Dengan sekuat tenaga Isla melangkahkan kakinya melewati salju yang semakin tebal. Dengan laju yang semakin pelan, ia berhenti di belakang sebuah pohon besar dan menatap ke belakangnya.
Jika memang ada yang mengikutinya, hal itu akan sangat mudah karena Isla meninggalkan jejak kaki di sepanjang hutan.
"Apa Rhys benar-benar bisa datang menyusulku?" gumam Isla. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan kembali melangkahkan kakinya. Entah pergi ke mana dia, untuk saat ini dia harus bisa bertahan sendirian dan menghindari Kai dan juga yang lainnya.
Angin yang berembus semakin kencang dan suhu di sekitar semakin turun.
"Jika terus seperti ini, tubuhku akan mengalami hipotermia. Aku tak bisa mati begitu saja di sini tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana pun, aku harus bertahan. Rhys memerlukan bantuanku dan aku tak bisa meninggalkannya sendirian setelah yang ia lewati semua ini." Bersamaan dengan itu tubuh Isla terjatuh.
Samar-samar telinganya mendengar adanya suara yang mendekat. Isla segera mencari tempat yang aman. Gadis itu berlari sekuat mungkin dari sana namun karena salju yang tebal ia tak dapat memperhatikan langkahnya dengan benar hingga kakinya terperosok dan ia jatuh ke dalam sebuah jurang.
"Kurasa aku mendengar sesuatu," ujar seseorang.
"Langkah kakinya berhenti di sini." Kai berjongkok dan ia memperhatikan jejak kaki itu. "Tidak salah lagi, ini adalah jejak kaki manusia. Kurasa gadis itu berada di sekitar sini tadi dan jatuh ke bawah."
"Kalau begitu ayo kita periksa ke bawah." Herc langsung mencari jalan ke bawah dan Kai melakukan teleportasi.
Tao yang juga bersama mereka tampak menatap jejak kaki itu. Ia hendak melangkahkan kakinya namun berhenti saat mendengar sesuatu. Tao menatap ke arah jurang selama beberapa saat sebelum akhirnya ia menyusul Kai dan juga Herc.
Tepat tidak lama setelah kepergian ketiga orang itu, sebuah tangan muncul ke permukaan. Isla terlihat berpegangan pada sebuah akar yabg ada di sana hingga kedua telapak tangannya terluka karena ia yang berpegangan terlalu kuat.
Isla mencoba naik ke atas dengan menggunakan sisa tenaga yang ia miliki. Kai dan kedua temannya sudah pergi dan hal itu bisa ia manfaatkan untuk melarikan diri.
***
"Sial. Kenapa kau tidak menyerah juga?!" Aric mencoba bangun dari posisinya. Ia menatap Rhys yang sudah kehilangan tenaganya. Tangannya memegang kuat es yang beberapa saat lalu dilemparkan oleh Aric padanya dan kemudian ia gunakan sebagai sebuah senjata pertahanan sementara.
"Kenapa kau sangat bersikeras melindungi gadis itu? Ingat, Rhys! Kau tidak diizinkan memiliki ikatan dengan bangsa lain!" ujar Aric.
Tak ada satu pun jawaban yang keluar dari bibir Rhys. Pria itu kembali menyerang dan Aric dengan cepat menghindar namun wajahnya berhasil tergores oleh es yang berada di tangan Rhys.
Aric menatap cairan kental berwarna merah yang menetes ke atas permukaan salju yang ada di bawahnya. Pria itu mengusap salah satu pelipisnya dan menemukan sebuah luka goresan di sana. Ia lalu menatap Rhys yang berada tak jauh dari posisinya.
"Kau pikir dengan melawanku, gadis itu akan benar-benar aman? Kau salah, Rhys. Kau salah karena melepaskan gadis itu dan membiarkannya pergi sendirian. Kai dan yang lain sedang mencari gadis itu saat ini." Salah satu sudut bibir Aric naik dan membentuk sebuah seringaian. "Dan dengan salju setebal ini, dia akan bisa dengan mudah ditemukan. Tubuh manusia tak akan bisa bertahan bertahan lama di bawah suhu dingin. Kau akan tahu maksudku, Rhys. Kau pasti akan menyesal karena membiarkannya sendiri," lanjutnya.
"Sial." Rhys langsung melempar es di tangannya dan pria itu langsung berbalik untuk mengejar Isla yang mungkin sudah cukup jauh.
Tanda kristal es di salah satu punggung tangan milik Aric bersinar dan sebuah angin terbentuk tepat di belakang tubuhnya. "Kau tidak akan bisa lolos, Rhys!" Angin-angin di belakangnya membuat gerakan memutar dan menyerupai bilah-bilah pisau. Mereka langsung menggores tubuh Rhys hingga tubuh pria itu jatuh ke atas permukaan salju dengan luka di sekujur tubuhnya yang membuat hamparan salju di sekitarnya berubah menjadi merah karena bercampur dengan darahnya.
Badai salju kecil yang lain terbentuk di belakang tubuh Aric. Kedua matanya berubah menjadi merah di detik berikutnya. "Temukan gadis itu dan habisi dia tanpa ampun," titahnya. Kemudian angin-angin itu pergi dari sana setelahnya, seolah menuruti perintah dari sang tuan.
"Gadis itu membuatmu menentang kelompokmu sendiri! Dia yang menghancurkanmu!" Kedua kaki Aric berjalan menuju Rhys yang masih tersungkur di atas permukaan. "Kita tidak dianjurkan untuk saling membunuh, tapi kau sudah berkhianat, Rhys!"
"Aku tidak pernah mengkhianati kalian." Kedua tangan Rhys mengepal kuat. Rasa sakit semakin menyelimuti tubuhnya dengan darah-darah yang masih keluar dari luka yang berasal dari angin-angin milik Aric yang tadi menyerangnya.
Salah satu tangan milik Aric sudah terangkat ke udara dengan salju berwarna merah yang menggumpal di sekitar tangannya.
"Hentikan, Aric!" Seseorang berujar hingga gumpalan itu lenyap dari tangan Aric. "Kau tidak boleh membunuh Rhys di sini! Kau tidak bisa membunuhnya."
"Tapi dia adalah pengkhianat!" tukas Aric dan segera ditahan oleh Denzel sebelum pria itu kembali bertindak lebih jauh.
"Ini perintah! Raja tidak memerintahkan kita untuk membunuh satu sama lain!" Denzel segera melemparkan gumpalan air yang muncul dari tangannya tepat ke wajah Aric.
Denzel menatap Rhys selama beberapa saat sebelum akhirnya ia berujar, "Kai sudah menemukan jejak kaki milik gadis itu tapi yang kudengar kalau gadis itu masuk ke dalam sebuah jurang. Mereka sedang memeriksanya sekarang dan ia menyuruh agar kita berdua mencari keberadaannya di sekitar sana karena gadis itu pasti belum terlalu jauh."
Kalimat yang diucapkan Denzel barusan seketika membuat Rhys membelalakkan kedua matanya.
"Isla ... jatuh ke dalam jurang?" batinnya.
"Aku sudah mengirimkan sebuah badai untuk mencari keberadaan gadis itu. Gadis itu tak akan bertahan melawannya," ujar Aric. Ia dan Denzel kemudian menghilang dari sana.
Rhys mencoba bangkit dengan menahan rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Ia harus bangun atau sesuatu yang buruk benar-benar akan terjadi pada Isla. Hidup gadis itu kini benar-benar terancam.
Namun baru mencapai langkah yang kedua, tubuh Rhys sudah kembali ambruk. Pria itu kembali mencoba bangkit dengan sisa tenaga yang dia punya.
***
Isla menatap ke sekitarnya yang benar-benar sudah diselimuti oleh salju yang tebal. Pria bernama Aric itu benar-benar sengaja melakukannya untuk mempermudah pengejaran.
Tubuh Isla berhenti dan menolehkan kepalanya ke belakang saat mendengar suara seperti gemuruh yang semakin dekat. Kedua matanya lalu menangkap sebuah objek menyerupai angin yang bergerak tak wajar seperti mendekatinya.
Isla berlari sekuat tenaga dan berusaha menghindar namun angin itu bergerak sangat cepat ke arahnya, membuat gadis itu tak bisa lagi menghindar dan membiarkan tubuhnya terkoyak habis di sana dan darah mengotori salju di sekitarnya.
Di tengah kesadarannya yang menipis, Isla samar-samar melihat seseorang berdiri di bawah sebuah pohon yang ada di dekatnya dengan pandangannya yang semakin buram, sebelum akhirnya kedua matanya perlahan menutup dan semuanya berubah menjadi gelap.
—TBC