BAB 4 BINGUNG

1049 Words
“Ten-tu saja kami siap menyambut kedatanganmu bersama dengan Tabah. Clara juga tampak bahagia dengan rencana pertunangan nanti malam,” ucap Ayah Clara gugug, melalui sambungan telepon. Setelah sambungan telepon ditutup oleh Adam, Ayah Tabah. Ayah Clara menarik napas lega. Ia memegang kepalanya yang mendadak menjadi pusing. Bagaimana ini, Clara masih juga belum diketahui keberadaannya, padahal mereka sudah mencarinya ke sana kemari. Bahkan teman-teman kuliah Clara pun tidak mengetahui di mana Clara berada. Ayah Clara tersentak terkejut, ketika pundaknya disentuh pelan dari belakang. “Mengapa Mas tadi tidak jujur saja dengan mengatakan kepada Adam, kalau Clara menghilang dan kemungkinan pertunangan pun batal dilakukan.” Dengan cepat Ayah Clara menggelengkan kepala. Ia melihat Istrinya dengan tatapan lesu. “Masih ada waktu, aku percaya tidak mungkin Clara membuat kita berdua sebagai orang tuanya mennjadi malu. Ia pasti akan datang!” Ibu Clara menganggukkan kepala dengan lemah. Ia tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh suaminya itu. Akan tetapi, ia juga tidak mau mematahkan harapan suaminya. ‘Apa yang terjadi dengan Clara? Seandainya saja ia mau terbuka kepadaku sebagai Ibunya, kalau ia tidak menyetujui pertunangannya dengan Tabah,’ batin Ibu Clara. Keduanya kemudian, duduk diam termenung di kursi tua yang ada di ruang tengah tersebut. Mereka sibuk dengan fikirannya masing-masing, tentang apa yang terjadi kepada Clara. Tangan Ayah Clara meraih jemari Istrinya, lalu menggenggamnya dengan erat. “Clara pasti baik-baik saja tidak ada sesuatu yang buruk terjadi dengannya!” Ibu Clara bangkit dari duduknya, meski ia tidak memiliki semangat untuk mempersiapkan acara nanti malam, karena Clara yang masih belum ada kabar beritanya. Sesampainya di dapur Ibu Clara mulai melanjutkan memasak untukk acara nanti malam, dengan hati yang tidak karuan. Sebagai seorang Ibu, ia merasa kalau Clara tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dan ia ingin keluar rumah untuk mencari Clara, yang merupakan putri tunggalnya. Ayah Clara duduk diam memperhatikan Istrinya yang menghilang di balik pintu dapur. Ia menghembuskan napas dengan berat, tidak tahu ke mana lagi harus mencari Clara. Ayah Clara kemudian, bangkit dari duduknya berjalan keluar rumah untuk mencari kembali keberadaan Clara. *** Tabah memegang ponselnya dengan senyum terbit di bibirnya. Ia tadi mendengar percakapan Ayahnya dan Ayah Clara, melalui sambungan telepon. Ia tahu, kalau Ayah Clara telah berbohong. Bagaimana mungkin pertunangannya dan Clara akan tetap berjalan, sementara gadis itu tidak berada di rumahnya. Namun, ia mengikuti permainan yang diciptakannya ketika berada di rumah Clara nanti. Ponsel yang ada di tangan Tabah bergetar dengan cepat ia melihat siapa yang menghubunginya. Begitu diketahuinya, kalau yang menghubunginya adalah orang suruhannya. Ia pun beranjak dari duduknya, tidak mungkin ia berbicara di dekat Ayahnya yang bisa mendengar apa yang dikatakannya. Tabah keluar rumah, lalu berdiri di teras dengan ponsel di telinganya. “Cepat katakan kepadaku, ada apa kau menghubungiku lagi?” ucap Tabah, melalui sambungan telepon. “Maaf, Bos! Sebaiknya Anda cepat kemari melihat gadis ini. Rekan saya, begitu bernapsu untuk menyentuh gadis ini dan saya tidak yakin bisa menahan dirinya lebih lama lagi,” lapor orang suruhan Tabah di ujung sambungan telepon. Suara umpatan langsung terlontar dari bibir Tabah, walaupun ia membenci rencana pertunangannya dengan Clara. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk merusak masa depan gadis itu. Ia hanya ingin Clara menghilang selama acara pertunangan mereka akan dilaksanakan, sehingga gadis itulah yang akan disalahkan karena menghilang begitu saja di acara pertuangan mereka. “Kalian boleh pergi dari rumah itu, setelah memastikan ia tidak akan bisa melarikan diri, Aku beberapa jam lagi, sudah akan datang ke sana.” Perintah Tabah kepada orang suruhannya. Terdengar suara helaan napas lega dari orang suruhannya di sambungan telepon, Sambungan telepon pun ditutup Tabah, ia kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Tabah berjalan masuk rumah, lalu duduk di ruang tamu di mana Ayahnya sudah duduk di sana. “Apakah kau sudah menyiapkan cincin pertunanganmu dengan Clara? Tidak lucu bukan, kalau kau sampai lupa membawanya?” Tegur Ayah Tabah. Tabah menunjuk saku kemeja yang ia kenakan di balik jasnya. Dalam hati ia menambahkan yang tidak lucu itu, ketika acara pertunangan tiba fihak Perempuan justru tidak menampakkan batang hidungnya. Beberapa jam kemudian, Tabah dan Ayahnya sudah berada dalam mobil mereka sendiri-sendiri menuju kediaman orang tua Clara yang sederhana. Di tengah perjalanan Tabah singgah di toko bunga, untuk mengambil buket mawar pesanannya. Tabah keluar dengan buket bunga yang cantik di tangannya. Ia akan menampilkan diri sebagai calon tunangan yang begitu bahagia menyambut rencana pertunangannya. Masuk kembali ke mobilnya Tabah pun menjalankannya menuju rumah orang tua Clara, yang tidak terlalu jauh lagi. Sesampainya di kediaman orang tua Clara, Tabah dan Ayahnya disambut dengan hangat oleh kedua orang tua Clara, begitupula dengan kakek Clara yang duduk di atas kursi rodanya. Dapat Tabah lihat, kalau kedua orang tua Clara mencoba untuk menyembunyikan kegugupan mereka. “Terima kasih, sudah mau datang ke rumah kami yang sederhana ini,” ucap Ibu Clara dengan gugup. Tabah menyunggingkan senyum tipis, ia menyambut uluran tangan kedua orang tua Clara, lalu mencium punggung tangan keduanya secara bergantian. Imejnya tidak akan menjadi rusak, karena rencana pertunangan yang tidak ia inginkan. Berbeda dengan Clara yang tentu saja akan disalahkan, karena ketidak hadirannya. Sebuah kejutan Tabah lontarkan, ketika ia bertanya, “Di mana Clara? Kenapa saya tidak melihat kehadirannya?” Tabah mencoba melihat ke arah pintu yang menuju ke bagian dalam rumah tersebut. Ayah Clara langsung batuk-batuk, sementara Ibu Clara memilin gaun yang dipakainya, keduanya saling tatap seakan memberikan kode siapakah yang akan memberikan penjelasan. Namun, sebelum kedua orang tua Clara sempat membuka mulut mereka Ayah Tabahlah, yang membuka suaranya duluan. “Dasar tidak sabaran! Clara tentu saja masih berada di dalam kamarnya dan sedang dirias, demi pertunangan kalian!” Adam menepuk pundak Tabah pelan. Ucapan Ayah Tabah disambut suara tawa, yang terdengar sumbang dari kedua orang tua Clara. Mereka. lalu mempersilakan kepada Tabah dan Ayahnya untuk duduk. Ibu Clara mendorong kursi roda Kakek Clara ke dalam, karena sepertinya ia sudah mengantuk. Beberapa saat kemudian, Ibu Clara keluar kembali dengan membawa nampan berisi minuman juga kue. Ia lalu meletakkan di atas meja dan mempersilakan kepada Tabah juga Ayahnya untuk menyantap hidangan yang disajikannya. Setelah beberapa menit berlalu, sementara Clara masih juga tidak terlihat kehadirannya. Ayah Tabah membersihkan tenggorokannya untuk memulai pembicaraan. “Seperti yang kita berdua sama-sama ketahui, kedatangan kami kemari untuk melangsungkan pertunangan antara Clara dan Tabah. Sekarang, bisakah acaranya kita mulai dengan acara pemasangan cincin antara Clara dan Tabah?” ucap Adam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD