Setelah sarapan Keenan mengantar Rhein ke rumah neneknya atau lebih tepatnya rumah kontrakan mereka. Sebenarnya Rhein merasa sayang meninggalkan tempat ini, dia menyukai lingkungannya, orang-orang di sekitarnya juga ramah dan sering membantunya. Rhein masih memiliki waktu delapan bulan lagi sebelum kontrakannya habis. Sebelum nenek meninggal, Rhein sudah membayar kontrakan rumahnya selama setahun.
Keenan mengekori Rhein memasuki rumah mungil itu, meski hanya sebuah rumah sederhana tapi semua hal di dalamnya tertata dengan rapi. Rhein merasa jengah saat Keenan mengikutinya masuk ke dalam kamarnya, dia merasa malu karena kamarnya yang sempit dan tak banyak barang yang ada di sana. Keenan duduk di tepi ranjang single sembari memperhatikan apa yang dilakukan Rhein tanpa mengatakan apapun. Dia melihat Rhein membuka lemari plastik yang menempel di salah satu dinding kamarnya dan mengeluarkan sebuah travel bag dan memindahkan isi lemarinya ke dalam travel bag itu. Tak banyak baju yang dimilikinya, sebagian besar adalah baju kerjanya yang juga tak seberapa karena itu Rhein tak butuh waktu lama baginya untuk memindahkan baju-bajunya. Rhein menyisakan beberapa baju yang sudah tak layak pakai. Rhein kemudian mengambil tas lain dan memasukkan dua pasang sepatu miliknya dan sepasang sandal dan beberapa barang lainnya ke dalam tas itu.
Keenan tiba-tiba teringat dengan kontrak perjanjian pernikahan mereka. Gadis ini harusnya meminta lebih banyak darinya daripada sekedar apa yang sudah tertulis di sana tapi gadis ini tak melakukannya. Mungkin gadis itu memang tak tahu siapa dia atau memang gadis itu tak mau memanfaatkannya. Keenan menyunggingkan sebuah senyum di bibirnya, kalaupun gadis itu nantinya akan serakah seperti Cassandra dia tidak perduli sepanjang kakek menyukainya.
"Aku sudah selesai," suara lembut Rhein mengejutkan Keenan, ditatapnya travel bag milik Rhein yang terlihat penuh dan sebuah tas plastik besar berbentuk persegi panjang yang berisi barang-barang Rhein lainnya.
"Itu saja?" tanya Keenan sambil menatap travel bag milik Rhein.
Rhein mengangguk.
"Kita kemana sekarang?" tanya Keenan lagi, "Ke rumah pemilik kontrakan untuk mengembalikan kunci?"
Rhein menggeleng.
"Kontrakannya masih delapan bulan lagi, aku mungkin bisa tinggal di sini lagi setelah kita bercerai enam bulan ke depan,"
Sebenarnya Rhein mengatakan hal itu dengan ringan tapi entah mengapa Keenan merasa ada sesuatu yang berat yang menghantam dadanya. Ya, dia tidak mungkin membiarkan jandanya tinggal di tempat seperti ini, setidaknya dia harus menyiapkan sebuah apartemen yang bagus untuk Rhein seandainya mereka berpisah kelak. Dia juga tak yakin apakah enam bulan ke depan dia akan menceraikan Rhein atau tidak, dia harus melihat situasinya nanti tapi sepertinya Rhein cukup yakin dengan hal itu.
Tapi Keenan tak mengatakannya, biarlah itu menjadi kejutan buat Rhein nantinya.
Keenan mengangkat travel bag dan tas lainnya dan membawanya ke luar rumah, dia tidak membiarkan Rhein mengangkatnya meski kedua benda itu cukup ringan. Keenan segera memasukkan kedua benda itu ke bagasi mobilnya.
"Rhein," Rhein menoleh saat seorang ibu muda menyapanya.
"Kak Risa, apa kabar?"
"Baik Rhein, aku dengar dari bu Ida katanya kemarin kamu menikah, kenapa tidak mengundang kami?" Risa mendekat menyalami Rhein, kemudian menatap Keenan yang sedang menutup bagasinya.
"Ini suami kamu, Rhein? Tampan!" kata Risa terus terang.
Rhein tersipu, dia menatap Keenan dengan malu.
"Iya, Kak. Ini suami Rhein," suara Rhein terdengar ragu, dia tersenyum lebar pada Risa untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Risa segera menurunkan tangannya yang terulur karena Keenan mengacuhkannya. Tunggu, sepertinya pria ini bukanlah pria yang sering datang menjemput dan mengantar Rhein ke sini? Pria ini terkesan dingin dan arogan sedang pria yang biasanya yang ramah dan murah senyum. Risa merasa ada sesuatu yang salah pada Rhein dan pria tampan di depannya.
"Kamu mau pindah dari sini?"Risa menatap Rhein, Risa menduga suami Rhein adalah seorang yang kaya terbukti dari mobilnya yang mewah dan baju yang dikenakannya jelas bukan baju yang ada di pasaran, Risa yakin pakaian yang dikenakan Rhein dan suaminya adalah baju edisi terbatas dari salah satu desainer ternama di negeri ini.
Rhein ingin sekali mengatakan 'iya, sementara' tapi tatapan Keenan terasa mengintimidasinya karena itu dia hanya mengatakan 'ya' pada Risa.
"Ayo, kakek sudah menunggu!" Keenan segera memeluk pinggang Rhein dan membawanya ke pintu penumpang. Keenan membukakan pintu penumpang dan membantu Rhein memasang sabuk pengamannya setelah itu Keenan melintas di depan mobil menuju pintu kemudi.
"Kak Risa, aku pamit dulu, ya?" Rhein mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil setelah dia sadar dari keterkejutannya. Rhein tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Hati-hati, Rhein. Sering ke sini, ya!" Risa membalas lambaian tangan Rhein.
"Terimakasih, Kak,"
Keenan segera menjalankan mobilnya saat kepala Rhein sudah tidak lagi berada di luar jendela. Rhein menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, tanpa sadar tatapannya mengamati wajah pria tampan di sampingnya. Dia masih tak percaya kalau pria itu adalah suaminya, kemarin dia dengan penuh semangat berangkat ke hotel untuk menikah dengan Surya tapi hari ini dia bahkan tak tahu dimana Surya dan dia bahkan dia bersama pria lain yang sama sekali tak dikenalnya dan pria itu adalah suaminya!
"Ada yang salah?" tanya Keenan mengejutkannya.
"Kamu menyesal menikah denganku?" tanya Rhein sambil menatap Keenan yang sedang fokus ke jalanan yang ramai.
Keenan tertawa tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tidak! Bagiku tak masalah dengan siapa aku menikah selama kakek sehat dan bahagia."
Deg!
Jawaban Keenan terasa menohok hatinya, meski dia sadar dia bukan siapa-siap Keenan tapi jawaban terus terang Keenan cukup membuat hatinya nyeri. Rhein mengalihkan tatapannya keluar jendela. Tiba-tiba dia merasa malu karena tadi pagi dia telah terhanyut dalam cumbuan Keenan.
***
AlanyLove