34. Pertolongan Tao

1107 Words
Isla membuka kedua matanya dan ia mendapati dirinya di sebuah ruangan. Gadis itu menatap ke sekitarnya dan mencoba bangkit dari posisinya namun seluruh tubuhnya terasa sakit, entah kenapa. Ia menatap beberapa luka yang terlihat sudah mengering di kedua tangan dan juga kakinya. "Kau sudah sadar?" ujar seseorang. Isla mencari sumber suara itu dan ia terdiam selama beberapa saat ketika menyadari kalau Tao-lah yang barusan berbicara. "Kau ... yang membawaku ke sini?" tanya Isla. "Kau tidak sadarkan diri setelah diserang oleh badai salju milik Aric," jawab Tao. Ia masih berdiri membelakangi Isla. Pria itu menatap lurus ke depan, tepat ke sebuah ladang rumput di luar sana. "Lalu Rhys? Di mana Rhys?" Isla mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan pria itu di sana namun ia tak menemukannya. "Aku tidak bertemu dengannya," ujar Tao. "Lalu kenapa kau membawaku ke sini dan tidak membunuhku saja tadi? Teman-temanmu yang lain berusaha mengejarku dan mereka semua berniat membunuhku tapi apa yang kau lakukan? Kau justru malah menolongku dan membawaku ke sini!" Isla menatap pakaian milik Rhys yang masih melekat pada dirinya, lalu gadis itu memaksakan dirinya untuk bangkit dari sana. "Luka-lukamu masih belum mengering. Kau sebaiknya berada di sini untuk sementara waktu," ujar Tao. "Kenapa aku harus menurutimu?" Dengan menahan rasa sakit di tubuhnya, Isla turun dari ranjang dan gadis itu berjalan keluar dari rumah tua itu. "Dasar keras kepala," lirih Tao. Ia lalu berbalik dan menatap Isla yang sudah berjalan keluar dari kamar, kemudian pria itu memejamkan kedua matanya. *** "Ini aneh. Harusnya gadis itu ada di sekitar sini. Aku sudah mengatur agar badai milikku bisa menemukan gadis itu dan menghabisinya di sini tapi jejak kaki gadis itu tidak terlihat lagi di sini, hanya ada bercak darah miliknya yang tertinggal." Aric berujar seraya menyentuh permukaan salju yang terkena noda merah. "Kurasa seseorang membawanya pergi." Denzel ikut berjongkok dan memperhatikan salju-salju yang ada di sana. "Siapa itu? Apa maksudmu, Rhys lebih dulu sampai di sini?" tanya Aric. Denzel menggelengkan kepalanya. "Kurasa bukan dia. Kau sendiri tahu, kan, Rhys memiliki luka-luka di permukaan tubuhnya dan kurasa itu akan menghambat gerakannya, yang artinya bukan Rhys yang membawa gadis bernama Isla itu," ujarnya. "Kita harus segera mencari keberadaan gadis itu. Aku yakin, jika dia memang terkena es milikku, dia tak akan bertahan lama dengan luka-luka di sekujur tubuhnya," ujar Aric. Ia dan Denzel lalu pergi dari sana dan melanjutkan pencarian mereka. *** Hugo menatap burung phoenix api miliknya yang tengah terbang di sekitarnya. Hingga tidak lama kemudian, burung raksasa itu turun kembali ke bawah. Hugo memicingkan kedua matanya lalu membuang napas pelan, "Dia tak menemukan keberadaan gadis itu di sini. Apa perlu kita bakar hutannya?" "Tidak usah. Aku yakin gadis itu tak akan bisa bertahan di tengah suhu dingin ini. Manusia itu mahluk yang lemah, kan. Oh, iya Aric tidak sampai membunuh Rhys, kan? Kita akan memerlukannya nanti," ujar Kai. Hugo menggelengkan kepalanya pelan, "dia tak sampai membunuhnya, tapi kurasa jika Denzel tidak datang atau telat pergi menemuinya, kurasa nyawa Rhys mungkin sudah melayang sekarang. Dia memang agak ceroboh dan tak bisa mengendalikan emosinya," ujarnya dan burung phoenix api miliknya pun segera lenyap di detik berikutnya. "Sekarang kita harus pergi ke bagian timur dan memastikan salju-salju di sana masih turun. Para manusia mulai dilanda panik karena gurun-gurun itu secara mendadak diselimuti salju yang begitu tebal dan seolah tak akan pernah berhenti turun." Kai langsung berteleportasi dari sana, lalu disusul oleh Hugo. Tidak lama setelahnya, Isla muncul dari balik semak dan gadis itu menatap ke arah Kai dan Hugo pergi. Suhu tubuhnya semakin turun dan itu membuat kedua kaki dan tangannya bergetar karena menahan dingin, namun ia masih bisa menahannya berkat baju yang diberikan oleh Rhys padanya. "Sekarang di mana Rhys? Harusnya aku tidak meninggalkannya seperti ini. Dia pasti terluka," lirih Isla. Dengan sedikit pincang akhirnya gadis itu melanjutkan kembali langkahnya dan melanjutkan pencarian Rhys. Sementara itu di tempat lain, seseorang terlihat tergeletak tak berdaya dengan salju-salju yang mulai menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Kedua matanya yang mulai terasa berat itu menatap langit yang dihiasi oleh warna jingga kemerahan. Semilir angin yang melewatinya terasa semakin menusuk ke tulang. "Apa aku akan mati di sini?" batin Rhys. Kepalanya terasa semakin berdenyut dan rasa sakit yang menyerang seluruh badannya tak berkurang sama sekali, namun ia sudah tak sanggup menggerakkan tubuhnya atau sekadar bangkit dari posisinya. Salah satu tangan Rhys perlahan terangkat ke udara, bersamaan dengan kesadaraannya yang semakin tipis. *** Bel jam pertama sudah berbunyi beberapa saat yang lalu namun salah satu bangku yang berada di dekat Teresa bahkan terlihat masih kosong. Gadis itu lalu berinisiatif menelepon Isla namun tak ada satu pun panggilannya yang diangkat, bahkan pesannya tak ada yang dibaca sama sekali. Hal itu membuat perasaannya mendadak tak nyaman dan berpikir yang tidak-tidak. "Astaga, pergi ke mana dia? Apa dia tidak berangkat? Apa mungkin Isla sedang tidak enak badan? Tapi dia tidak menghubungiku sama sekali sejak semalam," gumam Teresa. Ia kembali mencoba menelepon Isla namun panggilannya masih tak dijawab sama sekali. Hingga akhirnya seorang guru masuk ke dalam kelasnya, hingga ia pun mau tidak mau memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Teresa menatap bangku milik Isla yang masih kosong. Tak biasanya Isla begini. Gadis itu pasti akan memberitahunya jika ia tak bisa berangkat ke sekolah ataupun jika sesuatu terjadi. Tapi pagi ini, terasa agak berbeda karena Isla bahkan mendadak sulit dihubungi walau pun ponselnya aktif. Pelajaran pertama dimulai tidak lama setelahnya. Dan saat absensi, absen milik Isla terpaksa ditulis tanpa keterangan karena tak ada satu pun yang tahu ke mana sebenarnya gadis itu pergi hingga tak bisa berangkat ke sekolah. *** Isla mulai terbatuk dan kedua kaki gadis itu mulai tak bisa menopang bobot tubuhnya hingga ia beberapa kali limbung namun gadis itu berkali-kali bangkit dan memaksa agar kedua kakinya terus bergerak mencari keberadaan Rhys sebelum Kai dan juga yang lainnya melakukan sesuatu yang lebih mengerikan kepada pria itu. Tidak jauh dari posisinya, seseorang secara diam-diam mengikuti langkah Isla tanpa gadis itu sadari. Ia menatap Isla yang bersusah payah melangkahkan kedua kakinya demi menemukan keberadaan Rhys dan justru mengabaikan kondisinya sendiri, padahal Isla dalam keadaaj terluka dan gadis itu pasti menahan rasa sakit sedari tadi. Di saat yang bersamaan, Isla tersandung sebuah akar pohon hingga tubuhnya kembali limbung, namun sesuatu terjadi tepat sebelum gadis itu benar-benar terjatuh ke permukaan tanah. Gerakan salju-salju yang jatuh di sekitarnya mendadak pelan persis seperti di film-film. Bahkan helaian rambut Isla bergerak perlahan seolah tengah menari satu sama lain. Tidak lama setelahnya, sesosok tangan melingkari pinggang ramping milik Isla sebelum gadis itu benar-benar terjatuh. "Padahal kau sendiri juga terluka." Tao menatap baju yang dikenakan oleh Isla. Baju yang dikenakan gadis itu tidak lain adalah milik Rhys. "Sepeduli itu Rhys padamu," ujarnya kemudian. —TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD