9. Bukan Kesalahpahaman

638 Words
"Tidak! Bagiku tak masalah dengan siapa aku menikah selama kakek sehat dan bahagia." Deg! Jawaban Keenan terasa menohok hatinya, meski dia sadar dia bukan siapa-siapa bagi Keenan tapi jawaban terus terang Keenan cukup membuat hatinya nyeri. Rhein mengalihkan tatapannya keluar jendela. Tiba-tiba dia merasa malu karena tadi pagi dia telah terhanyut dalam cumbuan Keenan. "Kita ke rumah kakek dulu," kata Keenan setelah mereka dari rumah pemilik kontrakan. Keenan mengusap punggung tangan Rhein yang berada di atas paha dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya tetap berada pada setir mobilnya. Rhein melirik ke arah tangan Keenan dan merasa sedikit sebal karena sentuhan itu memberinya sensasi aneh. "Rhein?" Keenan menoleh dan tersenyum melihat arah pandangan Rhein. Rhein mendongak dan merasa tol0l saat menyadari tatapan Keenan, dia persis seperti seorang siswa yang kecanduan menyontek oleh gurunya. Wajahnya merah menahan malu, dia berusaha menarik tangannya menjauh tapi Keenan segera menggenggamnya. "Kamu dengar yang aku katakan!" senyum Keenan terlihat sangat menggoda. Aku mengangguk. "Apa yang aku katakan?" Keenan tertawa kecil. "" Akuu... kita...," Rhein menatap ke luar jendela mencoba mengingat kata-kata yang diucapkan Keenan tapi aku benar-benar tak tahu apa yang dikatakan Keenan. Keenan tertawa makin keras, Rhein menatap Keenan putus asa. "Ah, kamu lucu sekali, menggemaskan!" Keenan memencet hidung Rhein sambil terus tertawa. Sungguh, gadis berada disampingnya ini sangat menggodanya dengan kenaifannya. "Uh!" Rhein menepis tangan Keenan di hidungnya. Bahkan sentuhan kecil seperti inipun menimbulkan sensasi baginya. Keenan tertawa mengamati wajah Rhein yang semakin merah, Keenan ingat bagaimana merahnya wajah Rhein kemarin malam saat dia membantu Rhein melepas bajunya dan menjadi semakin merah saat Keenan menciumi bahu dan lehernya. Di depan mereka mobil-mobil berhenti karena lampu merah. Keenan menggunakan kesempatan ini untuk menatap wajah Rhein lebih lama, Rhein hanya menunduk merasakan dadanya yang berdebar, sesekali dia mendongak, matanya bertemu dengan mata elang Keenan yang menatapnya intens. Tiba-tiba telepon milik Rhein berbunyi, Rhein meraba saku untuk mengambil teleponnya. Dia segera merejectnya sambil melirik ke arah Keenan saat melihat nama Surya tertera di sana. "Dari siapa? Dia?" tanya Keenan dingin. Rhein mengangguk. "Angkat saja, aku tak apa-apa," kata Keenan cuek, sambil menjalankan mobilnya. Tak butuh waktu lama, telepon Rhein kembali berdering, Surya kembali menghubunginya! Rhein segera mengangkat panggilan dari Surya dengan menyalakan pengeras suaranya. "Hallo.." "Rhein, syukurlah.." Suara Surya terdengar lega. "Ada apa?" tanya Rhein dingin, "Kamu di mana sekarang?" Rhein melirik ke arah Keenan, wajahnya yang tanpa ekspresi menatap ke arah jalan di depannya. "Aku sedang bersama suamiku!" Rhein menekankan kata 'suamiku' pada Surya karena dia merasa marah atas kebohongan Surya. Tanpa Rhein ketahui sudut bibir Keenan terangkat dan menampilkan sebuah senyum yang teramat manis saat mendengar Rhein menyebut kata 'suamiku'. "Itu suatu kesalahpahaman Rhein!" erang Surya di ujung telepon menahan nyeri. "Pria itu hanya menggantikanku saat akad, pada kenyataannya kamu tetaplah istriku," "Aku rasa aku itu bukan kesalahpahaman. Kami menikah di hadapan penghulu dan suamiku bertindak atas nama dirinya sendiri dan kami tidak bermain-main menjalaninya!" jawab Rhein tegas. Keenan tersenyum makin lebar saat mendengar ucapan Rhein, tapi saat Rhein menatapnya senyum Keenan menghilang dan berubah menjadi serius. "Tap.." "Tidak ada tapi-tapian! Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!" Rhein menjadi emosional mengingat bagaimana kemarin Surya membiarkanya menunggu berjam-jam tanpa kabar di hari pernikahan mereka. "Aku mencintaimu, Rhein!" "Aku benci kamu!" Rhein segera memutus hubungan teleponnya dengan dengan Surya. Rhein kembali menyandarkan kepalanya di sandaran kursi menatap keluar jendela. Rhein merasa sedkit lega setelah mengungkapkan perasaannya. "Sepertinya dia sangat menyukai kamu?" kata Keenan sambil melempar senyum pada Rhein. "Mungkin," jawab Rhein enggan tanpa menoleh. Kemarin dia sangat yakin dengan cinta Surya tapi hari ini dia meragukannya. Seandainya Surya mencintainya tentu dia tak akan berbohong statusnya. Seandainya Surya mencintainya tentu dia tak akan membiarkannya menunggu dalam gelisah. "Berjanjilah untuk selalu mengatakan yang sebenarnya kepadaku," kata Keenan penuh harap. Rhein segera memutar wajahnya menatap Keenan dengan penuh tanda tanya. "Baiklah!" jawab Rhein dengan cuek. *** AlanyLove
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD