Sena melangkah mondar-mandir di depan ruangan Richard dengan gelisah, beberapa kali ia melihat knop pintu yang akan ia buka. Namun, nyalinya membuat ia terus ragu. “Masuklah, biarkan aku yang memberi surat itu,” kata Tika dengan senyuman hangatnya, sebelumnya Sena tidak pernah melihat Tika senyum sehangat itu yang ada selama ini adalah raut wajah yang terus ditekuk makanya tak jarang orang yang memanggilnya nenek sihir berjas. “Kamu yakin akan memberikan suratku padanya?” tanya Sena yang masih ragu dengan tawaran Tika yang terbilang mendadak. Gadis itu mengangguk membenarkan, ia bersedia membantu Sena. “Kamu kan rivalku, aku malah akan membantumu agar cepat keluar dari perusahaan ini biar aku yang menjadi nomor satu di sini,” ujarnya dengan bahagia. Sena menghela nafasnya kasar, tentu s