Chapter. 7

1229 Words
Disaat Danisa sudah mulai menata hidupnya dengan baik. Zain dan juga Ares terus berusaha mendapatkan keadilan dari kasus yang menimpa Danisa. Mereka merasa legah menerima keputusan hakim, bahwa Akbar harus di deportasi kan ke luar negeri selama enam tahun dan harus membayar denda sebesar dua ratus juta rupiah. Sebenarnya, Akbar bisa saja di jebloskan ke penjara. Namun, karena tak ditemukannya Danisa sehingga membuat pengacara keluarga Wiriadinata meminta keringanan karena status Akbar yang masih seorang pelajar. Berbeda dengan kedua teman Akbar yang ikut andil dalam kejadian itu. Mereka di vonis tujuh tahun penjara dan denda maksimal dua ratus lima puluh juta rupiah. "Tenanglah Za...yang terpenting adalah...para pelaku sudah mendapatkan hukuman yang setimpal, meskipun aku juga sangat geram dengan keputusan hakim yang mengirim anak itu ke luar negeri. Yang terpenting saat ini adalah, bagaimana cara kita agar bisa menemukan Danisa...!!" Zain terlihat berpikir sejenak. Ia membenarkan apa yang Ares katakan. Namun perasaan tak beda jauh dengan Ares. Merasa kecewa karena putusan hakim yang seakan berat sebelah. "Terimakasih kasih ya Ar...berkat kau dan Ayahmu semuanya bisa selancar ini. Entahlah jika tak ada kamu Ar..." "Hey...tenanglah...kita kan saudara...!! Sekarang kita harus menemui Ibu dulu...!!" "Hmmm kau benar...Tapi.." Zain menjeda ucapannya kemudian mengingat sesuatu lalu kembali berucap. "Oh ya Ar...kamu itu ternyata anak orang kaya ya...ngga nyangka aku Ar...!!" "Alhamdulillah....Tuhan memberikan kepercayaan itu untuk keluargaku..!!" "Kamu memang sahabat terbaik aku Ar...kamu ngga pernah membeda-bedakan teman.. Terimakasih ya Ar..!!" Ucap Zain dengan jujur. Saat asyik mengobrol, keduanya dikejutkan dengan kedatangan Ayah dan Ibu Ares. "Bang...Ayah sama Bunda pulang dulu...nanti kita ketinggalan pesawat loh..!!" "Eh Ayah...kalau gitu Ares antar sekalian ya Ayah, searah juga sama rumah Zain..!" "Ngga usah...Ayah Uda pesan taksi..." Kemudian Pak Bara beralih ke arah Zain. "Sabarlah Nak, Om yakin jika adikmu adalah gadis yang kuat, dan Om yakin dia akan baik-baik saja...nanti Om bantu cari info di Jakarta...siapa tahu dia kepikiran untuk ke sana kan??" Ucap Pak Bara memberi semangat pada Zain. Ia ingin Zain tetap optimis bisa menemukan Adiknya. "Terimakasih banyak sebelumnya Om...Om udah rela jauh-jauh dari Jakarta buat nolongin Zain dan keluarga...entah Zain akan membalasnya dengan apa Om!!" ucapnya lirih. Pak Bara menepuk lembut pundak Zain. "Tenanglah nak...sebagai sesama manusia kita wajib saling bantu...orang aja Om bantu apalagi kamu...!!" "Terimakasih ya Om..Tante...!!" ucap Zain dengan tulus dan jujur. "Ya udah... Bang...Salam buat Ibu Risma ya..Bunda ngga sempat mampir..!!" Ucap Bu Ratih pada putranya . "Iya Bun... hati-hati...jangan lupa hubungi Malika buat jemput di bandara...!!" "Iya sayang...Bunda sama ayah pamit.. assalamualaikum " "Wa'alaikum salam..." Jawab Ares dan Zain serempak. Setelah memastikan mobil yang kedua orang tua Ares tumpangi hilang dari pandangan. Kedua pemuda itu memutuskan untuk pulang. Ares terlebih dahulu mengantarkan Zain, setelahnya Ia kembali ke apartemen miliknya. Hati demi hari terus berlalu. Zain dan Ares sama sekali tak mendapat titik terang mengenai keberadaan Danisa. Bu Risma juga mulai ikhlas akan kepergian putri bungsunya itu. Ia mulai menerima jika putrinya mungkin pergi untuk menenangkan diri. Kesehatannya pun kembali sedia kala. Hal itu membuat Zain bahagia dan semakin semangat untuk menjalani hidup. Meskipun Ia masih berharap jika adiknya itu kembali pulang dan berkumpul bersama. Di Jakarta. Tak terasa sudah dua bulan Danisa tinggal di rumah sederhana milik Pak Rustam dan Buk Mini. Hari ini entah mengapa matanya enggan untuk terbuka. Setelah beberapa saat mencoba akhirnya Ia mulai mengercap menyesuaikan dengan terangnya sinar matahari. Namun tiba-tiba. Hoek.....Hoek.... Danisa berlari ke arah kamar mandi yang berada di dapur. Hal itu sontak membuat Bu Mini terkejut. "Loh....Nduk...kamu kenapa???" Tanya bu Mini yang terlihat panik saat melihat Danisa muntah-muntah. Hoek...Hoek.. Karena melihat Danisa yang semakin lemah Bu Mini semakin panik, akhirnya Ia memutuskan untuk mencari keberadaan suaminya. "Pak....Pak..." Teriak Bu Mini mencari keberadaan Pak Rustam Mendengar sang istri teriak-teriak membuat Pak Rustam yang sedang sibuk menyiapkan jualan pun terlonjak kaget. "Pak...Pak...sini.. buruan.." Bu Mini yang melihat sang suami yang sedang mengatur barang melambaikan tangan agar suaminya itu segera mendekat. "Loh Bu....ada apa...??? pagi-pagi udah teriak-teriak...entar dikirain kita bertengkar Lo Bu.." "iiihhh Bapak... ngga usah banyak omong deh..tuh...cucu kita muntah-muntah trus langsung pingsan.." "Astaghfirullah..." Keduanya pun bergegas masuk dan segera membawa Danisa yang terbaring lemas menuju kamar. "Bu...kok...bisa seperti ini???" Ucap Pak Rustam yang juga terlihat panik. "Ibu juga ngga tahu pak... tiba-tiba Danisa keluar kamar dan berlari ke arah kamar mandi dan muntah-muntah..Ibu takut cucu kita salah makan gitu pak..!!" "Ya sudah...bapak siapin mobil...kita bawa Danisa ke dokter!! Lagian kalau jam segini Dokter Aftar pasti udah datang!!" Ucap apak Rustam yang kemudian bergegas menyiapkan mobil "Pak Joko..kesini sebentar!!" Teriak pak Rustam memanggil Joko tetangganya. "Iya Pak..ada apa??" "tolong bantu saya mengangkat tubuh cucu saya...sepertinya Ia pingsan dan kelelahan...saya harus bawa ke dokter.." "Oh i..i..iya...pak!!" Pak Rustam dan Pak Joko pun mengangkat tubuh Danisa kedalam mobil diikuti oleh Bu Mini. kemudian mereka pun mbawa Danisa ke Rumah Sakit. "Dok...Dok... suster..tolongin cucu saya..!!" Mendengar suara Pak Rustam yang hampir memenuhi lobi Rumah sakit membuat para petugas mendekat termasuk Dokter Aftar. "Lho Pak..Danisa kenapa???" "Ngga tahu Pak Dokter...tadi Danisa pingsan di kamar mandi.." "Ya sudah..Sus...ayo bawa pasien ke dalam.." Titahnya pada suster yang saat ini berada di sampingnya. Suster pun mengangguk, kemudian menyiapkan berangkar rumah sakit lalu Pak Rustam di bantu Pak Jaka mengangkat tubuh Danisa. Satu jam kemudian. Ceklek "Dok... bagaimana keadaan cucu saya..." "Tenanglah Pak..Bu...ayo kita masuk dulu..!!" Dokter Aftar mpersilahkan dua paruh baya itu untuk masuk. "Danisa...sayang.." Bu Mini langsung menghampiri Danisa yang saat ini terkulai lemas dengan jarum infus di lengan kirinya. "Danisa harus banyak istirahat...Dia mengalami dehidrasi... dan sepertinya kurang tidur hingga membuat buat tekanan darahnya kurang. Danisa juga saat ini sedang..." "Dok...- " Danisa menyelah ucapan Dokter Aftar yang terlihat menahan rasa kecewa. Setelah Melakukan pemeriksaan, Dokter Aftar terkejut saat tahu jika Danisa Hamil. Ia yang menaruh hati pada Danisa pun begitu kecewa. Harapannya ingin memiliki Danisa pun pupus. Ia berpikir jika Danisa sama saja dengan gadis remaja lainnya yang hidup bebas berhubungan dengan pria. "Ada apa Nduk.." " Dok...bisakah tinggalkan Kami!!" pinta Danisa dan dijawab anggukkan oleh Dokter Aftar. Setelah memastikan jika Dokter Aftar telah pergi Danisa kemudian menatap lekat wajah di paru baya yang sudah sangat Ia sayangi itu. "Kek...Nek...hiks...hiks...Maafin Danisa ya!!" "Lho Nduk..kenapa harus minta maaf..!!" "Seharusnya Danisa mengatakan ini sedari awal...tapi Danisa takut jika kakek dan nenek akan membuang Danisa..hiks..!!" " Ada apa Nak..katakanlah pada Kakek dan nenek.." "Kek...Nek...hiks....Danisa...hamil" Duarr Bagai petir di siang bolong, kedua paruh baya itu pun sontak terkejut. Akhirnya Danisa menceritakan kepada kedua kakek nenek itu tentang kejadian sebenarnya. Dimana Ia di lecehkan dan diperkosa oleh tiga orang pria yang menjebaknya dengan minuman yang Danisa tak tahu apa itu. Hingga kejadian itu terjadi. Ia juga mengatakan pergi dari Rumah karena tak mau Abang dan Ibunya malu. atas apa yang menimpanya. "Hiks...Hiks....maafin Danisa ya Kek Nek.. " Ucap Danisa semakin tertunduk dengan tangis yang sudah tak bisa lagi Ia bendung. "Nduk...tenanglah...kau tak sendiri...ada Nenek dan juga Kakek yang akan melindungi mu...kau jangan takut...!!" Ucap Bu Mini menguatkan Danisa. "Nenekmu benar Nak...jangan berpikir kami akan membuangmu karena mengetahui kenyataan ini..Tidak!! Kakek tak akan melakukan itu nak...Kamu tak salah...kamu itu hanya korban...! kakek yakin orang-orang itu akan mendapatkan balasannya.." "Terimakasih Kek...Danisa sayang Kakek dan nenek!?" Danisa yang awalnya mengira jika Pak Rustam dan Bu Mini menolak keras keberadaan nya, justru memberikan reaksi yang begitu membuat Danisa bahagia. Sedangkan di balik pintu. Dokter Aftar yang hendak kembali karena melupakan catatan miliknya, hanya bisa terpaku mendengar cerita Danisa. Hingga Ia tak menyadari bulir bening jatuh membasahi pipinya. "Malangnya dirimu Nisa.."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD