Semakin Bersemangat

1069 Words
Tak! Ken meletakkan ponselnya kembali ke atas meja tak ada niat sedikitpun mengangkat panggilan. Ia terlalu malas mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal. Sebelumnya ia mengangkat panggilan dari nomor Aurora semata karena Zio mengirim pesan bahwa itu dirinya, dan sekarang Zio sudah di rumah, jadi tak ada alasan baginya untuk mengangkat panggilan itu. Ken kembali merebahkan diri, menarik selimut sampai batas leher dan mencoba memejamkan mata untuk beristirahat. Jika ia terus terjaga, ia tak akan bisa memikirkan rasa kesalnya pada Aurora. Sementara di tempat Aurora sendiri, ia hanya bisa menatap layar ponselnya dalam diam. Ia telah selesai membersihkan diri dan mencoba menghubungi Ken. Tapi seperti dugaannya, Ken sama sekali tak mengangkat panggilan. “Apa sudah tidur?” gumamnya seraya melihat jam. “Hm, tidak mungkin,” gumamnya kembali. Satu tangan Aurora berkacak pinggang dan satu tangannya memegang ponsel dengan ibu jari mengusap layar. Brugh! Aurora yang sebelumnya berdiri kemudian mendudukkan bokongnya ke tepi ranjang dan mulai menghubungi seseorang. Selang beberapa saat akhirnya panggilan pun terhubung. “Halo, Salsa.” [ Ada apa, Ra? Tumben menelpon jam segini? ] sahut sebuah suara di seberang sana. “Hehe, tidak ada apa-apa, kok. Ada yang ingin aku tanyakan,” jawab Aurora. Kakinya yang bertumpu terlihat mengayun ringan dengan ia yang melirik ponsel yang menempel di telinga dan mengatakan, “Apa kau kenal Ken Arkanza?” Aurora sampai lupa jika ia memiliki teman di tempat Ken kuliah dan ia bisa bertanya mengenai Ken padanya. [ Ken? Maksudmu Ken si manusia es? ] “Eh? Manusia Es?” gumam Aurora. Jika sebelumnya Zio menyebutnya AC sekarang temannya menyebutnya manusia Es. [ Bukan cuma manusia es, tapi juga manusia kejam. Sayangnya dia terlalu tampan untuk disia-siakan. ] Alis Aurora mengernyit menatap layar ponselnya seakan bisa menyalurkan tatapan anehnya pada Salsa, teman satu SMA-nya dulu. Dan dahinya pun berkerut mendengar Salsa menjerit setelah mengatakan kata terakhir. “Tunggu, apa maksudmu dengan kejam?” tanyanya. [ Kau tahu? Dulu dia pernah mematahkan tangan seorang gadis. Dia juga selalu memberikan tatapan kejamnya pada semua gadis di kamus baik yang menyukainya atau tidak. Dan mau tahu apa lagi? ] “Tidak, a … apa?” [ Kemarin dia mendorong junior baru di depan semua orang.] “Mendorong? Memang apa yang gadis itu lakukan?” tanya Aurora seraya mengangkat kakinya ke atas kasur dan duduk bersandar kepala ranjang. [ Gadis itu berlari dan memeluk Ken tiba-tiba. Namanya juga anak baru, kau tahu sendiri lah saat melihat senior tampan. Untung saja Ken hanya mendorongnya, tidak mematahkan kaki atau tangannya. ] “Wow, dia keren sekali ya,” gumam Aurora yang setengah menengadah menatap langit ammar membayangkan saat Ken mendorong seorang gadis atau mematahkan tangannya. [ Ya kau benar. Antara keren dan mengerikan memang beda tipis. Ngomong-ngomong kenapa kau menanyakannya? Memangnya kau kenal? ] “Ya, aku tak sengaja bertemu dengannya saat ke kampusmu kemarin. Dan seperti yang katakan, dia terlihat … yah, dingin, seperti AC. Ah, tapi menurutku memang lebih mirip manusia es,” jawab Aurora. [ Jadi kau berniat mendekatinya? Aku peringatkan padamu sebelum kau patah hati, Sayang. Masih ada banyak pria yang mau jadi budakmu, dan untuk Ken, kau harus berhati-hati. ] Aurora tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai seringai. “Kau tenang saja, Honey. Kau tentu tahu siapa aku, bukan?” [ Ya … ya … ya …, kau adalah Aurora Jovanka dan semua pria akan tunduk padamu. Kecuali Ken. ] Gelak tawa Salsa terdengar membahana setelah mengatakan kata terakhir. Namun Aurora sama sekali tak menanggapi apa yang dikatakannya. “Tidak, Honey, aku tak akan membuatnya tunduk padaku. Tapi aku akan membuatnya jatuh cinta padaku,” gumam Aurora. [ Ya … ya … ya … mawar putihku. ] Alis Aurora mengernyit tajam. “Sejak kapan kau memanggilku mawar putih?” [ Sejak hari ini. Pokoknya kau itu mawar putih. Cantik, baik, bersih, tapi berduri dan melukai para pria. ] Aurora memutar bola mata malas kemudian kembali menanyakan sesuatu. “Apa kau tahu apa yang membuat Ken bersikap seperti itu?” [ Entah, tidak ada yang tahu. Orang-orang bilang Ken memang sudah seperti itu sejak kecil. Dia seperti sangat membenci kaum hawa seperti kita. Tapi tidak ada yang tahu karena apa. Bahkan Zio, apa kau mengenalnya? Dia saudara sepupunya Ken. Setiap kali ada yang menanyakan apa yang terjadi pada Ken, dia tidak menjawab. Dia hanya mengatakan mungkin Ken gay, tapi karena sifatnya yang humoris semua orang hanya menganggapnya sebagai lelucon mengingat sikap Ken sudah seperti itu sejak dulu. ] “Ow … begitu ….” gumam Aurora yang saat ini mulai memikirkan Ken dan memikirkan cara mendekatinya. [ Aku berani bertaruh untuk tas yang baru kubeli jika kau bisa jadian dengan Ken. ] “Ck, aku mengincarnya bukan untuk taruhan, bodoh,” potong Aurora disertai decakan ringan. Salsa terdengar tertawa dan kembali bersuara. [ Ya … ya … ya … paling kalau sudah dapat dan bosan kau membuangnya. Awas saja jika seperti itu. ] “Ya mana kutahu, bisa saja justru dia adalah jodohku,” ujar Aurora enteng. [ Aku amin-kan loh. Dan kalian akan memiliki banyak anak. Lima orang anak sedingin es, dan lima orang anak seperti dirimu. Hahahahahaha. ] “Salsa … apa yang kau bicarakan?!” pekik Aurora yang kesal. Karena mendengar Salsa mengatakan demikian membuatnya membayangkan yang tidak-tidak. Dan gelak tawa Salsa justru semakin terdengar nyaring di telinga Aurora. “Baiklah, bye, dan terima kasih infonya Salsa santan bubuk,” ujar Aurora yang kemudian mematikan sambungan telepon secara sepihak. “Hah …” hela nafas lelah Aurora terdengar. Ia pun menggerutu kesal karena masih terngiang-ngiang dengan apa yang Salsa katakan mengenai anak. Beberapa saat setelahnya ia masih menggenggam ponsel di tangan dimana jari-jemari lentiknya terlihat menari di atas layar. Dan setelah menekan tombol ‘send’, senyumnya pun merekah. Sebuah senyuman sarat akan seringai indah yang menghiasi wajah. “Kita lihat apa yang terjadi besok,” gumamnya. Tiba-tiba alis Aurora mengernyit saat melihat pesan pertamanya yang terkirim telah tercentang biru dan artinya Ken telah membuka dan membacanya. Tanpa menunggu ia pun segera mengirim pesan kedua, padahal ia kira Ken mungkin sudah tidur dan tak akan membuka pesan darinya. Namun beberapa saat setelahnya ia hanya bisa gigit jari melihat pesannya hanya centang satu. Dan itu artinya … dia pasti diblokir. Aurora menggenggam kuat ponsel di tangan dimana ia mulai tertunduk lesu. Namun tidak, seketika ia kembali menegakkan kepala, menatap kembali layar ponselnya dengan senyum tersirat. Bukannya menyerah, ia justru semakin bersemangat sekarang. “Semakin menarik,” gumamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD