47. Penghalang

3230 Words
Beberapa pohon yang ada disekitar hutan secara tiba-tiba terpotong hingga menjadi dua bagian. Rhys beruntung karena berhasil menghindari itu karena jika tidak, maka tubuhnya akan ikut terpotong sama halnya seperti pohon-pohon itu. Rhys seketika memberhentikan laju kakinya dan pria itu menoleh ke belakang. "Kau masih mencari keberadaan gadis itu?" Seseorang muncul tidak lama setelahnya. Rhys menatap Aric yang posisinya berada tak jauh darinya. Rhys tak langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu. "Astaga, Rhys. Kau ini benar-benar khawatir padanya, ya? Mau sampai kapan, hm?" tanya Aric. Pria itu bertanya dengan nada yang mencibir. "Aku sedang tak ingin melawanmu. Jadi jika kau memang sedang mencari keberadaan Tao, maka pergilah," ujar Rhys kemudian. "Hei, tidakkah kau mau bergabung dengan kami, Rhys?" ujar Aric. "Bukankah sekarang ini tujuan kita memang sama? Kau juga saat ini sedang mencari keberadaan Isla dan juga Tao, kan? Kenapa tidak ada niat sama sekali untuk bergabung dengan kami? Kita semua ini rekan, bukankah begitu? Aku juga sekarang sedang tak ingin melakukan pertarungan denganmu karena saat ini aku harus mencari sumber penghalang milik Tao," ujarnya lagi. "Penghalang?" Rhys membeo dengan kedua alis yang bertaut. "Ah, jadi kau masih belum tahu, ya? Seperti yang kau tahu sebelumnya, kalau Tao sudah memasang sebuah penghalang di dalam tubuh gadis yang bernama Isla itu. Dan kau tahu apa? Itu artinya, Tao juga kemungkinan memasang sebuah penghalang yang tidak menutup kemungkinan itu lebih tinggi dari yang dia pasang pada tubuh gadis itu hingga keberadaan mereka sulit untuk ditemukan. Jadi kau mungkin akan kesulitan untuk menemukan gadis itu. Yah, mungkin Tao memang tak akan melakukan apapun pada gadis yang bernama Isla itu tapi kau tahu? Kai mungkin akan melakukan hal yang berbeda dari apa yang Tao lakukan. Sasaran utama kita semua adalah Tao dan Isla, dan sampai mereka benar-benar tak memiliki waktu untuk melarikan diri dan benar-benar terpojok, mereka akan bisa dengan mudah dikalahkan. Tidak, mungkin lebih tepatnya Tao dan penghalangnya yang akan dikalahkan. Tapi mengenai akhir nasib dari gadis itu, aku juga tidak tahu pasti," jelas Aric. Lagi-lagi ini soal Kai. Rhys benar-benar harus bergerak secara lebih cepat dan bagaimana pun caranya, ia harus bisa lebih dulu menemukan Isla dari pada Kai atau teman-temannya yang lain. "Kau, Kai, dan juga Tao memiliki tipe kekuatan yang hampir sama. Jika kau dan juga Kai menggabungkan kekuatan, mungkin hal ini akan sedikit memakan waktu yang tak akan begitu lama." Aric menyilangkan kedua tangannya di depan d**a dengan kedua mata yang masih menatap lurus ke arah Rhys yang berada tak jauh di depan sana. "Tidak akan mudah menggabungkan kekuatanku dengan Kai. Dan itu sudah terlalu beresiko karena aku tahu apa yang sedang Kai pikirkan saat ini. Entah aku akan bergabung dengan Kai atau tidak, Kai tetap akan melakukan rencananya dan Isla—" Rhys menahan napasnya dan menggantungkan kalimatnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya kembali berkata, "Isla akan berakhir dengan nasib yang sama, dan itulah yang harus aku hentikan sebelum benar-benar terjadi karena Kai sudah semakin sulit untuk dihentikan." Usai mengatakan itu, tubuh Rhys sudah menghilang dari pandangan Aric. Pria itu berkedip dua kali, mencoba mencari keberadaan Rhys di sekitar sana namun ternyata tubuh pria itu sudah benar-benar menghilang dari pandangannya dan juga sudah berpindah ke tempat lain yang entah di mana. "Astaga, dasar keras kepala. Apa dia benar-benar tak ingin bergabung denganku? Padahal aku juga sedang mencari keberadaan penghalang milik Tao itu. Dasar Rhys, dia memang selalu bertindak seenaknya, sebelas dua belas dengan kelakuan Tao. Benar-benar menyebalkan dan juga merepotkan." Aric membuang napasnya kasar dan kemudian pria itu kembali melanjutkan pencariannya. Salah satu tanda di punggung tangannya bersinar dan beberapa anak-anak angin pun bermunculan di belakangnya, lalu dengan digabungkan dengan beberapa kristal es, angin-angin itu menyebar ke setiap penjuru hutan yang akan dilewatinya. *** Ini sudah hari ke tiga dan belum ada tanda-tanda apapun mengenai Isla. Teresa sama sekali tak ingin beranjak dari kamarnya. Sekolah diliburkan untuk sementara waktu sampai situasi kembali normal seperti sedia kala. "Teresa, kau tidak makan?" Seseorang tiba-tiba saja berujar dari balik pintu kamarnya. "Nanti saja, Bu. Saat ini aku sama sekali belum merasakan lapar sedikit pun. Maaf." Teresa menjawab dari dalam kamarnya, tanpa berniat beranjak dari kursi belajarnya. Salah satu tangannya kembali mengusap permukaan pipinya yang kembali basah. "Aku harap kau akan segera kembali, Isla. Entah apa yang sudah terjadi selama ini dan kejadian kemarin di sekolah benar-benar membuatku ketakutan dan juga aku sangat khawatir padamu. Cepatlah kembali," batin Teresa. Ia menatap sebuah foto yang terpajang di atas meja belajarnya. Foto itu diambil ketika ia dan Isla selesai mengikuti festival yang diadakan di sekolah mereka berdua satu tahun yang lalu. Ponsel milik Isla pun ada di dalam tas, membuat Teresa semakin kesulitan untuk menghubungi Isla. Teresa meletakkan kedua tangannya di atas permukaan meja belajarnya dan kemudian menenggelamkan wajahnya di sana. Segala rasa bersalah dan juga penyesalan masih menghantui dirinya sebelum Isla benar-benar bisa ditemukan. "Isla, maafkan aku. Harusnya aku tak pergi meninggalkanmu kemarin. Harusnya aku pergi menemanimu dan memastikan kalau kau benar-benar sudah aman di dalam ruang kesehatan," batin Teresa dengan air mata yang kian berderai semakin deras. Salah satu tangannya mengepal dengan begitu kuat, dan gadis itu tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang sudah menimpa Isla beberapa hari yang lalu. Sang ibu yang memang mengetahui berita tentang Isla itu pun merasa begitu prihatin dan juga sedih. Karena wanita itu memang tahu dengan betul seperti apa hubungan Teresa dan juga Isla selama ini. Mereka sudah sangat dekat dan bahkan terlihat seperti saudara dan keluarga sendiri satu sama lain. Teresa sudah kehilangan nafsu makannya dan itu membuat sang ibu merasa khawatir atas kesehatan putrinya yang mungkin saja akan menurun di kemudian hari jika terus-menerus dibiarkan seperti ini. Teresa juga bahkan menjadi lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar dengan keadaan pintu yang sengaja dikunci. Sang ibu tahu dengan betul dan bisa mengerti keadaan putrinya saat ini. Teresa saat ini hanya ingin sendiri dan ibunya pun tahu dan paham dengan betul namun di sisi lain wanita itu juga merasakan khawatir karena kesehatan gadis itu. *** "Ada apa?" tanya Isla ketika Tao beranjak dari posisinya. Mereka berdua saat ini tengah berada di luar rumah sesaat setelah Tao memeriksa luka di kaki milik Isla dan sekaligus melepaskan perban yang membalut kaki gadis itu saat dirasa kalau lukanya sudah cukup membaik karena racunnya sudah hampir sepenuhnya menghilang dari tubuh gadis itu. Tao menatap ke sekitarnya selama beberapa saat. "Kembalilah ke dalam dan jangan keluar sampai aku kembali," ujar pria itu tanpa menolehkan kepalanya pada Isla. Isla pun berdiri dari posisinya. "Apa yang terjadi?" tanyanya. "Aku merasa ada seseorang yang sedang bergerak ke sini dari berbagai arah," ujar Tao. "Cepat, masuk!" titahnya. Isla tersentak pelan saat nada bicara Tao mulai meninggi. "I-iya!" Ia dengan segera kembali ke dalam rumah itu. Dari dalam, Isla melihat Tao yang berlari menjauh. Gadis itu seketika terdiam setelahnya. "Apakah mungkin, Rhys sedang datang untuk mencariku? Apakah Rhys benar-benar akan datang ke sini?" batin Isla. Ia mendadak kembali tak tenang. Jika itu memang benar-benar Rhys, ia berharap kalau pria itu akan sampai di sana dalam keadaan selamat dan baik-baik saja tanpa adanya luka sedikit pun. *** "Aku merasakan ada sesuatu yang kuat yang berasal dari selatan." Aric melompati salah satu dahan pohon. "Aku sudah mengirimkan pesan pada Kai lewat phoenix api milikku tapi kurasa Kai juga sepertinya sudah menyadari hal yang sama. Dia juga menuju ke sana saat ini," ujar Hugo. "Terdengar bagus. Dan aku rasa Tao sudah menyadari pergerakan kita," salah satu sudut bibir Aric naik dan membentuk seulas seringaian tipis. "Oh, iya. Apa kau bertemu dengan Rhys?" tanya Hugo. "Hm. Aku sempat bertemu dengan anak itu di tengah perjalanan. Yah, seperti yang kau tahu, dia juga sedang pergi mencari keberadaan gadis yang bernama Isla itu. Aku sempat menawarkannya agar mau bekerja sama dengan kita semua tapi kau tahu? Dia menolaknya. Anak itu benar-benar menolaknya dan memilih untuk mencari Isla sendirian. Rhys itu pengendali pikiran dan ia bisa dengan mudah membaca dan mengendalikan pikiran siapa saja yang berani menghalangi jalannya. Dan kurasa dia juga sudah mulai menyadari keberadaan letak penghalang milik Tao karena aku juga mencium bau anak itu tak jauh dari sini," jelas Aric. Mendengar itu, Hugo berdecak pelan. "Saat di hari pertama kita mendarat di planet ini, awalnya aku berpikir kalau Rhys adalah anak yang sangat merepotkan dan tak bisa diajak bekerja sama dalam tim, jadi tak heran jika dia dengan mudah memisahkan diri dari kelompok. Tapi ternyata Tao jauh lebih merepotkan lagi," ujarnya. "Aku benar-benar tak menyangka kalau Tao akan melakukan hal seperti ini. Dan bisa-bisanya dia menyegel buku keramat itu di dalam tubuh manusia. Apa dia tidak tahu kalau itu benar-benar terlalu beresiko?" ujar Aric. Samar-samar ia melihat adanya sebuah ladang luas dengan sesuatu yang menghampar dengan hamparan berwarna ungu yang menyebar luas di sana. "Ah, aku merasakannya. Walaupun samar, ini memang berasal dari kekuatan milik Tao. Dia benar-benar pintar menyembunyikan diri dan juga menyembunyikan baunya. Apalagi dengan bantuan lavender ini, dia benar-benar sudah hampir seratus persen seperti sedang menghilang." Hugo berujar dengan seulas seringaian. Ia dan juga Aric berlari melewati ladang yang berisikan lavender-lavender itu. Ukurannya yang luas dan seolah tak ada habisnya itu benar-benar seperti sebuah sihir yang mengubah permukaan tanah di sana berubah menjadi warna ungu. *** Rhys merasakan adanya sesuatu di depan sana persis seperti dugaannya sebelumnya. Dan di saat yang bersamaan, ia merasakan adanya beberapa orang yang juga pergi ke arah yang sama dengannya. Kai, Denzel, Herc, Hugo, dan juga Aric. Mereka semua pergi ke arah selatan, sama seperti tujuannya saat ini. Di antara celah pepohonan yang ia lewati, Rhys samar-samar mulai melihat adanya sesuatu yang luas yang dipenuhi oleh warna ungu dengan luas yang luar biasa. Ia bahkan tak tahu kalau di sana ada tempat seperti itu. Dan di saat yang bersamaan, ia samar-samar mulai bisa mencium bau Tao yang semakin jelas. Rhys pun mendengar adanya bunyi yang cukup nyaring yang terletak tak jauh darinya. Dan di antara pohon itu, ia bisa melihat bagaimana Tao yang tengah melawan Herc dan juga Hugo. Artinya, saat ini Kai masih dalam perjalanan menyusup ke dalam penghalang milik Tao yang artinya, Rhys harus bergerak lebih cepat dari Kai. Namun meskipun ia sudah merasa dekat dengan penghalang itu, ia sama sekali belum bisa menemukan bau Isla di sana. Penghalang yang digunakan Tao benar-benar lebih kuat dari yang dipasangkan pada tubuh Isla dan itu benar-benar menyulitkan proses pencariannya. Sementara itu di dalam rumah yang tersembunyi dalam penghalang itu, Isla samar-samar bisa melihat sesuatu yang datang dari udara menuju ke arahnya. Kedua matanya menyipit, berusaha mengenali sosok itu dan begitu jaraknya semakin, ia sadar kalau itu adalah Kai. Lalu di mana Rhys? "Apa mungkin Tao memasang sebuah penghalang di sekitar rumah ini?" lirih Isla. Ia menyadari kalau Tao memasang sebuah penghalang di sana hingga rumah itu tak akan bisa dengan mudah terlihat dengan jelas dari luar. Deg! Tubuhnya tiba-tiba limbung dan jatuh ke atas permukaan lantai yang dingin saat dadanya secara tiba-tiba terasa seperti dihantam oleh sesuatu dengan agak keras. "Tunggu, kenapa dadaku tiba-tiba terasa sakit? Ada apa ini?" batin Isla. "Apakah mungkin ... terjadi sesuatu pada Tao?" Ia melanjutkan. Bahkan ketika Kai dan juga yang lainnya sudah menampakkan diri satu per satu, masih belum ada tanda-tanda kalau Tao kembali ke sana. "Apa dia baik-baik saja?" lirihnya. Sementara Kai masih memastikan titik utama dari kekuatan yang sedang ia rasakan. Sumber dari kekuatan itu memang berada di antara hamparan lavender-lavender yang ada di sana dan itu memang bersumber dari kekuatan milik Tao, persis seperti dugaannnya yang sebelumnya sesaat sebelum sampai di tempat itu. "Penghalang milik Tao melemah," batin Kai. Sebuah tanda yang ia miliki yang terletak di salah satu punggung tangannya itu pun lalu secara perlahan bersinar dan ia sudah melompat dengan tinggi ke atas udara. Ia sudah hampir mencapai batas dari penghalang itu sebelum sesaat seseorang datang dan mendahuluinya. Kai melihat Rhys yang juga melompat ke sana. Pria itu sudah mengumpulkan sebagian besar energinya pada tinju di kedua tangannya. Kedua matanya berubah mengkilat menjadi warna biru safir dan— BOOM!! Dinding dari penghalang itu retak dan tinju Rhys sampai berhasil menembus ke bagian atas rumah itu dan menghancurkannya. Tao yang masih terlibat sebuah pertarungan dengan jumlah lawan yang bertambah itu pun semakin dibuat kewalahan dengan energi yang semakin menipis. "Gawat!" Tao menyadari penghalang miliknya bisa dengan mudah dihancurkan oleh seseorang sesaat setelah dirinya berhasil diserang oleh kristal-kristal milik Aric dan juga pilar api yang dimiliki oleh Hugo. Tao menyilangkan kedua tangannya dan dengan menyimpan tumpuan dan juga energi pada kakinya, ia menghentakkan kakinya dan melompat sejauh mungkin untuk bisa mencapai tempat Isla saat ini. FLASH! Begitu Tao mengedipkan kedua matanya, waktu yang mengalir di sana seolah melambat bagaikan sebuah slow motion yang sering terlihat di berbagai film yang ditayangkan di televisi. Pria itu bisa dengan mudah melihat kalau dinding penghalang miliknya sudah dihancurkan oleh Rhys dan pria itu juga terlihat berhasil menghancurkan bagian atas dari rumah itu. Tao langsung meraih tubuh Isla dari sana sebelum waktu di sana kembali seperti sedia kala dan Isla akan celaka karena serangan Rhys dan juga Kai. BRAAAKKK!! Rumah itu langsung rubuh tepat ketika Tao sudah berhasil membawa Isla pergi dari sana. "Ta-Tao!" Kedua mata Isla membulat saat ia sudah mendapati dirinya sedang bersama Tao entah sejak kapan. Dari jarak yang cukup jauh ia mulai melihat kalau Rhys dan juga Kai menghancurkan rumah itu secara bersamaan hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring di telinganya. "Dia menghilang!" batin Rhys seraya menatap ke arah tempat Isla berdiri tadi. Pria itu kemudian segera menyadari apa yang telah terjadi dan ia segera mengedarkan pandangannya ke arah lain dan dengan cepat ia menemukan Tao dan juga Isla yang posisinya sedikit lebih jauh dari sana. "Tao!" Isla terkejut saat tubuh Tao yang secara mendadak limbung dan pria itu terjatuh ke atas permukaan rumput. Wajahnya berkeringat dan juga napasnya semakin terputus. "Ka-kau terlalu banyak menggunakan energimu!" Isla segera mengangkat Tao dan menidurkan pria itu di dalam pangkuannya. "Sadarlah, kumohon! A-aku sama sekali tak tahu apa yang harus aku lakukan!" ujar Isla. Ia kemudian melihat ke arah lain dan ia bisa melihat dengan jelas kalau saat ini Rhys sedang menuju ke arahnya. "Rhys!!" Namun nahasnya di tengah perjalannya itu, pria itu menerima sebuah pukulan yang begitu kuat dari Kai lewat udara hingga tubuhnya menghantam permukaan tanah dengan begitu kasar dan terpental ke ke dalam lavender-lavender itu. "Rhys!" Kedua mata Isla sudah semakin berkaca-kaca saat melihat Rhys yang juga berjuang di sana sendirian, dan kini semuanya bertambah parah ketika Herc dan juga Hugo mulai bergabung dengan Kai dan ketiganya menyerang Rhys secara bersamaan, membuat pria itu kian merasa kewalahan. Dengan sisa energi yang ia miliki, Tao bisa merasakan kalau Denzel ada di sekitar sana dan bergerak mulai mendekat me arahnya. Dan di saat itulah, Tao menatap ke atas udara dan melihat Aric yang sudah bersiap melompat ke arahnya dengan sebuah kristal es berwarna merah yang berjatuhan dari atas sana secara bersamaan. Dengan cepat sebuah tongkat keluar dari balik salah satu lengan baju yang dikenakan oleh Tao dan ia segera menghalangi kristal-kristal itu mengenainya dan Isla dengan menggunakan tongkat itu, hingga ia benar-benar membawa Isla menghindar dari sana. Isla yang masih dilanda rasa keterkejutannya itu pun menatap Aric yang sudah menatap ke arahnya dan juga Tao dengan keadaan tanda kristal es yang ada di salah satu punggung tangannya itu dalam keadaan masih bersinar. Yang artinya, serangan Aric tak berhenti begitu saja dan hal itu sekaligus membuatnya semakin waspada. Kepala Isla segera menoleh ke belakang dan ia langsung mendorong tubuhnya sendiri dan juga Tao ke arah yang lain begitu melihat beberapa kristal es berwarna merah itu melesat dengan kecepatan yang begitu cepat dari arah belakang. "Hampir saja," batin Isla. Ia lega karena dirinya dan juga Tao berhasil menghindari serangan itu. Kristal es yang dikeluarkan oleh Aric terlihat berbeda dari pada kristal-kristal es yang pernah ia lihat sebelumnya. Kristal es yang biasanta berwarna putih itu kini berubah menjadi warna merah menyala dan Isla yakin kalau kristal itu pasti jauh lebih kuat dari kristal-kristal es yang biasanya dan ia harus selalu waspada jika Aric akan menyerangnya dan Tao secara tiba-tiba. "Kau tak apa?" Tao yang berada di depan Isla itu pun melirik Isla yang berada di belakangnya dengan menggunakan kedua ujung matanya yang tajam. "Hm. Aku baik-baik saja." Isla menjawab seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar, berjaga-jaga kalau Aric akan menyerang dirinya dan Tao lagi secara tiba-tiba. Isla harus hati-hati karena bagaimana pun, Aric merupakan tipe penyerang jarak jauh. "Kau sudah terbiasa, ya, Nona. Hebat sekali," ujar Aric dengan salah satu sudut bibir yang naik. "Jadi benar, ya, apa yang dikatakan oleh Kai dan juga Hugo. Sekarang kau sudah sama seperti Rhys yang berpihak pada manusia dan bisa-bisanya kau mengkhianati kami yang merupakan rekanmu sendiri!!" Volume bicara Aric mulai meninggi dan pria itu berbicara dengan begitu lantang. "Justru kalian lah yang mengkhianati peraturan raja dan justru malah menyerang peradaban yang ada di sini!!" Pria itu segera melompat ke atas dan berniat menyerang Aric dari udara. Aric melemparkan beberapa batangan es dan berhasil ditangkis dengan cukup mudah oleh Tao dengan menggunakan tongkatnya. "Kita hanya ingin bermain, Tao. Kau belum mendengar cerita lebih lengkapnya dan jangan asal menyimpulkan akhir dari cerita ini tanpa memahami alurnya!!" teriak Aric Kristal-kristal es pun berjatuhan dari atas dan Tao tak sempat memiliki waktu untuk menghindar. Hingga beberapa bagian tubuhnya ikut tergores dan membentuk beberapa luka di sana walau tak begitu dalam. "Tao!!" "Sial!" Tao merutuk dalam hatinya. Sebagian besar energinya sudah hampir benar-benar terkuras karena ia sudah menggunakan tekniknya dalam memperlambat laju waktu yang ada di sekitarnya dan teknik itu memang memerlukan energi yang cukup besar walau hal itu tak berlangsung lama, hanya sekitar sepuluh detik lamanya. Salah satu teknik itu belum sempat dia sempurnakan karena ia langsung diberikan tugas oleh raja untuk bergabung bersama kelompok Kai dan mencari beberapa unsur alam yang Betelgeuse butuhkan untuk memperpanjang umur dari bintang yang reaksi fusi nuklirnya sudah mulai melemah itu. Namun berkat hidrogen dan juga helium yang berhasil dikeluarkan oleh Denzel dan juga Rhys, sedikitnya energi Betelgeuse mulai membaik dan pulih secara perlahan walaupun itu hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan kekuatan penuh dari bintang merah yang berukuran raksasa dan berkali-kali lipat jauh lebih besar dari pada ukuran matahari. Dari posisinya, Isla bisa melihat jauh di depan sana, Rhys masih berjuang melawan tiga orang dalam keadaan dia sendirjan. Kai, Herc, dan juga Hugo masih memberikan serangan bertubi-tubi kepada Rhys. Isla ingin sekali berlari mendekati Rhys namun ia tak bisa berbuat apa-apa nantinya dan malah membuat pria itu semakin terbebani nantinya. Selain itu, di sisi lain Isla juga tak bisa meninggalkan Tao begitu saja dengan kondisi pria itu yang semakin melemah dengan energi yang sedikit demi sedikit semakin berkurang daj juga semakin menipis. "Kenapa, Tao? Apa energimu sudah mulai habis? Apa kau akan pasrah saja dan mengalah demi gadis manusia itu?" ujar Aric seraya menatap Isla yang berdiri tak jauh di belakang Tao. "Tutup mulutmu!" Tao mendorong tubuh Aric hingga tubuh pria itu terpental cukup jauh. "Berhati-hatilah, Isla! Jangan lengah dan selalu perhatian ke sekitarmu untuk berjaga-jaga jika Aric akan melakukan sebuah p*********n secara tiba-tiba dan tak terduga atau nyawamu akan benar-benar terancam!" tegas Tao sebelum ia kembali menahan serangan Aric hingga kini tubuhnya yang terdorong ke belakang. "I-iya!" Dengan degup jantung yang semakin berpacu dengan cepat, Isla mencoba menajamkan indra penglihatan dan juga mengandalkan instingnya layaknya hewan-hewan dan mencoba merasakan berbagai energi yang ada di sekitarnya. Ia tak bisa hanya berdiam diri di sana, setidaknya ia harus bisa membantu Tao walaupun itu hanya sebagian kecil saja, tapi ia akan berusaha dengan sekuat tenaga. —TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD