"Namaku Isla. Kau ... siapa?"
"Namaku Teresa." Seorang gadis yang memakai bando di kepalanya itu menjawab seraya masih terisak pelan.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau satu kelas denganku, kan? Ini hari pertama ke sekolah lantas apa yang kau lakukan di sini?" tanya Isla. Gadis itu mendudukkan tubuhnya di ayunan yang satu lagi, yang berada di sebelah ayunan yang gadis bernama Teresa itu duduki.
"Aku ... tidak mau sekolah di sini. Aku ingin sekolah di SMA pilihanku sendiri," ujar Teresa dengan kepala yang masih menunduk. Gadis itu terlihat begitu sedih dan benar-benar kehilangan semangatnya.
"SMA pilihanmu?"
Teresa mengangguk. "Hm. Dulu sebelum kelulusan SMP, aku dan semua teman-temanku berencana untuk masuk ke SMA yang sama tapi ternyata setelah kelulusan itu terjadi, keluargaku pindah rumah ke kota ini dan aku mau tidak mau harus bersekolah di sini dan berpisah dengan teman-temanku," ujarnya dengan nada yang begitu sedih.
"Ah, begitu, ya. Tapi ... menurutku itu bukam hal yang terlalu buruk kok. Kau masih bisa menghubungi semua teman-teman lamamu dan kau juga masih bisa bertemu dengan mereka sesekali, kan, kurasa itu bukan ide yang buruk karena kau masih bisa menjadi bagian dari mereka walaupun saat ini kalian sedang saling berjauhan. Lagi pula ini hanya masalah jarak, jadi tak ada yang perlu kau khawatirkan seperti itu selama semua temanmu juga selalu ada bersamamu," jelas Isla.
Teresa perlahan mengangkat wajahnya dan gadis itu menatap gadis yang bernama Isla itu yang kini tengah tersenyum padanya.
"Dan lagi, Teresa, tidak terlalu buruk juga kan, pindah sekolah. Kau akan mendapatkan banyak teman-teman baru di sini dan teman-temanmu akan bertambah banyak. Bukankah itu menyenangkan? Semua orang pasti akan mengalami hal yang baru. Itu benar-benar alami. Jika selalu bertahan dengan masa lalumu, kau akan kesulitan berjalan ke depan dan kau juga akan kesulitan untuk bergerak maju. Jadi bersemangatlah. Semua teman-temanmu yang ada di sana juga pasti akan mengalami hal yang sama walau mereka tak pindah rumah. Mereka pasti akan menemukan teman-teman yang juga baru dan mereka juga mau tidak mau harus menjalani kehidupan mereka yang baru, di sekolah yang juga baru, tentu saja dan itu alami. Hidup memang seperti itu. Jadi bersemangatlah." Isla tersenyum lebar ada Teresa, membuat gadis yang bernama Teresa itu menatap kedua matanya.
"Kau ... baik sekali," lirih Teresa hampir tak terdengar.
"Oh iya. Ini sudah siang, ya ampun. Ayo kita harus segera berangkat sebelum gerbangnya ditutup. Kudengar penjaga sekolah di sana sangat galak!" Kedua mata Isla melotot dan gadis itu segera menarik salah satu pergelangan tangan milik Teresa dan mereka berdua berlari dari sana.
Teresa menatap tangan Isla yang memeganginya. Beberapa saat setelahnya, gadis itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga benar-benar membentuk seulas senyuman.
Dan sejak hari itu, ia dan Isla menjadi semakin dekat hingga mereka benar-benar menjalin hubungan yang begitu baik. Isla memiliki pribadi yang begitu menyenangkan walau terkadang gadis itu bisa bertindak konyol dan juga ceroboh, tapi Teresa bisa mengimbanginya. Ia benar-benar menikmati setiap waktu kebersamaannya saat bersama dengan Isla.
Mereka berdua sesekali pergi bersama saat ada waktu luang. Pergi menonton, pergi ke kafe, ke perpustakaan kota, atau bahkan sekadar membeli es krim bersama saat pulang sekolah.
Itu adalah hubungan yang menyenangkan. Di mana meskipun kau memiliki teman baik yang jumlahnya sedikit, tapi mereka selalu ada untukmu ketika kau mengalami masa kesulitan dan tak pernah meninggalkanmu sendirian dan tanpa ragu mengulurkan tangan untuk membantumu bangun dari keterpurukan.
***
"Rhys, aku merasa ada sesuatu yang kuat yang berasal tak jauh dari sini," ujar Isla yang berada di dalam gendongan Rhys.
"Kau juga merasakannya?" tanya Rhys.
Kepala Isla mengangguk. "Hm. Itu seperti ... entahlah, kurasa hawa keberadaannya seperti kekuatan yang dimiliki oleh Aric dan ... " Isla menggantungkan kalimatnya dan gadis itu mencoba berpikir untuk mengingat-ingat sesuatu.
"Ah, si pengguna air itu, emmm ... Siapa namanya? Aku lupa," lanjut gadis itu.
Kedua alis milik Rhys saling bertaut. Ia dan Tao berpandangan selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "maksudmu Denzel?"
"Nah, iya, dia. Hawa yang aku rasakan seperti kehadiran Aric dan Denzel itu dan itu terasa cukup kuat. Apa mereka sedang melakukan sesuatu?"
"Kurasa di sekitar sini ada lautan. Mereka pasti kembali membawa unsur-unsur yang ada di sini untuk dipindahkan ke Betelgeuse," ujar Tao.
Kedua mata Isla mengerjap. "Tapi ... bukankah unsur-unsur yang ada di bumi itu sudah tercampur dengan unsur lain? Dan lagi pula bumi memiliki atmosfer sebagai pelindung alami. Apakah hal itu tak akan membakar unsur -unsur yang mereka bawa ke atas sana? Bagaimana caranya mereka melakukan itu?" ujarnya.
"Kurasa Denzel bisa saja memurnikannya, Isla." Rhys berujar. "Sejak dulu, ayahnya merupakan bagian dari kaki tangan raja dan dia adalah sosok yang benar-benar bisa diandalkan dengan kemampuannya yang begitu hebat. Denzel berlatih bersama dengan ayahnya, jadi dia juga pasti tak kalah hebat dari ayahnya itu."
"Wah, keren sekali. Tapi, yang kulihat selama beberapa kali, Denzel memiliki kepribadian yang tenang dan memang seperti air. Berbeda dengan pengguna kristal es yang banyak bicara dan cerewet itu. Tapi, mereka sepertinya cukup sering masuk ke dalam satu tim walaupun sifat mereka berdua saling bertolak belakang seperti itu." Isla kembali berujar. "Dia kan pengguna air, jadi, apakah dia itu bisa berjalan di atas permukaan air, Rhys?" tanya Isla.
Rhys dan Tao kembali menatap satu sama lain dan Rhys pun tertawa pelan sebelum akhirnya berkata, "kau pasti sedang bercanda. Tentu saja dia bisa, karena dia kan memang pengendali air. Dia bahkan bisa bertahan di dalam air tanpa harus kesulitan bernapas karena dia bisa memurnikan oksigen di sekitarnya hingga Denzel bisa bernapas di dalam sana," ujarnya.
"Walaupun kekuatan utamanya adalah air, tapi Denzel adalah tipe penyerang jarak jauh yang tangguh." Tao berujar.
"Pasti akan sulit mengalahkannya," ujar Isla. Dan gadis itu baru menyadari kalau Denzel memang jarang sekali turun untuk menyerang. Ia lebih sering menggunakan kekuatan fisik jika dibandingkan dengan melawan menggunakan air yang menjadi kekuatan utamanya.
"Berhenti!" Tiba-tiba Tao berujar hingga langkah Rhys pun refleks berhenti.
"Ada apa?" tanya Rhys.
"Tunggu, Rhys. Kurasa aku juga merasakan sesuatu." Isla mengerutkan dahinya dan menatap ke sekitar.
"Di belakang! Menghindar!" teriak gadis itu.
Tao dan Rhys refleks saling menjauh dan tepat bersamaan dengan itu, beberapa buah kristal es menancap ke permukaan tanah sebelum akhirnya mencair dalam waktu yang singkat.
"Wah, kau bisa menyadari keberadaanku dengan mudah dan cepat bahkan ketika Tao dan juga Rhys belum menyadarinya," ujar Aric di depan sana.
Rhys melirik Isla yang berada di punggungnya dan pria itu langsung memasang ancang-ancang, bersiap jika Aric secara tiba-tiba akan menyerangnya.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" ujar Tao.
"Aku? Bukankah seharusnya aku yang bertanya pada kalian bertiga?" Aric menatap ketiga orang di depannya secara bergantian. Tanda yang ada di salah satu punggung tangannya pun perlahan kembali bersinar.
Tao dan Rhys menghindar di waktu yang tepat sebelum beberapa kristal es itu mengenai mereka berdua.
"Kau tak apa, Isla?" tanya Rhys pada Isla yang masih berada di belakangnya.
"I-iya, aku baik-baik saja, Rhys," ujar Isla.
"Kalian pergilah lebih dulu. Biar aku yang akan mengatasi ini," ujar Tao. Sebuah tongkat langsung meluncur bebas dari balik salah satu lengan bajunya.
"Tapi-"
"Cepat!"
Rhys segera membawa Isla pergi dari sana. Kemudian beberapa kristal es terlihat dilemparkan dengan begitu cepat ke arah Rhys dan juga Isla namun Tao dengan cepat menangkisnya dengan menggunakan tongkat miliknya.
"Kita akan menemukan Denzel, Isla. Jadi berhati-hatilah karena dia adalah tipe penyerang jarak jauh yang lebih menyulitkan dari pada Kai," ujar Rhys." Ia dan Isla tiba di salah satu tebih yang cukup tinggi dan hingga mereka bisa melihat hamparan air berwarna biru yang sudah cukup dekat.
"Rhys! Lihat itu!" tunjuk Isla ke salah satu arah.
Rhys segera mengikuti arah yang Isla tunjukkan dan ia melihat sebuah pusaran air, es, dan juga angin yang menyatu.
"Ini tidak bagus. Kita harus segera ke sana. Berpegangan yang kuat!" Rhys segera berlari dengan cepat melewati tebing yang menurun itu dengan begitu cepat, membuat Isla yang berada di belakangnya itu memejamkan kedua matanya rapat dengan sambil berpegangan di kedua bahu kokoh milik Rhys.
"Aku bisa merasakannya! Kekuatan itu terasa semakin besar!" ujar Isla tanpa membuka kedua matanya.
Kedua alis milik Rhys saling bertaut dan pria itu mengerutkan dahi, seraya melirik pelan Isla yang berada di dalam gendongannya di belakang.
"Kenapa Isla semakin hari semakin bisa merasakan masing-masing dari kekuatan kami?" batin pria itu di dalam hati. "Apakah ini karena buku yang Tao segel di dalamnya? Sebenarnya buku apa itu? Apa yang dimaksud Tao? Sesuatu yang besar pasti tersembunyi di dalam sana dan kurasa itu adalah satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini. Tao juga tak akan secara asal-asalan menyegel buku itu di dalam tubuh Isla, kan? Dia pasti merencanakan sesuatu untuk mengakhiri semua."
"Aku sudah bisa melihat pusaran air itu, Rhys!" ujar Isla hingga membuat Rhys tersadar dari lamunannya. Ia segera mempercepat langkah kakinya menuju ke arah yang ditunjukkan Isla tadi. Kemungkinan besar Denzel ada di sana, dan ia harus benar-benar berhati-hati dalam menghadapinya.
Kedua mata Isla membulat saat sudah benar-benar melihat pusaran air besar itu dalam jarak yang dekat. Angin yang bertiup sangat kuat itu membuat pepohonan yang ada di sana bergerak tak keruan seolah hampir tercabut hingga ke akarnya, namun beruntung karena hal mengerikan itu tak benar-benar terjadi.
Isla mendongakkan kepalanya dan melihat sesuatu yang berterbangan ke langit yang mungkin memang tak bisa dilihat oleh mata manusia biasa. Itu ...
Isla mengingatnya. Denzel memang mencoba menyerap unsur-unsur alam yang terdapat di sana dan membawanya melewati langit hingga ke atmosfer bumi sebelum akhirnya benar-benar pergi ke Betelgeuse yang jaraknya sangat jauh itu.
"Kurasa tadi Aric berkata kalau dia akan mengatasi kalian." Seseorang berujar.
Isla dan Rhys mengedarkan pandangannya ke sekitar namun mereka tak menemukan siapapun di sana.
"Rhys, di atas!" teriak Isla cepat.
Dari atas sana Denzel terlihat sudah bersiap menyerang mereka berdua dengan tinju yang begitu kuat dengan energi besar yang tersimpan di dalamnya. Untuk menghindari efek yang lebih parah, Isla memutuskan ia turun dari gendongan Rhys dan mereka berdua melompat ke arah yang berlawanan tepat sebelum tinju milik Denzel sampai benar-benar menyentuh tubuh mereka.
Dan tepat di saat itulah permukaan tanah yang mendapatkan tinju dari Denzel itu pun mengalami retak dan juga agak hancur di beberapa bagian yang ada di sekitarnya.
Isla menatap tanah yang hancur itu dengan begitu ngeri, membayangkan jika tadi dia dan Rhys terlambat, maka tinju milik Denzel akan mengenai tubuh ia dan Rhys dan lebih parahnya lagi hal itu akan mematahkan tulang-tulangnya nanti.
"Isla, kau baik-baik saja?" tanya Rhys.
"I-iya, aku baik-baik saja!" ujar Isla kemudian kembali memfokuskan pandangannya pada Denzel.
"Kurasa gadis itu benar-benar sudah terbiasa, ya. Refleksmu itu kurasa semakin hari semakin bagus dan kau juga semakin peka untuk menyadari keberadaan masing-masing dari kekuatan kami. Dan biar kutebak, kau ... pasti bisa melihat segelku yang berada di atas sana, kan?" Denzel kemudian menatap Isla.
Isla langsung melirik sesuatu yang berada di atas sana dan gadis itu seketika langsung menelan ludah. Beberapa kali terlibat bersama orang-orang dari Betelgeuse itu sepertinya membuat kondisi tubuhnya juga terpengaruh.
Salah satu sudut bibir Denzel naik ke atas dan pria itu kemudian tersenyum miring ke arah Isla. "Sudah kuduga." Ia dengan cepat melesat ke hadapan Isla.
Namun Isla mengeluarkan sesuatu dari balik pakaian milik Rhys yang ia kenakan. Sebuah kunai yang sama dengan milik Kai ia gunakan sebagai bentuk senjata untuk pertahanan diri. Gadis itu sudah hampir berhasil mengenai Denzel namun pria itu justru dengan cepat memundurkan kembali tubuhnya ke belakang dan langsung berbalik menyerang Rhys di saat yang bersamaan ketika pria itu menyerangnya.
"Aku tidak tahu kalau kau akan memberikan gadis itu sesuatu sebagai pertahanan dirinya. Hei, Nona. Kau tidak akan bisa menggunakannya jika kau bahkan masih bergetar saat memegangnya," ujar Denzel seraya tersenyum miring.
Rhys langsung menatap Isla dan wajah gadis itu sudah terlihat memucat dengan tangan yang memegang kunai pemberiannya.
"Sial." Rhys langsung bergerak dengan cepat menghampiri Isla yang sudah hampir kehilangan tenaganya di sana.
"Kau tak apa?" tanya Rhys cemas. Isla masih belum terbiasa menggunakan itu dan gadis itu pasti mengalami shock di mana ia sebelumnya tak pernah menyakiti orang lain dengan menggunakan benda tajam.
"Kau bisa melakukannya, Isla. Kau bisa!" ujar Rhys. Ia berusaha meyakinkan agar Isla kembali mengumpulkan keberaniannya dan bisa membantunya untuk melawan Denzel.
"Itu tak ada gunanya sama sekali!" Denzel kembali menyerang Rhys dan Isla namun dengan cepat Rhys segera membawa Isla menjauh dari sana.
-TBC