13. Teknologi Manusia

1031 Words
Isla berusaha untuk fokus menulis dan mengabaikan ocehan gadis di sebelahnya. Teresa sedari tadi pun sibuk sendiri mengatakan berbagai hal mengenai lelaki bernama Alex yang berasal dari kelas lain. Gadis itu tidak menyerah dan bersikeras menjodohkan Isla dengan pemuda itu tanpa ada kapoknya, padahal Isla sendiri sudah berkali-kali berkata kalau dirinya tak menyukai Alex sedikit pun. Ia hanya menganggap lelaki itu sebagai teman dan rekan berbagai materi pembelajaran saat ada yang tak ia mengerti, namun Teresa justru selalu salah paham dan menganggapnya lebih. "Berhentilah membicarakannya karena itu tidak ada gunanya sama sekali," ujar Isla. Teresa seketika mengatupkan bibirnya dan kedua pipinya menggembung. "Kau benar-benar tidak asyik. Kenapa kau terus menolak Alex?" balasnya. Isla seketika mendelik. "Teresa, kau juga tidak asyik. Kenapa kau selalu berusaha menjodohkan aku dengan Alex? Memangnya selama ini dia berkata kalau dirinya menyukaiku? Tidak, kan? Jadi berhentilah. Kau hanya membuat rumit kedaan," ujarnya dengan diiringi helaan napas pelan. "Tapi kalian berdua itu cocok." "Ya itu hanya menurutmu, kan?" Isla mengangkat salah satu alisnya. Teresa mendengkus. "Benar, kalian tidak cocok. Kau kan lebih menyukai tempat-tempat angker," cibirnya. Kedua mata Isla berkedip. "Heh, Trollehallar itu tidak angker." "Tetap saja, di sana banyak hal-hal aneh." "Iya, tapi tidak angker. Gunakan kata yang lain. Kau belum pernah ke sana, kan? Jadi jangan sok tau." Isla kembali berujar. "Makanya sesekali ikut denganku jika aku sedang pergi ke Trollehallar dan kau akan tahu betapa asyiknya berada di sana—" "Tidak. Aku tidak akan pernah mau menginjakkan kakiku di tempat itu." Teresa seketika bergidik. "Aku yakin kau akan segera menarik ucapanmu itu jika sudah berada di sana." Isla menaik-turunkan alisnya. "Aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mau." Teresa tetap berada pada pendiriannya. Gadis itu tak begitu tertarik dengan hutan bernama Trollehallar itu, apalagi setelah adanya kabar simpang siur mengenai kejadian aneh yang ada di sana. *** Maria berjalan ke kamar Isla dan menemukan anak anjing semalam tengah duduk di jendela seraya menatap ke luar. "Harusnya Isla membiarkan pintu kamarnya terbuka agar kau bisa keluar," ujar wanita itu seraya mengambil piring kotor yang ada di sana. "Hei, kau tak menghabiskan makananmu?" Rhys menoleh ka arah Maria yang tengah merapikan kamar putrinya. "Aku tak pernah mengizinkan Isla memelihara hewan karena aku tak ingin melihatnya sedih ketika hewan peliharaannya pergi. Begitulah, aku melakukannya untuk kebaikan dia juga." Maria membuang napas pelan. "Ingat, jangan kau berani-berani melukai putriku." Ia memperingatkan dan kembali ke bawah. Rhys melompat dari jendela dan mengikuti Maria. Ia menuruni satu per satu anak tangga dan ia tiba di ruang tamu. Ia terkejut saat melihat sebuah benda persegi yang menampilkan orang-orang di dalamnya. Teknologi manusia macam apa itu? Kenapa orang-orang bisa berada di sana? Rhys duduk di atas karpet bulu dan memandangi benda bernama televisi itu tanpa berkedip. Ia kagum, sekaligus heran dengan otak manusia. Hal seperti itu tak pernah sekali pun ia temukan di tempat asalnya, Betelgeuse. Tidak lama kemudian Maria terlihat kembali dengan membawakan sepiring buah-buahan yang sudah dipotong. Wanita itu lalu duduk di salah satu sofa. "Kau suka menonton TV?" Rhys menoleh dengan sedikit memiringkan kepalanya. 'TV? Benda besar itu?' batinnya. "Akhir-akhir ini banyak berita kurang menyenangkan, apalagi tentang kota Angelholm, di mana di berita dikabarkan kalau banyak sesuatu yang ganjil terjadi di Trollehallar." Maria memasukkan sepotong buah pir ke dalam mulutnya. "Di antara banyaknya tempat di negeri ini, kenapa putriku malah terus-menerus pergi ke sana?" Kedua mata Maria lalu menatap ke arah Rhys yang terlihat menatapnya. "Aku tidak tahu kau ini hanya anjing biasa atau apa, tapi jika kau memang tinggal di Trollehallar, tolong jangan sakiti putriku. Kau bisa pergi dan jangan ganggu kehidupan kami, karena kami juga tak ada niatan sama sekali untuk mengganggumu." "Ah, ramalan cuaca. Katanya hari ini akan terjadi hujan lebat seperti kemarin. Aku akan menyuruh Isla agar pulang cepat." Rhys mengikuti arah pandangan Maria dan kembali menatap ke TV. Seorang pria paruh baya tengah menyampaikan sebuah berita tentang perkiraan cuaca. Sepertinya kedatangan Rhys dan juga teman-temannya cukup membawa pengaruh besar untuk cuaca yang ada di sana. Terlebih jika itu menyangkut tentang cuaca buruk, maka Rhys akan cukup menyesalinya karena ia memang tidak datang untuk itu, bahkan dirinya tak memiliki niat untuk datang ke bumi. Ia hanya ingin menghentikan niat buruk Kai, namun berakhir dengan dirinya yang terluka sampai akhirnya bertemu dengan Isla. *** Suara pintu dibuka membuat kedua mata Rhys ikut terbuka. Samar-samar ia mendengar suara khas milik Isla yang terdengar semakin mendekat. "Hujan turun begitu deras saat aku sampi di halte." Isla meletakkan sepatunya yang basah di rak. Gadis itu berlari kecil menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya. "Ibu, di mana anjing itu?" teriak Isla dari dalam kamar. "Dia di sini." Maria menjawab dengan intonasi yang cukup tinggi. Hujan di luar membuat suaranya tak terdengar dengan cukup jelas. Setelah mengganti pakaiannya, Isla segera turun ke bawah dan melihat Rhys yang tengah duduk di atas karpet bulu. Isla berdeham pelan sebelum mendudukkan tubuhnya di sebelah Rhys. "Sudah makan?" tanyanya pelan dengan pandangan lurus ke depan. "Kalau belum, makanlah. Kau kan bisa minta makan ke ibuku." Gadis itu kembali beranjak dari tempatnya dan pergi ke dapur untuk mengambil satu buah sosis. "Ini." Isla menyodorkan sosis pada Rhys yang langsung disambut dengan baik oleh lelaki itu. "Maaf, tapi untuk sementara, kau mau tidak mau harus bertahan dengan wujudmu yang ini," ujar Isla setengah berbisik. "Ini demi kebaikanmu juga, apalagi kakimu pasti masih sakit," lanjutnya. "Kenapa kau bicara dengan anjing itu?" Maria yang tiba-tiba datang membuat Isla tersentak pelan. Putrinya itu hanya menunjukan seulas cengiran. "Bagaimana sekolahmu tadi? Berjalan dengan baik? Tak ada yang membuatmu kesulitan?" tanya Maria. "Semuanya berjalan seperti biasanya." Isla menatap layar televisi yang menampilkan sebuah film aksi, sementara di sebelahnya, Rhys terlihat menikmati sosis yang baru saja diberikan oleh Isla. "Anjing itu dari tadi di sana. Kurasa dia menunggumu." Maria kembali berujar. Baik Isla maupun Rhys, keduanya sama-sama terdiam setelahnya, lalu menatap satu sama lain. "Haha. Itu tidak mungkin," ujar Isla seraya tertawa renyah. Isla berdeham pelan saat merasa suasana berubah menjadi aneh, yang mungkin tak disadari oleh ibunya sama sekali. "Jika saja aku tak ingat kalau anjing ini bisa berubah menjadi manusia, aku pasti akan langsung memindahkannya ke pangkuanku," batin Isla.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD