Bab 15

1042 Words
Waktunya telah tiba. Setelah lebih dari dua puluh tahun para orang tua pensiun, tidak menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, kali ini dunia memanggil mereka kembali. Para orang tua mendapat panggilan dari negeri sahabat mereka, meminta agar dibantu menghancurkan keserakahan penyihir jahat yang hendak mengambil negeri orang lain. Semua berkumpul di rumah Bu Bertha sejak pukul delapan pagi. Tanpa basa-basi, mereka langsung bersiap pergi. “Semua siap?” tanya Bu Bertha. Di tangan sebelah kanannya memeluk Buku Darma. Para orang tua menjawab dengan mantap bahwa mereka telah siap. Hampir dua puluh tahun tidak bertarung, sama sekali tidak menghilangkan gairah mereka. Saat kebenaran memanggil, mereka akan siap. Mereka sama sekali tidak takut apalagi gentar. Mereka siap untuk mengorbankan jiwa dan raga. Melihat bagaimana kerennya cara para orang tua menjawab membuat anak-anak merinding. Mereka berempat belum pernah melihat ini secara langsung sebelumnya. Apakah kalian pernah menonton film avengers? Scene di mana para pahlawan super bergabung, siap untuk meluluhlantahkan musuh? Apa yang kalian rasakan saat itu? Begitulah yang Kinara dan sahabat-sahabatnya rasakan. Terlebih, mereka sendirilah pahlawan super tersebut. Mereka berkumpul di tempat biasa, tempat di mana Kinara dan rekan-rekannya berlatih. Pagi ini cuaca sangat baik. Langit terlihat cerah, angin juga bertiup sebagaimana mestinya. Bu Bertha memejamkan matanya sejenak, kemudian membukanya. Dia maju beberapa langkah, membiarkan Buku Darma mengambang di udara. Buku Darma mengeluarkam cahaya keemasan sambil membuka diri. Selaput transpran telah terpasang. Kali ini jarak yang dipasang selaput transparan lebih jauh, bahkan sampai menembus langit. Tidak ada waktu bagi Kinara dan sahabat-sahabatnya untuk bertanya. Bu Bertha mengangguk pada Buku Darma. Kesiur angin perlahan bertambah kencang. Pohon apel mulai bergoyang. Debu berterbangan. Kinara sampai menyipitkan matanya, mencegah debu masuk. Di atas sana, langit yang tadinya cerah sekali mulai menghitam. “Apa yang terjadi?” tanya Kinara sedikit berteriak mengalahkan kesiur angin. “Buku Darma akan membuka portal menuju Negeri Voresham,” jawab Bu Bertha. “Berpegangan!” Mereka semua saling berpegangan satu sama lain. Kecuali Bu Bertha. Dia berada beberapa langkah di depan para orang tua dan anak-anak. Kesiur angin sudah tidak tertahankan. Baju mereka dan rambut-rambut para perempuan berterbangan tidak karuan. Genggaman tangan mereka semakin erat, dan kaki mereka berusaha sekuat tenaga menopang tubuh agar tidak terbang ikut terbawa angin. Di atas, langit sudah gelap gulita. Hanya dalam hitungan menit, cuaca cerah telah berubah menjadi menyeramkan. Petir dan kilat saling bergantian. Perlahan, awan mulai berputar membentuk pusaran. Kinara menelan ludahnya. Apa yang terjadi? Adelina berharap semoga dia tidak mati karena dia masih ingin bertemu dengan oppa-oppa dan ahjussi koreanya. Anggara merasa dia akan terkencing sebentar lagi. Arjuna menatap lurus pusaran awan tanpa rasa takut sedikit pun. Ctar! Kinara dan yang lainnya refleks memejamkan mata mereka saat kilat menyambang disertai bunyi yang nyaris memekakkan telinga. Wush! Cahaya biru terang memancar dari langit hingga menyentuh tanah berbentuk tabung. “Masuk. Jangan lepaskan pegangan tangan kalian.” Mereka mengangguk. Winda yang pertama kali masuk. Yang lainnya mengikuti sesuai dengan perintah Bu Bertha—tetap berpegangan tangan. Setelah semuanya berada di dalam tabung cahaya biru terang, barulah Bu Bertha masuk bersama Buku Darma yang mengambang di samping Bu Bertha. “Bersiap!” Hitungan ketiga, mereka berteriak. Cahaya biru menyedot mereka ke atas. Mereka seakan merasa naik perosotan. Benar-benar definisi naik. Mereka melayang tidak karuan. Mereka terombang-ambing. *** Satu per satu dari mereka bak terjatuh dari langit. Mereka mendarat di bantalan yang empuk—bagian atas jamur raksasa. Kinara memegangi kepalanya yang terasa pusing. Isi kepalanya seperti diobok-obok rasanya. Bola matanya juga nyaris mau copot karena saking pusingnya. Kinara berharap semoga otak di dalam tengkoraknya tidak apa-apa. Para orang tua dan anak-anak yang lainnya berdiri dan ada juga yang terduduk lemas. Terombang-ambing tidak jelas di portal tadi membuat kepala mereka semua pusing. Bu Bertha berdiri. Buku Darma ikut mengambang di sampingnya. Inilah Negeri Voresham. Negeri yang terkenal akan tumbuhan dan hewan yang sangat beragam dan juga pemadangan yang indah. Mereka mendarat di hutan pohon jamur raksasa. Ukuran bagian payung jamur sebesar mobil Alphard di bumi. Empuk dan lembut. Sejauh mata memandang, mereka melihat jamur. Jamur tumbuh rapat, bagian atasnya saling berdekatan, nyaris tidak ada celah. Warna bagian atas jamur ini berwarna merah terang dengan totol-totol putih. “Ke mana kita selanjutnya, Bertha?” Winda bertanya. Ibu satu anak itu mengibaratkan bagian payung jamur seperti spring bed. Dia melompat-lompat. Melihat itu membuat Kinara tidak mau ketinggalan. Dia juga melakukan hal serupa. Para orang tua dibuat geleng-geleng oleh tingkah mereka. Kinara mendatangi Adelina, menarik tangannya, mengajak untuk ikut melompat-lompat. “Gak usah. Gue gak mau.” Adelina melepas tangannya. “Kita berada di bagian ujung dari Negeri Voresham. Jarak kita dengan tempat pemukiman penduduk masih jauh.” “Kalau begitu, minta Buku Darma untuk membuka portal menuju ke sana agar kita bisa lebih cepat sampai,” usul Henri, tetapi ditolak oleh Bu Bertha. “Apa kamu ingin kita langsung ditangkap oleh penyihir jahat itu? Kita tidak bisa menggunakan kekuatan Buku Darma lagi. Itu akan membuat kita ketahuan.” Para orang tua setuju. Mereka harus berjalan kaki menuju tempat pemukiman warga. “Pertama, kita harus turun dari atas sini.” Bu Bertha tengah memikirkan cara agar mereka bisa turun dari atas jamur raksasa. Kinara dan mamanya masih asyik melompat-lompat hingga akhirnya mereka melesak jatuh ke bawah. Arjuna, Angara, dan Adelina langsung mendatangi lubang tempat Kinara terjatuh. Begitu juga para orang tua, mendatangi lubang tempat Winda terjatuh. Kinara terlihat berusaha duduk sambil memegangi pinggangnya. “Lo gak kenapa-napa kan, Ra?” teriak Adelina. Jarak Kinara dan mereka sekarang sejauh lima meter. Cukup tinggi. “Gue baik-baik aja,” jawab Kinara sambil menahan rasa nyeri di pinggangnya. “Kita temukan jalannya. Semua melompat sampai bagian atas tumbuhan jamur raksasa ini bolong,” titah Bu Bertha. Para orang tua langsung mengikutinya. Adelina merasa kurang yakin. Dengan jarak lima meter, kalau jatuh ke bawah, itu lumayan menyakitkan bukan? Namun, dia tidak punya pilihan lain. Anggara dan Arjuna sudah melompat-lompat, berusaha membuat lubang di tempat yang mereka pijak. Adelina menelan ludah. Baiklah, tidak ada jalan lain selain ikut melompat. Satu persatu dari mereka jatuh ke bawah. Bagian atas jamur raksasa bolong. Yang paling terakhir jatuh adalah Adelina. Gaya jatuh mereka berbeda-beda. Ada yang terlungkup langsung berciuman dengan tanah, ada yang terduduk, ada juga yang telentang. Yang tidak berbeda, mereka semua merasakan nyeri yang lumayan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD