Bab 10 : Maybe

1004 Words
“Hayo ngelamun aja!” tegur Shawn pada Vega yang sedang duduk di bangku taman sendirian. Shawn mengernyit saat melihat wajah semringah Vega. “Senyum-senyum sendiri lagi,” ledeknya. “Lagi jatuh cinta ya?” Vega terkekeh kecil. Tanpa malu-malu gadis itu mengangguk. “Kok tau sih Shawn,” cengirnya. Shawn tersenyum tipis. “Beneran lagi jatuh cinta?” tanyanya. Vega mengangguk. Senyumnya tak luntur sedikitpun sejak tadi. Pipinya memerah sempurna. Raut wajah cantiknya saat sedang malu-malu sangatlah menggemaskan. Sehingga Shawn semakin jatuh hati padanya. Pemuda itu memandang Vega senang. Gadis cantik dan lembut itu benar- benar membuat Shawn terpesona. Tidak mudah mendapatkan hati pemuda itu. Namun Vega membuatnya takhluk dalam sekali pandang. Shawn tersenyum geli melihat tingkah gadis itu. Wajah bahagianya membuat Shawn ikut merasakan bahagia. Pemuda itu jadi penasaran siapa orang yang membuat Vega sebahagia itu. Seperti apa wajah orang yang berhasil membuat Vega seperti itu. “Kamu lagi jatuh cinta sama siapa, Ga?” Vega terdiam, menatap Shawn dengan canggung. “Ap-apa?” balasnya gugup. “Siapa sih, cowok yang udah buat kamu sampai sebahagia ini?” Vega menggeleng pelan. Gadis itu menunduk malu. “Bukan siapa-siapa kok, Shawn.” “Apa dia temen sekolah kita?” Vega sontak mendongak mendengar ucapan Shawn yang tepat sasaran. Gadis itu tersenyum kikuk. “Um... itu, Shawn...” Vega menggigit bibirnya malu. “Aku... aku...” Shawn tersenyum kecil. Dia mengacak rambut Vega gemas. "Kamu bener-bener suka dia, ya?” Vega mengangguk cepat, atau terlalu cepat. Sehingga membuat Shawn tertawa geli. “Apa dia tau kalau kamu suka sama dia?” tanyanya. Gadis itu membalas dengan mengendikkan bahunya. Tentu dia tidak tau apa Lian mengetahui perasaannya. Karena dia tidak mungkin bertanya. Dia juga tidak mungkin memberi tau Lian bahwa dia jatuh cinta padanya. “Kamu harusnya bilang. Cinta itu nggak bisa dipendam, Ga. Kamu bisa sakit nanti.” Vega menoleh pada Shawn cepat. Dalam hati dia membenarkan ucapan Shawn. Dia memang sudah mengalaminya. Saat Lian bersama Dinda, saat Lian tersenyum pada gadis itu, saat melihatnya bahagia dengan orang lain, dia pasti sedih dan sakit hati. “Kalau kamu jadi aku, apa kamu bakal ngasih tau dia kalau kamu suka sama dia?” Tanpa pikir panjang, Shawn langsung mengangguk mantap. “Pasti,” jawabnya sambil tersenyum penuh arti pada gadis itu. Vega melongo kaget. "Kamu berani banget, Shawn. Nggak takut ditolak ya? Emangnya nggak malu?" "Aku nggak mau jadi pengecut dan berakhir kehilangan orang itu. Jadi apapun jawaban dia, dia harus tau kalau aku suka sama dia." Vega manggut-manggut. Dia melihat muka Shawn dengan teliti. "Tapi kayaknya sih kamu nggak bakal ditolak deh, Shawn!" katanya. Shawn tertawa kecil melihat ekspresi Vega. "Masa sih, Ga? Kok bisa kamu bilang gitu?" "Kamu kan cakep dan populer juga. Cewek yang naksir kamu banyak. Yang dari luar sekolah juga. Jadi kemungkinan kamu ditolak itu nggak ada." Shawn menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Menurut kamu gitu?" tanyanya. Vega mengangguk tanpa ragu dan membuat Shawn tersenyum kecil. "Kalau seandainya cewek itu kamu, apa kamu juga nggak akan nolak aku, Ga?" Vega terdiam sejenak lalu berpikir keras. Gadis yang disukai Shawn kemungkinan besar juga menyukainya balik. Di sekolah ini kan Shawn sangat populer. Dia anak OSIS yang tampan dan pintar. Shawn juga sangat aktif di organisasi sekolah. Itulah yang membuat dia dikenal banyak orang. Perangainya yang baik dan lembut serta tegas pun akan membuat banyak gadis meleleh. Menurut Vega Shawn sepertinya sosok yang istimewa dan sempurna, bisa dibilang Shawn itu tipe cowok idaman. "Mungkin aja, Shawn. Karena nggak bakal ada cewek yang bakal nolak cowok sekeren kamu, Shawn," selorohnya. "Pokoknya kamu harus cepet-cepet nembak cewek itu. Sebelum keduluan yang lain." Shawn tertawa geli. "Segera, tunggu aja.” Pemuda itu mengacak pelan rambut Vega. “Yuk kita balik ke kelas!” ajaknya. Vega tersenyum tipis. Gadis itu menyambut uluran tangan Shawn lalu mengangguk pelan. Sepanjang perjalanannya ke kelas, dia mulai berpikir. Bagaimana dan akan seperti apa jika dia benar-benar mengungkapkan perasaannya nanti. Akankah Lian menerimanya, atau justru sebaliknya? *** “Ya udah deh, aku naik taksi aja!” ujar Vega pada akhirnya. Gadis itu membuka pintu mobil dengan cepat dan keluar sambil membawa tas sekolahnya. Wajahnya merengut sejak tadi karena mobil yang dia tumpangi mogok. Dan Pak Ujang sama sekali tidak bisa memperbaikinya. Tadi memang Pak Ujang sudah menghubungi orang bengkel untuk kesana dan memperbaiki mobilnya. Tapi setelah menunggu lama, orang bengkel tak kunjung datang. Vega pun jadi uring-uringan sendiri. Dia bosan menunggu lama di mobil dan tidak bisa berbuat apa-apa. Pak Ujang memegangi dadanya karena kaget saat Vega membnting pintu mobil dengan kencang. "Yaelah, Non. Itu pintu jangan dibanting-banting gitu. Kan Pak Ujang kaget. Kalau nanti Pak Ujang kena serangan jantung gimana?” ujarnya. Namun Vega malah membalas dengan juluran lidahnya dan membuat Pak Ujang beristighfar dalam hati sambil menggeleng pelan. Anak majikannya itu benar-benar menyebalkan dan manja tentu saja. “Non, hati-hati kalau naik taksi! Langsung pulang ya!” pesan Pak Ujang pada Vega saat gadis itu mencegat sebuah taksi yang lewat. Namun Vega tidak mendengarkan. Gadis itu malah memasang headseat ke telinganya lalu masuk ke dalam taksi. “Jalan Pahlawan ya, Pak!” ucapnya pada si sopir taksi. Vega menyandarkan punggungnya di kursi penumpang yang empuk dan nyaman. Lalu menyetel musik kesukaannya sembari memandang keluar jendela. Dia menyesal tadi tidak pulang dengan Lian. Harusnya dia tidak mengobrol dulu dengan Shawn di kelas. Jadi saat dia keluar Lian sudah pulang. Vega mengacak rambutnya karena kesal. Matanya memandang ke arah luar jendela. Dan saat itu pula tanpa sengaja dia melihat sosok orang yang sangat dia kenali. Vega langsung meminta sopir taksi menghentikan mobilnya. Lalu dia keluar dari taksi terburu-buru untuk mencari sosok itu. Dia yakin jika dia tidak salah lihat. Dan benar saja, Vega melihatnya di seberang jalan, sedang memarkirkan sepedanya dekat sebuah warung. “Lian! Lian!” panggilnya dengan suara kencang. Gadis itu melambai-lambai padanya. "Lian!” Vega tersenyum lebar saat Lian menoleh ke arahnya. Dan dengan begitu saja dia melangkah maju ke depan, hendak menghampiri Lian sampai gadis itu tidak sempat memikirkan keselamatannya sendiri. “Lian,” ujarnya lirih sembari tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD