Detektif Ferril

2945 Words
"Ann! Duluan ya!" Raina pamit lantas membunyikan klakson mobilnya. Anne cuma melambaikan tangan. Ia sendiri masih berdiri di lobi fakultas, menunggu daddy-nya yang katanya mau menjemput. Tak lama, mobil Jihan dan pacarnya juga melintasi lobi fakultas. "Ann! Mau nebeng gak sampe stasiun?" tanya Jihan sembari menurunkan kaca jendela mobilnya. Anne menggeleng sebagai jawaban. "Dijemput daddy kok," jawabnya lantas mengangguk ketika melihat Raka juga tersenyum ke arahnya. Tentu saja ia mengenal lelaki itu. "Ya udah. Kita duluan ya, Ann!" Ia hanya mengangguk pada gadis itu. Tak lama, mobil Jihan bahkan sudah masuk ke jalanan besar Jakarta. Anne menatap langit cerah disore ini. Tidak hujan. Kemudian kembali melirik jam tangannya yang menunjukan pukul empat sore. Yaah, daddy-nya belum pulang dari kantor sih jam segini. Tapi kan sudah janji untuk menjemputnya.  "Aaann!" teriak Evan. Cowok itu melambai-lambai dari kejauhan sambil menenteng donut titipan Paijo untuk Anne. Evan sampai lupa kalau harus memberikan ini pada Anne. Untung Anne belum pulang. Dan Anne membalik badan. "Ada donut nih dari Kak Paijo," tuturnya lantas nafasnya tersengal-sengal ketika tiba di dekat Anne. Anne menerima donut itu dengan senang hati. Lumayan, pikirnya. Malam ini sebetulnya ia punya jadwal untuk mengajar Adel belajar matematika dan gadis kecil itu selalu meminta cemilan ditengah-tengah belajar. Alasannya biar konsentrasi. Padahal, itu hanya akan membuat kantuk saja ketika sudah kenyang. "Makasih ya, Vaaan!" teriak Anne pada Evan yang baru saja pamit. Cowok itu sudah berlari-lari menuju parkiran motor. Ogah membawa mobil karena sering terjebak macet dikala pagi. Kini ia kembali sendirian di lobi ini. Berhubung selama sepuluh menit, masih tak nampak juga mobil daddy-nya, ia berinisiatif untuk mengambil ponsel dari tasnya. Namun perhatiannya langsung teralihkan saat mendengar suara ciye-ciye dari segerombolan cewek dan cowok di belakang sana. Anne lagi-lagi melihat Hamas dan Nisa. Kali ini tetap jalan berdua tapi, tak jauh dibelakang mereka ada segerombolan kakak tingkatnya yang bersorak ciye-ciye itu. Heiish! Anne langsung mengalihkan tatapannya. Amarahnya sudah naik selama beberapa hari ini. Jangan tanya pula soal pemilihan ketua BEM kemarin. Anne tentu tak jadi memilih lelaki itu. Iya lebih memilih Nathan walau hatinya memilih lelaki itu. Hasilnya?  Berdasarkan pengumuman tadi pagi, tentu saja pemilu itu dimenangkan Hamas dengan persentase 65,40%. Cukup unggul bukan? Wajar saja. Hamas kan punya daya tarik tersendiri. Bukan hanya dari cara bicara, kinerja tapi juga tampang. Tapi hari ini Anne sudah mendingan. Walau yah, cemburunya masih bertahan bahkan masuk ke dalam tahap kronis alias sulit disembuhkan. Sejak melihat mereka di kantin tadi pun, Anne sudah terluka dan ini hanya menambah robek luka dihatinya itu. "Eh udah kali ngikutinnya," tutur Nisa. Anne yang sedang picik, kontan memaki dalam hati. Astagfirullah, Anne! Manusiawi gak sih? Anne bukannya ingin merasa lebih baik. Tapi setidaknya, ia tidak centil-centil pada lelaki. Berbeda dengan gadis itu heiish...astagfirullah, Ann! Siapa lo yang berani menilai manusia lain sepicik itu? Teman-temannya malah menyoraki Nisa yang girang dengan kekehannya. Ada yang bilang kalau mereka tak mengikuti keduanya. Ada yang bilang kalau mereka tak meledek keduanya. Mereka beralibi kalau memang ingin pulang. Walau yah, tak lama gerombolan itu bubar. Ada yang ke parkiran, ada yang ke lobi, dan ada yang langsung berjalan menuju gerbang kampus. Anne? Pura-pura sibuk mengecek ponselnya sambil berdoa semoga daddy-nya cepat datang. "Kak! Besok jadi?" Nisa menegur Hamas yang sempat menatap Anne. Lelaki itu dengan cepat kembali menoleh pada Nisa. Jarak kehadiran keduanya memang tak jauh dari Anne yang berdiri sendiri dan jelas-jelas dapat mendengar obrolan mereka. Hamas hanya mengangguk sebagai jawaban. Lelaki itu berdeham saat menyadari kalau lengannya dipegang Nisa sedari tadi. Itu sebenarnya yang membuat Anne tambah panas. Sedari awal ia sudah melihat tangan itu bergelayut. Ah, bukan cuma tadi kok. Kemarin juga saat Anne sedang mengantri untuk pencoblosan. Tak jauh dari posko, lelaki itu juga berdiri berdua dengan Nisa yang manja. Hal itu lah yang memotivasi Anne untuk mencoblos muka Nathan sedalam-dalamnya. Hihihi! Patah hatinya ke Hamas kenapa Nathan yang kena ya? Aah bodo amat lah! Entah ia harus bagaimana dengan perasaannya sendiri. Anne hanya merasa jika memang perempuan seperti itu yang dipilih Hamas maka mungkin Anne patut bersyukur. Kenapa? Bukannya Anne ingin merendahkan atau menilai iman orang, hanya saja, untuk seorang muslimah yang sudah baligh dan beragama Islam bukan kah tahu bagaimana hubungan antara lelaki dan perempuan yang seharusnya? Walau masih banyak yang melanggar dengan berpacaran misalnya..... "AAAAAAAAANNNN!" Dan Anne dikagetkan dengan teriakan itu. Gadis itu melihat mobil yang muncul di depannya. Ada Dina yang menyetir, di samping Dina ada Farras. Di belakangnya, ada Rain. Astaga....mau dibawa ke mana ia hari ini? @@@ Saat sudah masuk ke dalam mobil, Anne baru tersadar satu hal.... "Emang kak Dina udah punya SIM baru?" ia bertanya sangsi. Dina malah terkekeh. Omong-omong, ia baru belajar menyetir kembali selama dua minggu dan SIM-nya baru jadi tadi pagi. Maklum lah,  Dina sudah lama tak menyetir kan. Jadi SIM lama pun entah di mana ia menaruhnya. Hihihi.... "SIM aman!" sahut Rain yang santai memainkan ponsel. "Iyeeee SIM aman tapi yang nyetir nih yang kagak aman! Lu tau, Ann? Kakak ipar lu ini udah dua kali nyaris mati sejak berangkat dari Depok tadi! Astagfirullah!" keluh Farras yang ternyata pegangan erat pada kursinya.  Anne terkekeh. Ia sih awalnya masih merasa santai  hingga akhirnya ikut berteriak ketika Dina mengerem mendadak di lampu merah. Lalu saling mengucap istigfar dan mengelus d**a. Oke, pikir Anne. Benar kata kakak iparnya, ia bahkan masuk ke dalam tahap nyaris mati itu.  Sepuluh menit kemudian, perjalanan rada aman. Meski ketiga penumpang itu penuh waspada dan isi mobil masih dipenuhi teriaka. Tujuan perjalanan ini adalah kembali ke Depok. Sebetulnya, tadi Farras, Rain dan Dina baru saja pulang dari Tangerang. Mengunjungi anaknya Tiara. Tapi saat perjalanan di tol, mereka tersasar karena tak ada yang paham menggunakan petunjuk Google Map. Hihihi! Alhasil, keluar di pintu tol dekat Cawang. Tak lama, malah berputar-putar dan tahu-tahu mengelilingi Jakarta Pusat dan belok ke kampusnya Anne. Feri sudah diberitahu kalau mereka akan menjemput Anne tapi lelaki itu lebih khawatir pada yang menjemput anaknya ini. Makanya, saat ini yang ketar-ketir melacak posisi mobil Dina adalah Ardan yang dibantu Ferril yang baru pulang dari UK.  Berhubung perjalanan macet dan mereka laper, akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti di dekat restoran pinggir jalan sekalian menumpang solat magrib. Mereka masih terdampar di Jakarta tapi sudah agak mendekati Depok. Yeah, sudah di daerah Lenteng Agung tepatnya. Seenggaknya, Dina hapal jalan ini. "Ras, di mana?" Ando sampai lupa mengucap salam saking paniknya. Anne yang juga mendengar suara Ando dari telepon memutar bola matanya. Agak-agak cemburu karena Ando lebih perhatian pada Farras. Ya, Anne paham sih kalau Farras kan istri kakaknya tapi tetap saja.... "Di resto, Abi. Udah aman. Di daerah Lenteng Agung. Mungkin sejam lagi nyampe rumah atau muter dulu nganterin Rain," jawabnya. "Ada Ann juga." "Abi jemput aja ya?" "Gak usah, Bi. Nanti juga nyampe. Udah di Lenteng Agung juga." Ando menghela nafas di seberang sana. Bukan masalah sudah di Lenteng Agung atau tidak taaaapi.... "Pesen nih pesen!" tutur Dina. Berhubung holang kayah eh enggak deng, berhubung ia habis nyopet di dompetnya Ardan tadi pagi, ia akan traktir tiga perempuan ini makan sepuasnya. "Kalian pesen terus gue yang nunggu. Gue lagi gak solat." Anne langsung memburu pesanan, begitu juga Rain. Sementara Farras bilang untuk pesan apa saja dan langsung menyusul langkah Anne dan Rain ke mushola sambil menelepon Ando. Lelaki itu tak jamaah di masjid. Tadi solat sendiri di ruangannya dan buru-buru pulang begitu mendapat kabar dari Farras yang malah nyasar di Jakarta bersama Dina. Sementara Dina agak kaget begitu ponselnya berbunyi. Ia menghela nafas melihat kemunculan nama di layar ponselnya. Alih-alih mengangkat, ia malah membiarkan. Hari ini, ia sengaja bolos kerja dari rumah sakit karena bosan. Hal yang tentu mengundang omelan emaknya. Tapi Papanya selalu membela. Yeah, anak perempuan kesayangan sih. Lima belas menit kemudian, ketiga perempuan itu muncul dan kembali duduk di bangkunya bersama Dina. Awalnya, suasana sih damai. Apalagi makanan-makanan mulai diantar oleh pelayan. Anne menyimak saja Rain yang sibuk berbicara tentang gosip artis. Meskipun unfaedah, tapi menurut Anne, yang paling lucu itu adalah ekspresi Rain ketika bercerita. Apalagi Farras dan Dina berkali-kali menoyor kepalanya karena menceritakan gosip-gosip yang ternyata cuma candaan. "Nyesel gue percaya sama lu!" keluh Dina. Anne terkekeh geli. Di antara ketiga perempuan ini, setidaknya Anne bisa percaya ada kakak iparnya. Ucapan Farras masih bisa ia pegang. Kalau ucapan kedua orang ini jangan ditanya. Sudah bicaranya asal, ndablek, orangnya sableng pula. Alhamdulillah, masih ada yang mau. "OOOI!"  Suara yang mirip suara milik Ardan itu menyita perhatian. Eeeh, memang Ardan. Lelaki itu muncul dengan Ferril yang geleng-geleng kepala. Mereka mengejar mobil yang dikendarai Dina dengan GPS hingga terdampar di sini.  "Bikin panik aja lu pada," tuturnya tapi baru mau duduk langsung diusir Dina, disuruh solat. Katanya biar pikiran jernih dengan wudhu jadi lupa marah-marah padanya. Hihihi! Ya benar sih. Akhirnya, dua cowok sableng yang kelaparan mengejar buronan itu juga ikut makan. Sementara Ando sudah lega karena mendapat kabar dari istrinya kalau ada Ardan dan Ferril. Jadi pulang nanti, sudah dipastikan kalau Ferril yang akan menyetir. Ia ogah bawa motor cekingnya Ardan dan biar kan saja abang sepupunya itu membawa motor sendiri. Biasanya juga sendiri. Kelamaan jomblo sih! @@@ Anne terkekeh melihat hasil fotonya bersama Ferril yang memang duduk di sebelahnya. Cowok itu melihat ponsel baru Anne kemudian mencoba kameranya. Awalnya sih selfie sendiri tapi karena Anne melihat, akhirnya malah foto berdua. Biar pun jarang mengobrol dengan Anne, sejujurnya Ferril dekat dengan gadis ini. Yeah, dibanding dengan Farrel kan. Meski Anne terlihat pendiam dan judes tapi kalau sudah mengobrol akan asyik. Contohnya saja, si Paijo dan Evan yang lumayan dekat dengan Anne di kampus.  "Yaaah, isi hape Ann cewek semua," tutur Ferril. Anne cuma berdesis mendengarnya lantas menghabiskan minumannya. Terus kenapa kalau cewek semua? Biasanya juga senang, dumelnya dalam hati. "Dosa tauk, Bang," ingatnya yang membuat Ferril menoleh. "Itu, yang di-IG Abang!" lanjutnya yang membuat Ferril cuma tersenyum tipis. "Maju lu sana, majuuu!" seru Dina. Ia mendorong-dorong Ardan hingga cowok itu berada tepat di depan kasir. "Dia yang bayar ya, Mas," tambahnya kemudian. Ardan ternganga. Biasa, yang jadi korban untuk membayar tentu saja Ardan meski uangnya sudah dirampas Dina hingga dompetnya kosong pagi tadi. "k*****t emang lu yak," tutur Ardan sambil menelan pil pahit di depan kasir sementara Dina, Rain dan Farras cekikikan berlari kecil keluar dari restoran. Woohoo! Dina kan gak mau rugi. Lumayan kan hasil copetan tadi pagi untuk membeli produk-produk kecantikan di kamarnya yang hampir habis. Berhubung emaknya pelit karena tak mau memberinya uang jajan lagi semenjak mendapat pekerjaan. Ferril beranjak dari bangku karena sepupu-sepupunya yang lain sudah rusuh di kasir. Anne juga beranjak. Tapi gadis itu sudah jalan di depannya. "Itu namanya seniii, Aaaann!" tuturnya yang tahu-tahu sudah merangkul Anne. Yeah, ia tahu sih kalau mereka sepupuan dan bukan mahram. Tapi tetap aja tangannya suka nyosor kesana-kemari. Sebodo amat! Bagi Ferril ya, Anne ini adiknya. "Isssh!" Dan Anne langsung menepisnya. Hal yang membuat Ferril terkekeh kemudian menyusul langkah gadis itu.  "Lagi jatuh cinta ya, Ann?" tanyanya dengan nada berbisik. Awalnya, Anne membeku kaget. Tapi kemudian ia mencoba bersikap biasa saja walau sudah terlambat. Karena apa? Karena Ferril sudah menangkap gerak-geriknya yang spontan tadi. Hihihi! Ferril tahu dari mana? Dari history tinjauan di akun i********:-nya Anne. HAHAHA! Itu cowok sableng tidak hanya membongkar isi foto Anne tetapi juga IG-nya. Ia melihat sosok lelaki bernama Hamas menjadi daftar pencarian teratas. Saat membuka akunnya, Ferril mencoba mulai menyelidik dan langsung mengambil kesimpulan. Kalau hanya kagum, mungkin orang itu tidak akan balas mengikuti akun Anne. Tapi ini bukan kekaguman melainkan ada sesuatu yang telah terjadi. Ohooo......jangan ragukan kemampuan penyelidikan Ferril yang detil dan kece. Meski Anne tak menunjukan tanda-tanda apapun di akunnya, gadis itu tetap tertangkap basah menyukai seseorang. Dan seseorang itu bernama Hamas. Ferril terbahak melihat muka pucat sekaligus kaget milik Anne. Walau gadis itu berupaya akting untuk bersikap biasa saja, sudah tak tertolong. Ferril sudah paham. Apalagi insting detektifnya mengatakan demikian. Hihihi. "Mau tahu gak cara untuk tahu, tuh orang suka sama Ann juga atau enggak?" Anne memukul bahunya sementara Ferril terkekeh. "Apaan sih, Bang!" "Yeeee, gak apa-apa kali. Namanya juga manusia normal. Cewek suka sama cowok atau sebaliknya, itu wajar, Ann. Yang salah itu kan cara menyalurkannya, Ann. Dengan pacaran misalnya." "Lagi nasehatin diri sendiri?" sindir Anne tapi Ferril kembali tertawa.  Lelaki itu sadar mungkin ini cinta pertama Anne? Karena seingatnya, siapapun di keluarganya yang jatuh cinta pasti beritanya akan heboh. Nah, Anne? Masih belum ada yang tahu selain dirinya. Itu juga kalau ia tak salah mengira. Dan sejauh ini, Anne memang belum terlihat dekat dengan lelaki mana pun. Jadi tidak salah jika Ferril menebak kalau ini cinta pertama bagi Anne bukan? "Kalau Abang tebak, dia aktif di organisasi, mungkin populer juga, banyak yang naksir. Ye gak?" Anne memutar bola matanya. Agak-agak kesal dengan tebakan Ferril yang jitu. Melihat respon Anne yang begitu, membuat Ferril terkekeh. Namun kemudian ia berdeham setelah memikirkan sesuatu. Begini-begini ia bisa menjadi abang yang baik untuk Anne tauk! "Jatuh cinta boleh, Ann. Tapi jangan salah menaruh hati. Ann juga masih kuliah. Mendingan fokus kuliah aja. Apalagi Ann juga masih kecil," tutupnya sambil mengelus kepala Anne kemudian mendahului gadis itu dan berjalan masuk ke dalam mobil baru Dina. Ia langsung mengambil posisi sebagai supir dengan Dina di sebelahnya. Ardan? Sudah duduk di atas motornya. Anne sempat terpekur mendengar kalimat Ferril. Mungkin daddy-nya juga menganggapnya begitu. Abangnya juga. Ia masih kecil untuk perlu merasakan jatuh cinta. Anne menghela nafas. Kenapa semua orang menilainya begitu? "Ann! Masuk!" titah Farras yang sudah membuka pintu. Tangannya melambai menyuruh Anne segera menyusul. Sementara Rain baru saja mengeluarkan kepala dari jendela mobil demi meneriaki Ardan yang sedang memakai helm. "WOOOI! BANG ARDAAAAN! SENDIRIAN AJAAAA!" teriaknya yang kontan mengundang tawa. Ardan mendengus. Emang k*****t para sepupunya juga saudara kembar sablengnya ini. Ia yang membayar, ia pula pulang sendirian. Hihihi. Tadi ia sudah menawari Rain agar ia saja yang mengantar daripada si Ferril muter-muter mengantar Rain tapi Rain ogah. Apa katanya coba? "Udah sih, Bang. Biasanya juga naik motor sendiri." Kan k*****t namanya. Di mana-mana, ia selalu di-bully. @@@ "Assalamualaikum!" suara cempreng Adel menyapa di depan rumah. Gadis kecil tujuh tahun itu diantar Aidan ke rumah Sara. Sara yang membuka pintu terkekeh. Aidan langsung pamit pulang. Nanti juga, ia akan menjemputnya atau Abinya. Abinya sih masih lembur. Kalau Umminya kan sedang mengajari Ali, Adrian dan Adshilla. Kalau adiknya yang satu ini tak mau belajar sama Ali atau kakaknya yang lain karena rajin bertengkar. Makanya sering dititipkan di sini. "Duuuh! Udah dateng adiknya Kakak Raaas!" seru Farras yang baru selesai berganti baju. Mereka baru tiba dua puluh menit lalu di rumah ini. Perempuan itu berseru dari lantai dua. Adel sih sudah cengar-cengir dibawa Sara ke meja makan. Katanya ada donut. Hihihi. "Abang Ando mana, Tante?" tanyanya dengan donut belepotan. Sara terkekeh. Ia mengurus ponakannya yang ceriwis bin bawel ini. Bibirnya sudah belepotan coklat. "Lagi mandi kayaknya," tutur Sara. Rasanya sudah lama sekali tak punya anak kecil jadi gemas sendiri tiap melihat Adel. Ia tahu bagaimana perasaan besannya, Icha, Bundanya si Farras, yang kepengen anak lagi beberapa tahun lalu. "Belajar apalagi malam ini, Del?" tanya Farras. Ia sih sempat menawarkan diri untuk mengajari Adel tapi dengan songongnya Adel menolak. "Iih! Adel kan maunya diajarin Kakak Ann! Soalnya Kakak Ann itu calon dokter! Nanti kalau udah gede, Adel kan mau jadi dokter juga kayak Kakak Ann! Kalau Kakak Farras yang ajarin Adel, nanti Adel malah nikah muda bukannya kuliah!" Farras jadi kesal mendengarnya. Ia memang menikah muda sih tapi kan tetap kuliah! Bahkan akan selesai! Emang dasar si Adel sok tahu! "Adeeeel! Buruan naik!" teriak Anne dari dalam kamar. "Iih! Bentar tauk, Kakak Ann! Adel kan masih belum selesai makan donutnyaaaa!" kilahnya. Sara tertawa mendengar pembelaan diri itu. Ini belum seberapa ribut dibanding biasanya. Farras juga tertawa. Ia sih menyerah menghadapi kebawelan Adel yang tiada tara itu. Dan Anne sampai membuka pintu kamarnya. Kepala gadis itu terlihat dengan wajahnya yang sudah kesal. Padahal acara belajar belum dimulai. Adel itu kalemnya cuma kalau bareng cowok ganteng macam Ando. Kalo cowoknya jelek, dibacotin noh kayak si Ardan. Apalagi kalau cewek! Emang dasar centiiil! "UDAAH JAM BERAPAAAA INIIII! KAKAK AANN JUGA PUNYA TUGAS KULIAH TAUUUK! BURUAN NAIIIK!" teriaknya lantas membanting pintu ketika menutupnya. Adel mendengus. Gadis kecil itu memasukan donut yang tinggal seperempatnya dengan cepat ke dalam mulut. Lalu melompat turun dari kursi makan. Usai memperbaiki buku-buku dan kotak pensil ditangannya, ia menjinjit. Tangan kanannya kembali menggapai donut di atas meja. Hal yang membuat Sara dan Farras terbahak. Astaga! Sudah diomeli oleh Anne begitu, masih sempat-sempatnya mengambil donut. Kemudian berjalan-jalan kecil menaiki tangga sembil mendumel. "Padahal tadi Adel sudah bolak-balik ke sini dari abis magrib. Tapi Kakak Ann malah belum pulang-pulang!" kesalnya. Tentu tak terima disalahkan dan itu membuat Farras sampai memegangi perutnya. Ia menanti keributan apalagi yang dibuat Adel ketika masuk ke kamar Anne. "Ini namanya perkalian Adel. Emangnya waktu kelas satu kemarin, gak diajarin sama Bu Gurunya?" tanya Anne dengan judes. Adel sih gak takut. Wong, ia juga membalas dengan bacotan yang gak kalah judesnya. "Iiiih! Adel tauuuuu!" serunya. Ia baru teringat sesuatu. "Itu yang Kakak Ann ajarin kemarin-kemarin ke Adel!" Anne mengangguk-angguk, membenarkan. Baru diajari tiga hari yang lalu masa lupa? Tapi namanya juga anak-anak sih. Adel sibuk membalik-balik halaman bukunya ke depan. "Ini yang Abang Ardan dikali Abang Ardan sama dengan Abang Ardan!" serunya. Anne mengangguk lagi. Anne sengaja memberi perumpamaan itu biar Adel gak lupa satu dikali satu sama dengan satu. Gadis kecil itu suka salah. Tapi ketika diberi perumpamaan nama Ardan, langsung ingat. Canggih kan? "Nah, terus ini berapa? Dua dikali empat?" Adel tampak berpikir. Tapi belum juga dijawab, Anne kembali memberi perumpamaan. "Ada donut dua terus dikali empat berarti? Dua donutnya ditambah dua donut sebanyak empat kali bukan?" "Iyaaaa!" serunya. "Coba Adel hitung!" Dan Adel menghitung dengan jari-jari kecilnya. "Satuuuu...duuuaaaaa......tigaaaaa.....," hebohnya. Sementara Anne baru saja mengangkat telepon karena ponselnya berbunyi. "Iya, Ji?" "Iiih! Kakaaaaak Ann jangan berisiiik! Kan Adel jadi lupaaaaa!" serunya. Anne mendesis sementara Jihan yang mendengar suara tak asing itu tertawa. Ia tahu kalau itu suara sepupu Anne karena sering mendengarnya dari telepon. "Saatuuuu....duaaaaa...tigaaaa...." "Gue gak bisa deh kalo besok. Gimana ka--" "Iiihh! Kakaaaaak Ann dibilangin jangan berisik!" "Siapa juga yang berisik! Orang lagi nelpon!" omelnya dan Jihan tertawa di seberang sana. "Kan Adeeeel lagi ngituuung!" "Ya udaaaah sana ngitung ajaaa! Bawel amat sih!" keluhnya. Farras dan Sara tertawa di bawah sana. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD