif presdir. Risya melirik id card tamu di dadanya. Kemungkinan wanita itu salah mengira ia sebagai karyawan. Risya sebenarnya ragu, namun agar tugas itu cepat selesai ia mrmutuskan untuk ke tempat yang di arahkan. Perutnyapun sudah lapar. Sampai di lantai ekslusif, sekretaris oscar tidak kelihatan batang hidungnya. Ia meletakkan dokumen kontrak di meja sekretaris dan berniat meletakkan sandwich juga ketika suara familiar terdengar dari dalam ruangan presdir. "Sudah selesai mandi?" Itu suara oscar. "Hmm, aku lapar." Suara rengekan manja seorang perempuan terdengar bahkan lebih familiar. Tindakan dan perilaku keduanya bahkan sangat intim, seolah mereka sudah berhubungan lama. Jantung Risya seperti di remas. Itu suara Laura. Pembicaraan mereka selanjutnya bahkan lebih membuat Risya terguncang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD