51. Rahasia

1563 Words
Isla menguap setelah sesaat ia selesai makan bersama dengan Tao dan juga Rhys. Di sebelahnya, Rhys yang tengah masih memakan potongan ayam yang terakhir itu pun melirik Isla yang duduk di sebelahnya. "Kau benar-benar kekenyangan, ya, sekarang? Padahal beberapa jam yang lalu kau masih merengek-rengek karena merasa lapar," ujarnya. "Diamlah. Rasanya aku mengantuk." Isla kembali menguap. Gadis itu berusaha sekuat tenaga menahan kedua kelopak matanya agar tetap terbuka dengan sempurna walaupun ia beberapa kali menguap saat rasa kantuk itu semakin datang menghampirinya. "Apa menurut kalian berdua, Kai dan juga yang lainnya tak akan ke sini dalam waktu dekat?" ujar gadis itu. "Kurasa tidak. Pertarungan kemarin benar-benar menguras energi yang cukup besar dan sepertinya jika energi Kai memang sudah kembali, kurasa kemungkinan besar ia akan memfokuskan dirinya dan juga yang lainnya untuk melakukan hal lain," ujar Tao. Pria itu kemudian menatap ke arah langit yang sudah dihiasi oleh rona berwarna jingga kemerahan. "Bukankah ... gerhana matahari akan terjadi dalam waktu sebentar lagi?" ujarnya kemudian. Rhys yang baru saja menyelesaikan kegiatan makannya itu langsung menatap ke arah Tao yang terlihat masih menatap ke arah langit di atas sana. "Ah benarkah? Aku tidak tahu soal itu," ujar Isla. "Kau benar-benar tahu banyak, ya, hehe," lanjutnya kemudian gadis itu tertawa pelan. Sementara itu, Rhys yang biasanya mengoceh pun mendadak diam, entah kenapa. "Apa ... rencanamu saat gerhana itu terjadi?" tanyanya kemudian seraya menolehkan kepalanya pada Tao yang masih menatap ke atas langit sana. Tao tak mengatakan apa-apa sebagai jawaban. Pria itu seolah tengah bergelut dengan sesuatu di dalam pikirannya sendiri, namun bedanya ekspresi pria itu tetap terlihat begitu tenang seolah tak ada sedikit pun beban di dalam kepalanya. "Tunggu, memangnya ... Apa yang akan terjadi saat gerhana matahari terjadi nanti?" Isla menatap Rhys dan Tao secara bergantian, namun tak ada salah satu pun di antara keduanya yang seolah berniat menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir Isla. *** "Beberapa pohon yang berada di hutan bagian selatan Angelholm dilaporkan seperti ditebas oleh sesuatu dalam posisi horizontal. Karena jarak dari hutan itu dengan pemukiman cukup jauh, jadi tak ada seorang pun yang tahu dari masyarakat itu karena memang mereka hampir tak pernah memasuki kawasan hutan itu." Maria berkedip menatap berita yang tengah ditayangkan di layar televisi itu. "Itu pasti bukan ulah manusia biasa," ujar wanita itu dengan mulut yang sibuk mengunyah camilan yang terbuat dari kentang yang ia beli dari supermarket beberapa jam yang lalu sebelum mengantar Rhys pergi membeli ayam goreng di salah satu toko langganannya yang ada di sana. "Kemungkinan besar, itu ulah dari musuh-musuh Kai yang pernah menyerang rumahku waktu itu." Maria kembali berujar. Ia jadi kembali mengkhawatirkan Isla. Apakah gadis itu memang baik-baik saja? Sedang apa dia sekarang?" Kedua mata milik Maria lalu menatap ke arah beberapa foto yang terpanjang di salah satu peemukaan dinding yang ada di ruang tamu yang ada di rumahnya. Wanita itu menatap foto Isla yang ada di sana. Di mana putri semata wayangnya itu tumbuh menjadi gadis yang baik. Melalui beberapa potret milik Isla yang terpajang di sana, Maria benar-benar bersyukur karena ia bisa membesarkan Isla dengan sangat baik. Ia merasa semua yang telah ia lakukan dengan susah payah itu pun menjadi tak sia-sia. Kedua mata milik wanita itu lalu menatap sesosok pria yang juga ada di dalam bingkai foto itu. Pria yang selalu menemaninya di saat suka dan duka, mengulurkan tangan dan membantunya berdiri setiap kali dirinya terjatuh, menemaninya ketika ia sedang sendirian, lalu menyediakan pundak setiap kali ia merasa memerlukan tempat untuk bersandar dan juga untuk melepaskan semua keluh kesahnya. Maria juga benar-benar merasa begitu bersyukur karena Tuhan Yang Maha Baik Hati itu telah mempertemukannya dengan sesosok pria yang murah hati dan selalu memperlakukan dirinya dengan begitu baik hingga keluarga kecil mereka pada akhirnya dikaruniai seorang putri kecil yang begitu cantik yang pada akhirnya diberi nama dengan nama yang juga tak kalah cantik yang tidak lain adalah Isla. Namun di tengah kebahagiaan di antara keluarga kecil yang baru saja merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Ternyata Tuhan memiliki rencana lain. Maria kehilangan sang suami saat putri semata wayahnya menginjak usia tujuh tahun dan saat itu ia dan juga Isla benar-benar terpukul. Tak pernah sekali pun ia dan juga Isla akan membayangkan kalau mereka akan mendapatkan berita duka yang begitu menyakitkan seperti itu. Maria tak menyangka kalau ia akan kehilangan suami tercintanya dalam sebuah kecelakaan. Tanpa sadar, setetes cairan bening jatuh ke permukaan salah satu pipi Maria dan wanita itu langsung menghapus air matanya dengan menggunakan salah satu punggung tangannya. Mengingat masa-masa yang telah lalu membuatnya sering kali mendapatkan perasaan sedih kembali namun Maria harus tetap kuat dengan apa yang ia jalani dalam kehidupannya kini dan ia sama sekali tak boleh terlihat menjadi wanita yang begitu cengeng, apalagi jika sedang di depan putri semata wayangnya. Isla sama sekali tak pernah bisa kuat ketika melihat sang ibu merasa sedih atau bahkan melihat sang ibu tercintanya sampai benar-benar meneteskan air matanya dan membentuk beberapa aliran anak sungai di permukaan kedua pipinya. Maria kembali mengusap kembali permukaan kedua pipinya dengan menggunakan tangan. Hanya terdengar suara televisi di rumahnya karena dia memang sendirian di rumahnya saat ini hingga tak ada lagi obrolan ringan yang membuat suasana di rumahnya menjadi ramai. Maria terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya ia membuang napasnya pelan dan membuang pandangan kedua matanya ke luar rumahnya, ia menatap langit yang sudah hampir gelap itu. "Tolong lindungi selalu putri kita," batin Maria. Wanita itu masih selalu percaya dan yakin, walaupun tubuh suaminya sudah pergi dan tak ada lagi di dekatnya, namun ia masih begitu menaruh percaya pada pria itu kalau pria itu masih berada di dekat mereka bahkan hingga detik ini, dan juga sang suaminya itu selalu melindunginya walaupun dari kehidupan yang sudah berbeda. *** Kedua mata milik Isla terbuka. Hari masih gelap yang kemungkinan hari masih tengah malam. Ia menatap ke depannya dan melihat Rhys dan Tao yang masih tertidur pulas. Isla melemparkan beberapa kayu yang kering ke dalam api unggun yang mereka bertiga buat sebagai bentuk perlindungan dari binatang-binatang buas yang ada di sana dan juga memungkin mereka akan mendapat serangan secara tiba-tiba apalagi saat sedang tertidur dan hal itu sangatlah berbahaya karena benar-benar bisa mengancam nyawa mereka karena begitu berbahaya. Isla cukup sekali terbangun dari tidurnya saat malam hari di tengah mimpinya. Yah, walaupun gadis itu tak tahu ia sedang memimpikan apa. "Apa kau terbangun, Isla?" ujar Rhys yang juga ikut terbangun dari tidurnya. Pria itu kemudian mendudukkan tubuhnya lalu menguap. "Apa aku membangunkanmu? Maaf." Isla berujar. "Tidak juga. Mungkin aku memang sudah seharusnya terbangun saat ini. Kenapa kau tidak melanjutkan tidurmu lagi? Ini masih malam dan kau harusnya tidur kembali, Isla. Besok kita harus mencari tempat setidaknya untuk berlindung, setidaknya dari panas dan juga udara yang dingin," ujar Rhys. "Apakah itu artinya kalau kita akan pergi meninggalkan semua lavender-lavender ini?" ujar Isla setelahnya. Ia tampak begitu agak kecewa saat Rhys menyebut kalau mereka mau tidak mau harus bergerak dari sana sebelum sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Padahal Isla masih betah berada di sana dengan arom-aroma lavender yang begitu menenangkan dan selalu bisa membuatnya merasa lebih baik dan bisa dengan mudah membantunya melupakan beberapa masalah hidupnya walaupun itu hanyalah dalam waktu yang negitu singkat dan juga sementara. "Kau mungkin akan segera menemukan lavender yang lain di tempat lain di tengah perjalanan kita, Isla. Ingat, urusan kita belum selesai. Aku juga meminta maaf karena malah benar-benar melibatkanmu dalam semua ini," ujar Rhys dengan raut wajah yang perlahan berubah. Pria itu mendadak menjadi sedih, dan rasa bersalah dan juga menyesal cukup terlihat dengan jelas di sana. "Ah, ya ampun, kau mulai lagi. Sudahlah, Rhys. Tak apa-apa, semuanya sudah terlanjur terjadi dan kau juga tak ada gunanya meminta maaf secara terus-menerus padaku. Aku juga sama sekali tak bermaksud menyalahkanmu selama ini dan lagi pula tanpa kau meminta maaf pun, aku juga memaafkanmu. Yah, mau bagaimana lagi. Mungkin memang sudah harusnya terjadi hal yang seperti ini, kan?" Isla terkikih pelan dan kemudian gadis itu tersenyum lebar. Rhys kembali dibuat terdiam setelahnya. Ia benar-benar tak paham dengan apa yang ada di dalam kepala gadis itu. Kenapa bisa-bisanya gadis itu tak marah sama sekali padanya atau bahkan berniat menyalahkannya saja sepertinya gadis itu tidak bisa? Kedua mata Rhys menatap Isla yang terlihat tak menunjukkan adanya kebohongan sama sekali. Bahkan lelaki itu juga mendapati kedua mata Isla yang jernih masih terlihat begitu teduh, tanda adanya keredupan sama sekali yang berarti kalau gadis itu memang tak sedang berbohong padanya dan gadis itu memang mengatakan jujur dan juga apa adanya. *** Kedua kaki milik Teresa berjalan memasuki lobi sekolahnya. Gadis itu menatap ke belakang, lebih tepatnya ke arah gerbang yang masih terbuka di belakang sana. Ia berharap sekali kalau seseorang akan muncul secara tiba-tiba dan kemudian berlarian padanya, dan sampai akhirnya merangkul bahunya dan mereka pun berjalan memasuki lobi secara bersamaan. "Ah, aku benar-benar merindukan Isla. Ada di mana sebenarnya sekarang dia itu? Apa saat ini gadis itu benar-benar dalam keadaan yang baik-baik saja? Tapi tulisan tangan yang waktu itu memang benar-benar tulisan tangan milik Isla," ujar Teresa dari dalam hatinya. Gadis itu kemudian membuang napas sesaat setelahnya dan kedua kakinya kembali bergerak memasuki lobi sekolahnya bersama dengan murid-murid yang lain. Bagian sekolahnya yang rusak itu masih dalam tahap perbaikan oleh pihak sekolah. Karena kerusakannya cukup parah, kemungkinan masa perbaikan itu akan memakan waktu yang cukup lama nantinya dan Teresa kembali berharap kalau Isla benar-benar akan kembali ke sana bahkan sebelum bagian-bagian yang rusak itu benr-benar selesai diperbaiki. —TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD