Tidak hanya Ferril yang menganggapnya masih terlalu kecil untuk merasakan jatuh cinta. Mommy-nya, daddy-nya, Tiara, Ando, Farras, bahkan semua sepupunya juga beranggapan yang sama. Padahal ia sudah 19 tahun loh. Catat, 19 tahun dan baru kali ini jatuh cinta. Rasanya? Nano-nano. Diawal, Anne girang, ditengah Anne terluka hingga cengeng sekali, diakhir?
Entah lah. Anne tidak berharap untuk patah hati namun sudah terlambat. Sudah terjadi. Ia sudah terlanjur patah hati sejak beberapa hari yang lalu. Bukan lagi emosi karena cemburu tapi resmi terluka yang berakhir patah hati. Apalagi berita tentang kedua orang itu semakin santer dan Anne semakin jarang melihat lelaki itu lagi.
Yayaya, mungkin efek UTS, pikirnya. Semua orang sibuk belajar dan belajar. Ia bahkan izin meliburkan diri dari magang meski Hasan terus menghubunginya. Omong-omong tentang dokter yang satu itu, Anne kagum sih. Maksudnya, ia benar-benar lelaki yang baik. Lelaki itu sangat menjaga jarak dengan Anne. Tak pernah sekalipun menyentuh Anne. Tiap ingin memberikan sesuatu, ia selalu menaruhnya di suatu tempat agar tangan mereka tak saling bertemu. Tapi sayangnya, hanya sebatas itu. Anne tidak terlalu tertarik dengan Hasan yang tak banyak bicara pada yang lain tapi padanya bawel sekali.
Seperti sekarang. Gegara Anne menghubunginya untuk menanyakan masalah salah satu mata kuliah tentang patologi yang tidak Anne mengerti. Awalnya Anne sangat berterima kasih akan penjelasannya. Tapi hingga pagi, lelaki itu masih bawel menjelaskan hal yang Anne tanya, seakan tak ingin memutuskan komunikasi. Padahal hubungan mereka hanya sebatas formil, antara dokter baru dan anak magang. Jelas kan? Anne tak mau terlibat lebih banyak dengan lelaki itu.
"Apaan sih?" gumamnya. Kontan saja ia lebih memilih untuk mematikan ponselnya ketimbang meladeni Hasan yang menurutnya tidak penting. Urusannya kan sudah selesai, tak perlu perpanjangan lagi.
UTS? Nilai Anne aman sejauh ini. Yah, berhubung setiap ujian di kampus selalu menggunakan komputer dan tak jarang nilainya langsung keluar saat itu juga, memang bikin spot jantung kalau mendapat nilai jelek. Tapi Anne bersyukur karena nilainya tidak jatuh gegara masalah hati ini. Biasanya kan kalau orang jatuh cinta, nilainya juga ikutan jatuh. Contoh saja, sahabat SMA-nya si Shakeera. Gadis itu benar-benar memiliki nilai yang sangat terjun bebas saat Ando sudah menikah. Hampir dinyatakan tidak naik kelas dan untungnya masih bisa bertahan hingga lulus. Syukurnya, masih dapat kampus negeri di Padang. Aaaah....apa kabar perempuan satu itu ya? Anne sih sudah hampir tak pernah berkomunikasi dengan Keera karena ia tahu kalau Keera hanya akan patah hati jika melihatnya. Bahkan gadis itu blak-blakan mengatakannya.
Omong-omong, tiap kosong begini, Anne tak bisa berhenti membuka akun seseorang. Kali ini bukan Hamas. Ia sudah sering melihat akun lelaki itu tapi sejak mengikutinya, postingannya tak pernah bertambah. Hamas hanya memposting foto-foto kegiatannya entah di kampus, organisasi, jadi pembicara, jalan-jalan di Jepang, dan sejenisnya. Sementara akun seseorang yang sedang dipantau Anne kini?
Tentu tidak lain dan bukan adalah Nisa. Perempuan itu menyita perhatiannya sejak awal. Ia tidak mem-follow-nya. Tentu saja. Tapi dari postingannya, ia tahu bagaimana kecenya Nisa. Gadis yang menang acara Abang-None setingkat SMA di Jakarta, selebgram yang kerjaannya promosi produk wanita dan kecantikan, lalu kini sedang mengikuti seleksi Puteri Indonesia. Kebayangkan gimana cantiknya? Tidak seperti Farras, tapi wajahnya mengingatkan pada sosok Miss Indonesia di tahun sebelumnya.
Kalau mau dibandingkan fisik, Anne juga tinggi dan lebih berisi dibanding Nisa yang kurus. Walau betis kaki Anne lebih gede karena tulangnya juga besar. Anne bermuka lonjong sementara Nisa bermuka petak dengan dagu yang sangat runcing. Anne tak pernah menyulam alis karena alisnya sudah tebal. Nisa? Tidak disulam sih, tapi sering ditambah goresan pensil alis biar lebih tebal. Aslinya sudah dicukur sementara Anne tak pernah mencukur. Bulu mata sama-sama panjang dan lentik hanya saja bulu mata Anne lebih tipis. Bola mata sama-sama coklat. Tapi mungkin rambut yang membedakan. Kalau rambut Anne pirang seperti mommy-nya sementara Ando hitam seperti daddy-nya. Kalau Nisa? Aslinya hitam walau kadang suka diwarnai kecoklatan.
Lalu apalagi? Anne menutup diri dengan hijabnya yang panjang. Nisa? Terbuka dengan gaya perempuan masa kini yang tak pernah ketinggalan mode. Anne akui ia tidak stylish. Ia hanya gadis yang biasa-biasa saja tentang penampilan bahkan cenderung sederhana. Tentu berbanding terbalik dengan Nisa bukan?
Dan kalau sedang piciknya, Anne tak bisa berhenti membanggakan diri. Walau disisi lain ia selalu memohon ampun. Walau pakaian tak pernah menjadi tolak ukur iman seseorang tapi setidaknya dengan menutupnya, Anne telah mengurangi pertambahan dosanya. Iya bukan?
Anne sadar tentang kodratnya sebagai seorang muslimah yang harus taat pada perintah Allah dan mengikuti aturan-Nya. Maka itu, ia menutup diri dengan gamis dan jilbab panjangnya. Ia jarang bersentuhan dengan lelaki kecuali dalam keadaan tak sengaja. Paling mentok menyalami dosen-dosennya yang lebih tua. Anne bukan tipe perempuan yang akan menghias dirinya dengan make up warna-warni dan bedak tebal diwajah. Bukan pula perempuan yang akan memakai gaun dengan leher hingga d**a terbuka terlebih pahanya. Bukan....Anne jauh dari itu meski ia merasa lebih baik dari Nisa dalam soal itu. Namun siapa yang bisa mengukur iman seseorang? Dan siapa yang tahu kalau tiba-tiba besoknya Nisa berhijrah dan lebih taat dari Anne? Tak ada yang tahu bukan?
Hanya saja, kalau menunggu diketuk pintu hati oleh-Nya untuk berubah, memangnya akan mendapat kesempatan itu? Belum tentu bukan? Kenapa kita sebagai hamba-Nya tidak mencari dan mengimami apa yang menjadi perintah-Nya?
Kalau sedang berhati picik, Anne cenderung untuk melebih-lebihkan dirinya dibanding perempuan yang terbuka auratnya seperti Nisa. Walau setelahnya, ia selalu memohon ampun. Ia hanya cemburu saja pada perempuan itu. Tapi....setelah ia berpikir lagi. Barangkali bukan Hamas yang terbaik untuknya jika memang perempuan yang disukainya adalah seperti Nisa yang hobi mengumbar auratnya, rela disentuh banyak lelaki atau bangga mengumbar kecantikannya di hadapan banyak lelaki. Anne bersyukur jika memang pilihan Hamas seperti itu maka ia bisa berpikir, barangkali Allah akan menjodohkannya dengan lelaki yang lebih baik. Lelaki yang menjaga diri seperti dirinya. Lelaki yang paham agamanya bukan sekedarnya. Dan memikirkan ini membuat Anne berpikir lagi.....
Mungkin ini saat yang tepat untuk melupakan perasaaan yang muncul sementara itu. Benar kata daddy-nya. Lebih baik ia mengurus kuliahnya. Fokus pada cita-citanya. Sibuk memperbaiki diri daripada membandingkan diri dengan Nisa. Bukan kah itu jauh lebih bermanfaat?
Ya, ya, ya. Anne mengangguk-angguk. Ia menghapus semua history yang menunjukan bukti bahwa ia menyelidik dua akun itu. Ia memutuskan untuk menghapusnya. Ia memutuskan untuk memulai hidupnya tanpa cinta seperti sebelumnya. Lebih baik ia menyiapkan diri untuk bekal akhiratnya bukan? Karena kematian lebih pasti dibanding kelanjutan dari hubungan ini.
Aaah, Anne mendongak. Ia melihat tulisan yang ditempel di depan meja belajarnya. Tulisan di dinding itu menyadarkannya. Tulisan yang memotivasinya saat pertama kali memakai gamis dan khimarnya. Tulisan yang mengukir mimpi akhiratnya.
Ann, bukan kah surga lebih indah ketimbang dunia dan seisinya?
Anne tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Iya. Bukan kah itu yang ia cari dalam hidupnya yang sementara ini? Karena pada akhirnya, akhirat lah yang lebih abadi. Sementara dunia seperti tempat pemberhentian sementara. Layaknya seseorang yang menunggu di halte untuk menaiki kendaraan berikutnya demi menuju tujuan akhirnya.
Ann, jadi lah bidadari surga bukan bidadari dunia. Karena kecantikanmu akan membuat iri bidadari surga yang tak pernah turun ke bumi-Nya.
Membaca tulisan itu kemudian menginspirasi Anne satu hal.
Ann, katanya mau jadi bidadari surga tapi kok naksirnya sama cowok yang suka pacaran?
@@@
Anne baru saja membuka pintu kamar saat Adel baru saja melompat turun dari kursi makan. Ia agak heran melihat gadis cilik itu sudah ada di rumahnya sepagi ini.
"Iiih! Adel males sama Kakak Ann! Adeel mau pulang deh, Tanteeee!" pamitnya dengan centil seraya mengibas rambutnya. Anne ternganga melihat tingkahnya dari tangga. Bocah cilik itu masih ngambek padanya gegara ia tak terima kursus gratisan selama UTS kemarin. Kemudian Anne geleng-geleng kepala. Nanti juga kalau Anne sogok dengan es krim, Adel akan datang lagi padanya.
"Centiiil sekalii," tutur Feri yang sedari tadi memerhatikan pola tingkah Adel. Tadi ditanya Feri kenapa Adel tak berangkat sekolah hari ini? Katanya guru rapat jadi diliburkan. Makanya sejak pagi, sudah bertamu ke sini. Padahal sebenarnya bukan bertamu sih. Saat nongkrong di abang-abang tukang sayur, Sara melihat Adel bermain sepeda sendirian. Jadi perempuan itu membawanya ke rumah. Lumayan untuk meramaikan rumah karena anak dan menantunya sedang menginap di rumah besan.
Satu jam kemudian, Anne sudah tiba di kampus. Gadis itu berjalan santai. Tapi baru berbelok, ada Wayan yang berjalan ke arahnya. Mau menghindar pun percuma. Ia sudah terlanjur tertangkap oleh mata lelaki itu. Untungnya Wayan sedang tak berniat menyapa. Cowok itu hanya balas menganggukan kepala saat Anne menunduk dengan sopan. Ia memang sedang malas berbasa-basi. Baru juga hendak masuk ke kelas, Paijo sudah menahan langkahnya. Ia kan mau UTS lagi. Dan lagi....ini cowok kenapa lagi dah? tanyanya dalam hati.
"Apaan sih Kak Jooo?!" keluhnya. Tapi cowok itu hanya cengengesan saja.
"Gilak! Udah lama gue gak liat lo, Ann!" tuturnya yang menurutnya tak penting. Anne malah memutar bola matanya. Bosan. Ia sudah hapal pal pal. Kakak tingkatnya yang satu ini pasti ingin memohon bantuannya lagi.
"Apaan lagi sih?"
"Wes! Wes! Wes! Jangan galak-galak dong, Ann! Masih pagi juga!" ledeknya yang sebetulnya sedang berupaya mengungkit arah pembicaraan menuju maksud terselubung.
"Pokoknya apapun itu, gue GAK MAU!" tegasnya. Cowok yang satu ini memang harus ditegasi sekali-sekali. Tapi memang yang namanya menyerah itu bukan jiwa Paijo. Cowok itu langsung balik badan, hendak mengikuti langkah Anne tapi tak lama malah ditarik oleh asisten dosen. Teman-teman sekelas Anne tentu tertawa melihat telinganya ditarik Kak Desi. Sementara Anne baru saja mendengus. Kali ini ujiannya tak menggunakan komputer tapi kertas biasa. Karena Kak Desi terlihat membawa banyak kertas ditangannya yang disimpan di dalam amplop coklat.
"Kenapa lagi dah tuh orang?" besok Jihan. Anne hanya mengendikan bahu.
Dan Paijo masih mengejarnya bahkan hingga ke kantin. Anne bahkan baru saja mendudukan pantatnya di bangku saat cowok itu datang dengan nafas tersengal-sengal. Kali ini ternyata bahasannya tidak sama dengan yang tadi pagi.
"Lo ngundurin diri, Ann?" tanyanya.
Anne yang baru mau memasukan sesendok nasi pun berhenti. Ia menatap Paijo dengan kening mengerut. Apa sih maksudnya?
"Ngundu--"
"BEM!" potong Paijo. Ia bahkan menarik bangku dari meja lain demi duduk bersama Anne dan Jihan. Jihan sih sibuk mendengarkan musik sembari mencoba belajar untuk UTS mata kuliah jam dua siang nanti.
Anne tentu agak kaget. Tapi ia berpura-pura tak paham. "Ngundurin diri maksudnya?"
Paijo berdecak. "Interview!"
Anne menghela nafas. Tahuuu aja! pikirnya. Tapi ia tak membahas itu. "Kata siapa?" tuturnya cuek dan seketika membuat Paijo linglung. Tadi, ia mendengar kabar beritanya begitu. Tapi kok orangnya malah menanggapi dengan seperti ini?
"Lah tadii--?" Paijo benar-benar bingung.
Anne mengendikan bahu, berpura-pura tak tau menahu kabar itu. "Salah dengar kali, Kak," tuturnya.
"Tapi lo jadi ngundurin diri?"
Rasanya Anne ingin menampol keningnya yang luas itu. Tapi tangannya terlalu berharga hanya untuk menyentuh lelaki bukan mahramnya. Bukannya jijik loh ya. Tapi itu cara menghormati diri sendiri sekaligus menghargai diri sendiri sebagai seorang perempuan. Ya kan?
"Siapa yang bilang begitu?" bohongnya. Semalam memang pihak BEM mengirim pesan padanya untuk datang interview nanti. Tapi ia bilang tak bisa datang lantas pihak BEM malah mengancam akan mendiskualifikasinya. Anne tak membalas lagi. Toh sekarang lagi masa UTS. Masa mereka tidak UTS alias Ujian Tengah Semester sih? Kan masih satu fakultas? Anne geleng-geleng kepala. Walau ia memang berniat untuk mengundurkan diri. Kenapa?
Lihat saja baliho besar di depan kantin yang memuat wajah Hamas itu. Ucapan selamat atas terpilihnya menjadi ketua BEM fakultas ini. Gimana Anne tetap melanjutkan keanggotaannya di sana? Karena jika ia tetap lanjut, itu artinya ia akan lebih sering ketemu Hamas bukan? Dan Anne malas sekali berurusan dengan lelaki itu lagi. Beberapa minggu ini saja, ia terus menghindarinya. Dan memang harus bersyukur karena tak dipertemukan kecuali dengan wajahnya yang tertempel di mana-mana.
"Jadi enggak ya, Ann?"
Pertanyaan Paijo menyadarkannya. Tanpa konfirmasi dari Anne lagi, ia sudah beranjak dari bangku kemudian kembali berjalan menuju ruang BEM. Cowok itu mengkonfirmasi kalau Anne tak mengundurkan diri dari interview itu. Ia bertanya pada Anne karena tadi mendengar keluhan anak-anak BEM yang membicarakan Anne. Yang katanya Anne tidak sopan membalas pesannya. Tentu saja Paijo tak percaya. Ia sangat mengenal Anne dan kini bahkan sudah adu mulut dengan beberapa panitia.
"Mana? Mana? Pesannya? Kasih tunjuk doong! Kalo bener, baru lo berhak diskualifikasi dia!" amuknya. Si panitia yang berurusan dengan Anne itu tentu takut. Apalagi saat ponselnya dirampas Paijo dan pesan itu dibaca beramai-ramai oleh anak-anak BEM. Hasilnya?
"Wah parah lu, Sal!"
"Iya parah lu!"
Ia langsung disoraki. Paijo tentu menang. Karena Anne memang tak membalas bacotannya dipesan itu. Ia hanya emosi sendiri dan itu membuat gaduh hingga sampai ke telinga Hamas yang baru tiba. Matanya menyalang mendengar cerita anak-anak BEM yang berseru heboh sambil geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan Salsabila yang memutarbalikkan fakta. Padahal ia yang memaki Anne hanya karena Anne menolak interview selama UTS. Wajar kan kalau meminta untuk ditunda? Karena beberapa calon anak BEM lain juga melakukan itu dan narahubung lain juga tak mempermasalahkan itu. Hamas sih hanya berdeham walau satu ruangan BEM sudah riuh.
"Tolong jaga martabat seorang ksatria BEM, Sal," itu pesan Hamas padanya sebelum pergi meninggalkan ruangan BEM. Hatinya tiba-tiba memanas karena kesal dengan Paijo yang mati-matian membela Anne. Ia heran. Bukan kah Paijo sudah berpacaran dengan Tessa? Tapi kenapa masih membela Anne sedemikian kuat?
@@@
Ujian Tengah Semester sudah berakhir seminggu yang lalu. Tapi perkuliahan sudah dimulai lagi. Siang ini Anne mendadak harus ke kampus. Ia mendapat jadwal interview untuk masuk sebagai anggota BEM. Setelah kemarin-kemarin sempat salah paham dengan narahubung sebelumnya, si Salsabila. Sekarang, narahubung BEM yang menghubunginya sudah bukan gadis itu. Ia juga tak mengerti kenapa gadis itu begitu marah padahal Anne tak pernah mencari masalah pada siapa pun.
Dua minggu yang lalu saat Anne masih dalam fase galau akut, ia sempat ingin mundur karena tahu bahwa ketua BEM yang baru adalah Hamas. Tapi sejak beberapa hari kemarin, ia mengurungkan niatnya. Ah, masa cuma gara-gara cowok ia jadi cemen sih? Anne kan gak sepengecut itu. Iya gak?
Walau yah, ia tak menampik jika memang masih ingin menghindari lelaki itu dan malas berurusan dengannya lagi. Tapi akhirnya, ia memutuskan untuk izin magang hari ini. Hanya masuk setengah hari kemudian berangkat menuju kampus dengan naik ojek yang disambung commuter line dan dilanjut lagi dengan ojek. Akhirnya, ia tiba di depan ruang BEM. Sudah banyak yang mengantri untuk di-interview. Ia hanya duduk saja di pojok ruangan, sambil membaca berita-berita yang terlewat. Tak memerhatikan sekitar pula. Tak begitu peduli. Hingga ada satu anak perempuan yang mengambil jurusan kedokteran gigi, menyapanya. Ia hanya tersenyum dan sedikit meladeni obrolan itu. Anne sebetulnya tidak sadar kalau semua mata tertuju padanya. Yeah, sebagai cewek paling cantik di fakultas ini....dan mungkin itu lah yang membuat banyak perempuan di sini tidak suka karena kecantikan wajahnya membius semua lelaki.
Tak lama, ia dipanggil dan diwawancarai oleh kakak tingkatnya yang seangkatan Hamas. Anne bersyukur bukan Hamas yang mewawancarainya. Yah, gak mungkin juga sih ia diwawancarai Hamas. Secara tuh orang kan ketuanya. Lah ia? Hanya anak baru yang berani mencalonkan diri menjadi anggota BEM. Mana mungkin anggota biasa sepertinya tiba-tiba diwawancara ketua BEM?
"Ann ya?" sapa lelaki itu. Anne mengangguk. Kemudian duduk di depannya. Ia tak tegang sedikit pun.
"Pernah ikut OSIS sama SMA, Ann?" tanyanya usai mengobrol singkat tentang latar belakang keluarga juga jadwal kuliah Anne. Anne juga ditanya tentang bagaimana ia mengatur waktu kuliah dan organisasi. Anne tentu bilang dengan jujur kalau kuliah tetap prioritas utama. Jadi, ketika terjadi tubrukan jadwal kegiatan BEM dengan perkuliahan maka ia akan memilih kuliahnya terlebih dahulu. Lelaki itu tadi hanya mengangguk-angguk mendengar jawabannya. Masing-masing orang punya prinsip, pikirnya. Dan Anne mempunyai itu. Alih-alih mengutamakan kegiatan organisasi. Memang yang tetap lebih penting itu ya....perkuliahan. Karena mereka dibiayai orangtua itu untuk kuliah. Organisasi ini bonus.
Usai interview yang berlangsung seru itu, Anne pamit pulang. Ia tak punya urusan lagi di kampus dan berniat untuk mengerjakan tugasnya di rumah. Tadinya sih mau menginap di apartemen Jihan, tapi ia sedang mengurangi kontak agar tidak bertemu dengan lelaki itu lagi. Walau....
"Hei, Ann!"
Mungkin ia tak melihat Anne selama hampir sebulan. Rasanya agak rindu. Tapi ia juga terlalu sibuk dengan urusan BEM juga UTS-nya. Wajar jika tak sempat mencari-cari Anne seperti biasanya.
Anne yang tahu suara itu milik siapa, memilih untuk pura-pura tidak mendengar. Ia juga tak menoleh dan memilih terus berjalan usai memakai sepatunya.
Sementara Wayan yang muncul dari arah depannya, kemudian berteriak memanggil namanya. Mau tak mau ia mendongak dengan senyuman tipis. Soalnya, tadi ia tak sengaja bersitatap dengan Wayan. Kan terlanjur tertangkap basah!
"Kelas?" tanya lelaki itu yang melirik sahabatnya yang terpaku di belakang sana.
"Gak, Kak. Mau balik."
"Aaah, oke!" tutur lelaki itu. Tapi saat Anne melangkah lagi, ia kembali mengatakan sesuatu. "Ann, ponselnya jatuh tuh di sana," tuturnya yang menunjuk ke arah belakang Anne.
Dengan bodohnya Anne membalik badan. Mau-mau saja mengikuti perintah Wayan yang berakhir dengan saling bersitatap dengan Hamas. b**o! maki Anne dalam hati. Lain kali, ia jangan terlalu polos seperti ini. Sementara Wayan sudah pergi sambil menahan tawa. Berhasil mengerjai Anne. Lagi pula, ia kasihan juga melihat Hamas yang sepertinya agak diabaikan oleh Anne.
"Ann, tadi aku manggil," tutur lelaki itu yang sudah mendekat. "Gak ada yang jatuh. Wayan cuma bercanda," tuturnya saat dilihatnya Anne sok sibuk mencari sesuatu di lantai.
Yaaa emang gak ada yang jatuh sih, tapi Anne sengaja melakukannya agar bisa menghindari lelaki ini. Namun ternyata tak ada gunanya.
"Tadi interview?" tanyanya. Tapi Anne malah sibuk mencari ponselnya di dalam tas. Mengabaikan Hamas yang menunggu jawabannya. Tak lama, ia sudah menaruh ponsel itu ditelinganya. Dengan kecepatan cepat, ia berpura-pura mendapat telepon dari daddy-nya.
"Ya, dad?"
Matanya melirik sekilas pada Hamas lantas menunduk dan berjalan cepat menjauhi lelaki itu. Kesempatan kabur, pikirnya. Tanpa tahu kalau Hamas menatapnya dengan sendu dari kejauhan sana.
"Ng, oke. Ini Ann mau pulang kok, daaad," tuturnya lantas berlari terburu-buru menuju lobi fakultas. Setibanya di sana, Anne mengumpati dirinya sendiri kemudian menenangkan diri. Ia berhasil kabur, pikirnya. Walau dengan cara yang sangat-sangat norak sekali.
As-ta-ga, Ann! Sejak kapan jadi jago akting begini?
@@@