“Itu, anu.” Ayah Clara tampak bingung dan gugup. Wajah pria paruh baya itu mendadak terlihat sedih bercampur dengan rasa kecewa.
Ia lalu menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata Ayah Tabah. Dengan suara lemah, yang sarat kesedihan ia mengatakan, kalau ia dan Istrinya meminta maaf dan bukan maksud mereka untuk mempermainkan mereka berdua.
Sebuah pengakuan akhirnya terlontar dari bibir kedua orang tua Clara, bahwasanya Clara menghilang, sepertinya ia tidak menyetujui pertunangan ini.
Tabah memperhatikan dalam diam, bagaimana kedua orang tua Clara saling menguatkan, dengan saling menggenggam jemari mereka.
Terdengar suara helaan napas berat dari Ayah Tabah. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, dengan mata yang menyala marah, karena merasa dipermainkan.
“Mengapa kalian tidak mengatakannya, ketika sore tadi aku menelepon? Apakah kalian fikir aku tidak akan menjadi kecewa dan marah, karena kejadian ini?” Bentak Ayah Tabah emosi.
Ia kemudian mengeluarkan dompet dari saku jas yang dikenakannya lalu merobek selembar cek, yang sudah ada tandatangannya, kemudian ia letakkan di atas meja.
“Isilah berapapun yang kalian minta, selama masih wajar sebagai pengganti biaya yang pernah Ayahmu keluarkan untukku! Kita sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi, karena kejadian ini begitu mengecewakan bagiku!”
Ayah Tabah kemudian, keluar begitu saja dari rumah itu. Dan diikuti Tabah yang menyusul di belakang Ayahnya.
Tanpa sadar Tabah masih membawa buket mawar yang tadi dibelinya, lalu melemparkannya ke jok mobil di samping siis sopir.
Setelah berada dalam mobilnya Tabah menjalankannya menjauh dari kediaman orang tua Clara.
Terbesit di benaknya rasa bersalah, karena sudah membuat hubungan pesahabatan antara Ayahnya dan Ayah Clara menjadi terputus. Namun, setidaknya ia bisa terbebas dari pertunangan yang tidak ia inginkan.
Tabah berhenti sebentar di kedai kopi yang dilihatnya di pinggir jalan. Ia merasa tidak ada gunanya ia datang terburu-buru ke tempat Clara disembunyikannya.
Sebelum mengembalikan gadis itu kepada orang tuanya, ia akan mengajaknya untuk berbicara.
Tabah tersentak dari lamunannya, ketika penjaga kedai kopi tersebut meletakkan kopi hitam panas pesanannya di atas meja, yang ada di depan Tabah.
Ditunggunya selama beberapa saat, sampai kopi itu aman di lidahnya untuk ia minum.
Beberapa menit kemudian, Tabah sudah berada dalam mobil melanjutkan perjalanannya menuju tempat di mana Clara berada.
Suara musik yang mengalun mengiringi perjalan Tabah menuju ke rumah yang disewa orang suruhannya untuk menyekap Clara.
Begitu memasuki perkampungan yang alamatnya sudah diberikan oleh orang suruhannya kemarin malam. Tabah tersenyum puas, karena tempat yang dipilih orang suruhannya benar-benar sesuai dengan permintaannya.
Yang tidak disadari oleh Tabah adalah kehadirannya memasuki kampung tersebut tengah malam, telah memancing kecurigaan dari petugas jaga malam, yang berpatroli dan kebetulan melihat mobilnya melintas.
Secara diam-diam mereka mengikuti ke mana mobil Tabah berhenti. Dan mereka menjadi semakin keheranan, karena mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah yang sudah lama tidak berpenghuni.
Kecurigaan itu juga terjadi, karena beberapa waktu sebelumnya juga ada mobil yang terlihat berhenti di depan rumah tersebut.
Petugas ronda itu bersembunyi di balik pohon untuk melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.
Tampak seorang laki-laki yang melihat dari pakaiannya, sepertinya merupakan orang kaya. Dan sudah pasti, bukanlah penduduk asli kampung tersebut.
Baru saja kedua petugas ronda itu hendak berlalu pergi dari rumah tersebut, mereka melihat seraut wajah wanita dari balik jendela melihat ke arah luar.
“Siapa mereka? Kita harus segera melapor pak RT jangan sampai kampung kita dijadikan sebagai tempat maksiat,” ucap salah seorang petugas ronda tersebut. Keduanya, kemudian berlalu pergi dari sana.
***
Tabah turun dari mobilnya, tetapi ia menoleh ke belakang dan sekitarnya. Ia merasa, kalau ada yang memperhatikannya.
Begitu dirinya dirasa keadaan aman, ia pun menuju pintu rumah pondok tersebut. Ia berhenti di depan sebuah pot bunga yang besar, lalu mengambil kunci yang diletakkan orang suruhannya di sana.
Pintu rumah itu pun dibuka oleh Tabah dan ia langsung diterjang oleh Clara, yang sedari tadi mengamati kedatangan Tabah.
Keduanya pun terjatuh berguling ke lantai. Namun, tenaga Tabah yang jauh lebih besar dari Clara membuat ia dengan cepat berhasil menguasai keadaan.
“Tidak bisakah kau menyambut kedatangan calon tunanganmu dengan ramah? Kau tahu tidak, tadi kedua orang tuamu terlihat kecewa melihat putri mereka yang tidak datang menghadiri pesta pertunangannya sendiri!” ejek Tabah.
Clara yang tadinya merasa takut, ketika mendengar suara mobil berhenti, kaena mengira dua orang penyekapnya datang kembali. Namun, begitu melihat siapa yang keluar dari dalam mobil tersebut, melalui lampu mobil. Rasa takut Clara berubah menjadi amarah.
Namun, sayangnya ia gagal menyerang Tabah, karena pria itu memiliki tubuh yang jauh lebih besar darinya.
Ia dapat merasakan dirinya diangkat, lalu diturunkan di atas sofa dengan kasar. Senyum mengejek terbit di bibir Tabah melihat tangan Clara yang terikat ke belakang. Pantas saja tadi ia merasakan serangan dari badan Clara.
“Kau pria b******k yang pernah kukenal dan aku tidak menyesal gagal bertunangan denganmu!” Bentak Clara, dengan mata yang menyala-nyala, karena emosi.
Tabah hanya mengedikkan bahunya. Ia lalu memutar badan Clara membelakanginya, sehingga ia bisa melepaskan ikatan yang membelit tangan gadis itu.
Begitu tangannya sudah terbebas dengan cepat Clara membalikkan badan. Ia lalu menyerang Tabah yang tidak siap, sehingga terjauh ke atas sofa panjang yang mereka duduki.
Tangan Clara mencakar wajah Tabah dan juga badannya. Ia melampiaskan amarahnya, karena ulah Tabah ia hampir saja diperkosa oleh seseorang yang sudah pasti orang suruhannya.
“Sialan kau, Tabah! Karenamu aku hampir celaka. Sekarang antarkan aku pulang!” Perintah Clara.
Tabah mengernyitkan keningnya. “Berani sekali kau memerintahkanku! Kalau kau ingin pergi, silakan saja. Lihatlah, pintu itu tidak terkunci. Dan tentu saja aku tidak akan bertanggung jawab, kalau kau menjadi tersesat.”
Clara menggertakkan gigi ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Tabah. Ia asing dengan tempat di mana dirinya pada saat ini berada. Namun, ia juga tidak mau lebih lama lagi berada di rumah ini.
Ia hanya ingin berada di rumahnnya yang nyaman dan aman di mana ada kedua orang tuanya, yang tentunya akan senang melihat kedatangannya.
Kepalan tangan Clara yang mungil memukul-mukul d**a Tabah, sehingga membuat Tabah merasa sakit karenanya.
Ditangkapnya tangan Clara dan bergantian Clara yang ia dorong, sehingga menjadi terbaring di atas sofa tersebut.
“Dengar Clara! Aku lelah dan sudah cukup aku mengemudi malam ini! Besok pagi aku akan mengantarkanmu pulang menuju terminal terdekat!” ucap Tabah dengan suara mendesis menahan amarah.
Pada posisi yang terlihat intim itulah, ketika beberapa orang tiba-tiba saja masuk ke rumah membuat Tabah dan Clara menjadi terkejut.
“Lihat mereka berdua, sedang berbuat m***m di rumah ini!”
“Kita harus memberikan hukuman kepada mereka berdua!”
“Telanjangi saja dan arak keliling kampung!” ucap suara-suara yang memasuki rumah tersebut.