48. Pohon Kehidupan

3003 Words
Telah dipilih dua belas orang sebagai para pelindung Betelgeuse dari segala ancaman baik itu berasal dari faktor luar atau pun dalam. Ke dua belas para prajurit itu memiliki masing-masing dengan kekuatan yang berbeda-beda, namun tugas mereka adalah sama. Selain bertarung sendirian, mereka juga harus dituntut mampu bekerja sama dalam tim karena itulah yang terpenting. Memanglah benar adanya, kalau setiap bintang memiliki sebuah reaksi fusi nuklir yang berada di dalam intinya dan reaksi fusi nuklir itu sendiri akan berlangsung selama jutaan, milyaran tahun atau bahkan lebih dari itu selama kandungan dari hidrogen dan helium yang merupakan salah beberapa komponen penting itu masih ada. Jika unsur-unsur yang membangun reaksi fusi nuklir itu menipis, maka hal itu juga akan mempengaruhi terhadap bintangnya. Para manusia meneliti setiap bintang dan benda-benda angkasa lainnya kurang lebih seperti itu. Namun di Betelgeuse, reaksi fusi nuklir itu tak berarti apa-apa dan belum ada apa-apanya dari pada kehidupan di dalamnya. Sinar yang dipancarkan oleh Betelgeuse akan terus bertahan selama semua penghuni Betelgeuse tetap bersatu dan bersama-sama. Dan hal itu akan berbanding terbalik jika terjadi yang sebaliknya. Jika saja semua penghuni Betelgeuse saling berperang satu sama lain dan semakin terpecah belah menjadi beberapa bagian apalagi jika bahkan sampai adanya pertumpahan darah, maka Betelgeuse akan memudar dari waktu ke waktu secara perlahan dan hal itulah yang paling sulit untuk dilakukannya perbaikan, entah sehebat apapun caranya. Karena hanya dengan cara bekerja sama dan menyatukan kekuatanlah yang akan membuat Betelgeuse bisa kembali bertahan, di samping dari kehidupannya yang bergantung pada reaksi fusi nuklir. "Tao, dengan teknik segel yang sudah kau sempurnakan, dengan ini aku menaruh kepercayaan padamu untuk menyimpan dan menyegel buku peninggalan para leluhur Betelgeuse ini di dalam dirimu. Buatlah ruang di sana dan pastikan tak ada satu pun yang bisa menggapainya. Segelmu akan sangat kuat dan kau bisa memasang para panah-panah api di sekitarnya. Anak-anak panah itu akan secara otomatis menyerang siapa saja yang berani memasuki atau pun berniat menyentuh segel itu secara paksa bahkan ketika kau sedang tak sadarkan diri." Seorang pria tua berjanggut putih dengan sebuah mahkota di kepala itu berujar dengan kedua mata yang menatap penuh pada Tao. Pria tua itu seolah menyampaikan berbagai harapannya pada pemuda itu. "Aku tahu ini sulit dan juga sangat berisiko, tapi aku hanya bisa mempercayakan ini semua padamu. Aku yakin kalau kau bisa melakukan ini dengan sangat baik, bahkan hingga aku sudah tidak ada nanti." Sang raja kembali berujar. Tao menerima sebuah buku tua tebal berwarna coklat tua yang diberikan oleh rajanya. Mulai hari ini, pria itu akan menjadi wadah pagi salah satu harta berharga milik Betelgeuse dan ia benar-benar harus menjaganya agar tak jatuh ke tangan yang salah. "Di dalamnya, ada sebuah halaman kosong yang berisi tentang pohon kehidupan." Kedua alis Tao bertaut. Pria itu kembali menatap sang raja. "Pohon kehidupan? Apa itu, Yang Mulia?" "Sebuah pohon kehidupan tertanam jauh di dalam inti Betelgeuse. Pohon itu menyimpan kekuatan yang begitu besar di dalamnya dan bisa memusnahkan Betelgeuse dalam waktu yang begitu singkat hingga orang-orang tak akan memiliki kesempatan untuk melarikan diri dan menyelamatkan diri mereka serta keluarganya. Semua halaman di dalam buku itu kosong di dalamnya, dan hanya seseorang dengan hati yang bersih yang bisa melihatnya, termasuk halaman yang berisi tentang pohon kehidupan itu sendiri. Pohon kehidupan akan membuat setiap orang menjadi buta karena gila kekuasaan dan juga kekuatan, karena itu para leluhur sengaja memasangkan sebuah penghalang di dalamnya agar tak sembarang orang bisa membacanya. Ketika Betelgeuse di ambang kematian dengan berbagai perang darah terjadi, pohon kehidupan bisa dibangkitkan kembali dan semua kekuatan jahat akan langsung dimurnikan oleh pohon kehidupan." Tao menatap sampul buku itu. Selama ini ia tak pernah sekali pun mendengar tentang pohon kehidupan itu sendiri. "Jangan pernah termakan oleh sebuah niat jahat entah sekecil apapun itu yang menghampiri dirimu. Dan satu lagi, tentang pohon kehidupan ini, hanya kau yang tahu. Jadi sebaiknya kau tidak memberitahu semua teman-temanmu atau kemungkinan paling buruk akan terjadi, di mana mereka akan saling menyerang karena dibutakan oleh kekuatan itu sendiri hingga hal itu bisa menyebabkan kehancuran Betelgeuse yang paling mengerikan." Sang raja menyentuh kedua bahu Tao dan menyalurkan energi pada pria itu, kemudian tersenyum padanya. *** "Tao! Bertahanlah!" "Tao!" Tao mendengar suara itu selama beberapa kali. Kepalanya masih terasa berdengung selama beberapa saat, sebelum akhirnya pria itu perlahan membuka kedua matanya dan hal pertama yang ia lihat adalah Isla. "Bertahanlah!" Gadis itu tampak begitu cemas. Tao mulai mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Di mana ia menerima sebuah serangan dari Aric hingga tubuhnya terpental jauh bahkan menabrak lavender-lavender yang ada di sana. Lavender-lavender itu menari saat angin yang berembus di sekitar mulai kencang. Wangi khas lavender membuat Tao sedikit lebih damai. Dengan pandangan yang masih sedikit buram, Tao melihat Isla yang berjalan menjauhinya dengan tangan yang memegang tongkat miliknya. "Kau yakin kau bisa menggunakan itu, Nona?" Aric menyeringai tipis. "Jangan gegabah. Karena benda itu bisa jadi bumerang untukmu. Tidak lucu jika kau mati gara-gara senjata milikmu sendiri." Pria itu kemudian terkikih pelan sebelum akhirnya kembali mengeluarkan beberapa kristal es berwarna merah yang bermunculan dari balik tubuhnya. Melihat itu, Tao berusaha bangkit dari posisinya namun tubuhnya sama sekali tak bisa digerakkan. Ia benar-benar sudah tak bisa bergerak dari sana, sementara kini Isla tengah berjuang sendirian dengan tanpa kekuatan sama sekali dan gadis itu justru terlihat seolah sedang menggali kuburannya sendiri. Isla menelan ludahnya. Ia tahu, kali ini ia harus benar-benar berusaha sendiri. Setidaknya jika ia tak bisa membantu Rhys, dia harus bisa melawan Aric meskipun bagi manusia lemah sepertinya, hasil akhirnya kemungkinan sudah bisa ditebak. Di mana ia hanya akan benar-benar tinggal nama saja. "Tidak, aku kuat! Aku bisa melawannya sendiri!" batin gadis itu mencoba menguatkan dirinya. Isla memegang erat tongkat di tangannya dengan kedua tangan dalam posisi tongkat yang sengaja horisontal sebatas dadanya. Aric tersenyum miring. "Tak ada gunanya karena kau tak akan pernah bisa menghindar!" Ia melemparkan semua kristal-kristal itu ke arah Isla. Dengan sekuat tenaganya, Isla mencoba mengayun-ayunkan tongkat di tangannya itu untuk menangkis semua serangan dari Aric walaupun apa yang ia lakukan hanyalah sia-sia. Pada akhirnya gadis itu limbung dan terjatuh ke atas permukaan tanah dengan luka-luka di sekitar tubuhnya yang diakibatkan oleh kristal-kristal es itu. "Isla!" Rhys yang berada tak jauh darinya itu pun lantas menjadi lengah dan hal itu digunakan Herc untuk mengangkat permukaan tempat Rhys berpijak dan melemparkannya hingga tubuh pria itu terpental jauh. Dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya, Isla mengepalkan kedua tangannya. Ia perlahan mengangkat kepalanya dan menatap ke tempat di mana Rhys jatuh lalu ia juga menoleh ke arah Tao yang masih tergeletak tak berdaya jauh di belakangnya. Tak adakah yang bisa dia lakukan? Isla memegang kuat-kuat tongkat milik Tao itu sebelum akhirnya ia melihat sepasang sepatu yang berada di depannya. "Kau tidak akan bisa menang. Jadi, menyerahlah dan menurut jika kau memang ingin kembali ke rumahmu dalam keadaan hidup-hidup!!" Suara Kai terdengar begitu lantang hingga rasanya telinga Isla terasa berdengung. Seolah mendapat kekuatan, gadis itu mengayunkan tongkat di tangannya dengan kuat dan— BUKKK!! Gadis itu benar-benar bisa mengenai kepala Kai hingga tubuh pria itu secara refleks mundur ke belakang dengan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut hebat. "Isla!" Jauh dari sana Rhys melihat kalau Isla bisa memukul Kai dengan menggunakan tongkat milik Tao. Isla kembali mengayunkan tongkat itu namun Tao dengan segera berteleportasi ke belakangnya tanpa bisa ia duga dan pria itu menyerangnya dari belakang hingga tongkat yang berada di tangan gadis itu ikut terlempar bersama dengan tubuhnya dan bahkan tongkat itu sampai terlepas dari tangannya. "Jangan hanya karena kau bisa memukulku, itu membuatmu sombong!!" Salah satu punggung tangan Kai yang memiliki tanda itu pun mulai menyala dan sesuatu keluar dari balik lengan bajunya. Sebuah benda menyerupai kunai langsung masuk ke dalam genggaman tangan Kai. Degup jantung Isla semakin berpacu dengan lebih cepat begitu membayangkan jika kunai yang begitu tajam itu akan masuk menembus permukaan kulitnya. Namun dugaannya terbantahkan karena Kai langsung berteleportasi ke tempat lain dan benar-benar menghilang dari pandangan Isla. Isla benar-benar tak bisa merasakan lega apalagi ketika ia sadar sepenuhnya kalau Kai yang sudah berpindah ke tempat di mana Tao berada. "Tao!" Isla berusaha bangkit dan berlari untuk segera menyelamatkan Tao namun Aric dan juga Herc dengan cepat menahan tubuhnya hingga benar-benar terkunci dan tak bisa bergerak. "Tao!!" Tao yang memang sudah sadar itu pun sepenuhnya bisa melihat Kai yang berdiri di sebelahnya dengan tangan yang menggenggam kunai di salah satu tangannya. "Jika memang penghalang yang ada di dalam tubuh gadis itu sukar untuk dihancurkan, maka biarkan aku menghancurkanmu!" teriak Kai. Ia sudah bersiap dengan kunainya yang diletakkan di udara dan mengincar tepat di d**a Tao. "Beraninya kau menyimpan buku peninggalan leluhur kita terdahulu pada manusia lemah seperti gadis itu!!" SLASH!! "TAO!!!" Isla berteriak dengan kuat saat Kai benar-benar melemparkan kunai yang berada di tangannya. Gadis melompat dan menginjak dengan sekuat tenaga masing-masing kaki milik Aric dan Herc hingga Isla memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan diri dan berlari menghampiri Tao. Namun di detik berikutnya Kai sadar kalau tubuh Tao sudah tak ada di sana. Ia menatap ke arah lain dan melihat Rhys yang berhasil membawa Tao menjauh dari sana. "Kita datang ke sini bukan untuk saling membunuh, Kai!" Ujar Rhys. "Rhys!" Isla menatap Rhys yang berhasil menyelamatkan Tao dari sana. Gadis itu segera berlari mendekati Rhys dan juga Tao dengan sisa tenaga yang dia punya. Salah satu tangan Tao bergerak dan tongkat yang berada jauh darinya itu langsung melesat dengan cepat kembali ke tangannya. Dengan salah satu tangan yang mengalung di bahu milik Rhys dengan satu tangannya yang lain ia melemparkan tongkat miliknya ke atas permukaan tanah hingga sebuah lingkaran api besar pun muncul di sana. Api yang berasal dari Betelgeuse itu memiliki suhu yang begitu panas dan tak akan bisa dengan mudah dipadamkan. "Sialan kau, Tao, Rhys!" Kai menghindari api itu dan ia melompat ke udara bersama dengan teman-temannya yang lain. "Kita pergi dari sini!" titahnya dan ia bersama teman-temannya yang lain pun segera pergi dari sana, menyisakan Rhys, Tao, dan juga Isla yang berada di dalam lingkaran api itu. *** "Kita tak bisa kembali ke rumahmu karena itu terlalu berbahaya," ujar Rhys. "Kai dan juga yang lainnya mungkin bisa kembali ke sana." "Itu buruk. Lalu apa yang harus kita lakukan? Ini sudah hampir malam dan kalian berdua juga terluka. Setidaknya kita harus tetap di sini karena rumah itu hancur," ujar Isla. "Aku sudah memasang penghalang di beberapa tempat di mana Kai tak akan bisa melakukan apapun di sana, termasuk melakukan sebuah serangan. Dan kau tak perlu mengkhawatirkan ibumu karena aku juga memasang penghalang di sana," ujar Tao. Pria itu masih berusaha mengatur napasnya yang terputus-putus. "Kau ... memasang penghalang sebanyak itu?" Isla menatap Tao setengah tak percaya. "Pantas saja kau cepat sekali kehilangan energimu, Tao. Untuk saat ini sebaiknya kau beristirahat untuk memulihkan energimu," ujarnya. "Aku tak bisa terus-menerus berdiam diri di sini." Tao menatap langit di atas sana yang mulai menampakkan bintang-bintang yang bersinar dengan terang. Pria itu menatapnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya. Rhys menatap Tao selama beberapa saat sebelum akhirnya pria itu berkata, "apa yang dikatakan oleh Kai itu benar?" tanyanya. "Soal apa?" Tao membalas tanpa membuka kedua matanya sama sekali. Pria itu tengah menikmati semilir angin malam yang menerpa permukaan kulitnya dengan lembut. "Kalau kau ... yang sudah menyegel buku itu pada Isla?" ujar Rhys. Perlahan kedua mata Tao pun terbuka. Pandangannya masih lurus ke atas sana, menatap bintang-bintang saling saling berkelap-kelip. "Hm," jawab Tao singkat. Mendengar itu, Isla sontak menatap Tao. "Jadi, benda yang kau segel itu ... buku yang pernah kau tunjukkan itu? Buku tua peninggalan leluhur kalian?" ujarnya. "Iya." "Tapi kapan kau melakukannya?" Isla kembali bertanya. "Saat kau pingsan karena serangan Aric beberapa waktu lalu ketika dia mengeluarkan badai salju yang menyelimuti sebagian besar kota yang ada di bumi," jawab Tao. Kedua mata Isla seketika membulat. "Be-benarkah? Aku sama sekali tak menyadarinya," ujat gadis itu. "Tunggu, sebelumnya apa kalian pernah bertemu?" Kini giliran Rhys yang bertanya. Kepala Isla mengangguk perlahan. "Hm. Ketika terjadi hujan salju beberapa waktu yang lalu saat aku mencarimu, aku sempat diserang oleh Aric dengan— entahlah, seperti anak-anak angin tapi itu terasa sangat menyakitkan sampai-sampai bisa merobek permukaan kulitku hingga mengeluarkan darah. Dan di saat itulah Tao menemukanku, tapi aku terlanjur tak sadarkan diri dan kemudian Tao membawaku ke sini. Dan setelah itu kurasa Tao memasang segel buku itu padaku, tapi aku tak merasakan apapun," jelas gadis itu. "Kenapa kau seperti bersikeras menjauhkan buku itu? Bukankah bagus jika buku itu ada padamu? Kau bisa melindunginya karena kau jauh lebih kuat dari pada aku." Isla kembali berujar. "Tidak, Isla. Aku melakukannya karena kau adalah satu-satunya yang bisa melihat isi dari buku itu." Jawaban Tao seketika membuat Isla dan Rhys terkejut. "A-apa maksudmu?" ujar Rhys. "Asal kau tahu, Rhys. Semua halaman buku itu sebenarnya kosong. Raja berkata padaky kalau hanya orang-orang tertentu saja lah yang bisa melihat isinya, dan di dalam sana ada sesuatu yang besar yang akan berpengaruh pada kehidupan Betelgeuse nantinya. Jika buku itu jatuh ke tangan yang salah, maka Betelgeuse akan hancur dengan cara yang begitu mengerikan,' jelas Tao. "Ko-kosong?" Rhys membeo. Pria itu kemudian menatap Isla dengan pandangan tak percaya. Bagaimana mungkin, Isla yang bukan bagian bagian Betelgeuse itu bisa dengan begitu mudah melihat isi dari buku itu. Isla seketika terdiam begitu mendengar ucapan Rhys. "Jadi saat itu ketika aku membacanya—" Gadis itu menggantungkan kalimatnya lalu ia menatap Tao yang juga tengah menatap ke arahnya. "Aku sama sekali tak melihat apa-apa di dalam buku itu," jawab Tao. "I-itu tidak mungkin." Isla memegangi lehernya yang mendadak terasa merinding saat mendengar penjelasan dari Tao. Kenapa dia bisa melihat isi dari buku itu dengan begitu mudah tapi sedangkan Kai, Rhys, bahkan Tao atau pun yang lainnya sama sekali tak bisa melihat ke dalam isi dari buku itu. Memangnya siapa gadis itu sampai bisa melihat isinya? Gadis itu sama sekali tak ada hubungannya dengan Betelgeuse atau apapun itu tapi kenapa dia bisa melihat isinya? "Tapi, Tao. Tidakkah itu berbahaya untuk Isla?" tanya Rhys. Tao terdiam selama beberapa saat usai mendengar pertanyaan dari Rhys. Pria itu lalu menatap Isla yang juga kini tengah menatapnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya pria itu memutus kontak mata mereka berdua dan berkata pelan, "aku akan memastikan tak akan ada sesuatu yang buruk terjadi nanti," ujarnya dan kembali memejamkan kedua matanya. Isla tak mengerti dengan ucapan Rhys dan Tao barusan tapi perasaannya mengatakan kalau keberadaan buku yang ada di dalam dirinya itu juga harus benar-benar ia waspadai karena perasaannya mendadak tak enak, dan firasatnya mengatakan kalau akan ada sesuatu yang buruk yang sudah menunggunya di depan sana, entah apa itu. "Isla, kau juga terluka," ujar Rhys. Ia menatap beberapa luka yang ada di lengan Isla dan juga permukaan wajahnya. Bahkan beberapa lengan dari pakaian milik gadis itu terlihat ikut robek. "A-ah, tak apa. Ini hanya luka kecil. Kalian berdua yang terluka parah, sebaiknya kalian harus berdiam di sini untuk sementara waktu sampai kalian benar-benar cukup pulih," ujarnya seraya tersenyum tipis. "Rhys?" Tiba-tiba Tao memanggil. "Hm. Ada apa?" "Menurutmu, selain unsur-unsur alam yang ada di Betelgeuse, hal apa lagi yang juga tak kalah penting dalam kelangsungan hidup Betelgeuse?" tanya Tao tanpa menolehkan kepalanya pada Rhys. Pria itu masih terbaring di sana dengan pandangan yang lurus ke arah langit. Menghabiskan waktunya selama cukup lama di bumi tak ayal membuatnya merindukan tempat kelahirannya itu. Di mana ia bisa berkumpul bersama dengan keluarga dan juga seluruh teman-temannya. "Hal yang tak kalah penting dari unsur alam? Memangnya ada? Bukankah kehidupan sebuah bintang itu juga bergantung pada reaksi beberapa unsur alam yang terjadi di dalam intinya? Bukankah begitu?" ujar Rhys. "Kurasa bukan hanya itu," sambung Isla. Rhys lalu menatap ke arah gadis itu. "Apa maksudmu? Lalu apa lagi yang tak kalah penting dari unsur-unsur alam itu?" tanyanya. "Bukankah para penghuninya juga berpengaruh terhadap kelangsungan sebuah peradaban? Kehidupan akan terus berlanjut secara baik-baik jika semua orang yang ada di dalamnya saling menyatukan kekuatan dan saling berjuang bersama-sama, bukannya berlomba dan bersaing satu sama lain. Jika penduduk dari sebuah peradaban itu terlibat perang saudara yang berarti saling memerangi bangsa sendiri, maka peradaban itu perlahan-lahan akan hancur. Bukankah begitu, Tao?" ujar Isla. Gadis itu menolehkan kepalanya kepada Tao. Tao terdiam di dalam posisinya. Pria itu membuang napasnya lalu perlahan tersenyum tipis. Tidak salah jika rajanya berkata kalau isi dari buku tua peninggalan para leluhur itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu dan bukannya sembarangan orang. Bahkan Tao yang merupakan wadah utama dari buku itu pun sama sekali tak bisa membaca isinya. Dan pria itu beruntung karena menemukan Isla. Ia tak menyangka kalau kedatangannya ke bumi akan menemukan sesuatu yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap Betelgeuse, walau saat ini ia sedang dalam tahap mengerikan yang dikatakan oleh Isla, di mana kelompoknya mulai saling menyerang satu sama lain karena dibutakan oleh kekuatan dan juga sebuah kekuasaan yang bahkan tak ada artinya sama sekali jika kekuasaan dan kekuatan itu hanya dipakai untuk menindas satu sama lain. *** "Sial!" Kai membantingkan salah satu tangannya ke arah timur hingga pepohonan di sana langsung terpotong dalam sekejap saja. Burung-burung yang semula tengah hinggap di dahan pohon-pohon itu pun satu per satu berterbangan menjauh dari sana saat mendengar kekacauan. "Padahal aku sangat percaya padanya dan aku sama sekali tak berekspetasi sama sekali kalau Tao secara mengejutkan akan memutar pola pikirnya dan malah memilih untuk masuk ke pihak manusia bahkan memakai gadis yang bernama Isla itu untuk wadah dari buku leluhur kita semua!!" Kai terlihat begitu murka dengan warna kulit wajahnya yang semakin memerah hingga ke telinga. "Aku akan merebut dan mengeluarkan buku itu secara paksa dari tubuh gadis itu. Awas kau, Tao. Akan kubuat kau, Rhys, dan juga gadis itu mati dalam sekejap." Kedua tangan milik Kai seketika mengepal kuat. "Kai! Ini buruk! Tao bahkan memasang penghalang di semua penjuru kota. Kurasa dia sengaja melakukan itu agar kita tak bisa melakukan p*********n dan memancing mereka bertiga keluar untuk melawan." Hugo dan Aric datang ke sana sesaat setelah pergi melihat-lihat ke kota. "Ah, begitu, ya. Baiklah, tak perlu mengurusi kota-kota itu lagi dan mari kita fokuskan p*********n pada ketiga orang itu. Bukankah mereka yang memintanya?" Salah satu sudut bibir Kai naik dan membentuk sebuah seringaian yang mengerikan. —TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD