Bab 14

1035 Words
Adelina mengucek matanya, beranjak duduk. Tangannya meraih jam beker di atas nakas. Jarum pendek berhenti di angka tujuh dan jarum panjang berhenti di angka sepuluh. Seketika mata Adelina terbuka lebar. Dia bergegas turun dari tempat tidur, menyambar handuk, masuk ke kamar mandi. Tak lama Adelina tersadar, kemudian tertawa sendiri, menepuk jidat. “Aku kan gak sekolah mulai hari ini.” Karena sudah masuk ke dalam kamar mandi, Adelina sekalian saja melanjutkan membersihkan badannya. Usai mandi Adelina langsung bergabung di meja makan bersama papa dan mamanya. “Latihan hari ini?” tanya Gunawan. Adelina mengangguk sambil mengunyah sarapannya. Hal tersebut juga terjadi pada Kinara. Bedanya dia tidak bangun sendiri, melainkan dibangunkan oleh mamanya. Winda mengerjai Kinara, bilang kalau dia terlambat ke sekolah. Kinara langsung gelapan, bergegas ke kamar mandi. Namun saat tubuhnya sudah siap terkena air, dia baru sadar kalau mulai hari ini dia tidak lagi pergi ke sekolah. Statusnya sudah berubah bukan lagi menjadi murid SMA Rajawali. Usai mandi, Kinara langsung sarapan bersama mamanya. Meja makan diselingi percakapan ringan dan beberapa pertanyaan dari Kinara. “Kekuatan Mama apa?” tanyanya. “Sama seperti Kinara, kah? Tanah?” Winda menghentikan gerakan tangannya yang semula bersiap menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya. Winda memasang senyum getir, mengangguk. “Benar, kekuatan Mama tanah sama sepertimu.” “Kalau begitu, Mama bisa dong ajain Kinara latihan di rumah.” “Gak bisa, Kinara. Kamu hanya bisa latihan dengan Bu Bertha. Mama tidak bisa melatih kamu.” “Kenapa, Ma?” “Mama tidak pandai mengajar, Kinara. Mama hanya tahu cara menggunakan, tidak bisa mengajarkan. Yang ada nanti kamu malah gak bisa optimal menggunakan kekuatan kamu.” Kinara menganggukkan kepalanya. Baiklah kalau mamanya memang tidak bisa mengajar. Hal itu memang benar adanya. Sejak kecil sampai sebesar ini, Kinara tidak pernah belajar ditemani mamanya sekali pun. Kinara bisa sampai di titik ini atas usahanya sendiri. Setiap kali pulang sekolah, anak-anak lain akan mendatangi ayah atau ibu mereka, memberitahu bahwa mereka mendapat nilai sempurna di kelas, atau meminta bantuan mengerjakan pr. Itu tidak berlaku pada Kinara. Dia mengerjakan PR seorang diri di kamarnya, tanpa bantuan siapa pun. Alm. papanya waktu itu sibuk bekerja dan mamanya tidak terlalu dekat dengan Kinara. Usai sarapan, Kinara naik angkot pergi ke rumah Bu Bertha untuk latihan. Sampai di sana, Anggara, Arjuna, dan Adelina sudah tiba lebih dulu. Tak lama latihan dilangsungkan. Hari demi hari berlalu, hingga latihan terakhir sebelum mereka pergi ke Negeri Voresham. Dalam waktu enam hari, mereka berempat mengalami kemajuan yang cukup pesat. Mereka bisa berkonsentrasi penuh untuk mengendalikan kekuatan mereka. Bola api, bola air, pukulan tanah, dan pukulan angin, semuanya berhasil dikuasai dengan apik. Mereka berempat semakin menikmati sesi latihan. Adelina menyadari satu hal. Rasa tidak sukanya kepada Bu Bertha perlahan mulai berkurang. Hal itu juga bukan tanpa sebab. Bu Bertha sangat berbeda sekali. Saat mengajar mereka menggunakan kekuatan, Bu Bertha ramah dan sangan lembut. Berbeda saat mengajar di kelas yang hobinya marah-marah dan menghukum. Ini berdampak pada mereka. Mereka sama sekali tidak tertekan dan menjadikan kegiatan latihan menjadi mengasyikkan. “Kalian semua hebat. Akan tetapi, masih ada yang harus diingat. Kekuatan kalian masih sangat dini, belum matang. Kalian akan terus melanjutkan latihan di Negeri Voresham. Besok kita akan pergi ke sana. Sahabat kita membutuhkan bantuan,” kata Bu Bertha. Sore hari. Langit mulai menampilkan warna senja. Matahari siap tenggelam di kaki barat. “Malam ini kalian harus tidur dengan nyenyak. Besok pagi kita akan berangkat.” Bu Bertha menutup pertemuan alias latihan terakhir mereka. Arjuna, Adelina, Kinara, dan Anggara pulang ke rumah masing-masing. *** Siapa pula yang bisa tidur di saat seperti ini? Besok mereka semua akan mengalami hal yang sangat-sangat fantastis. Pergi ke Negeri lain untuk menyelamatkan nyawa banyak orang. Kinara duduk di meja belajarnya. Buku rumus fisika terbuka di depannya. Tangannya sibuk memutar-putar pulpen. Sudah satu jam dia duduk di meja belajar, akan tetapi pikirannya sama sekali tidak terfokus pada rumus-rumus fisika. Ini kali pertama bagi Kinara mengalami hal tersebut. Negeri Voresham berhasil mengambil fokusnya. Seperti apa di sana nanti, akankah dia akan menemukan manusia, atau dia akan menemukan kelinci? Atau kah di sana ada kecoa sebesar mobil? Pikiran Kinara terus memikirkan hal-hal aneh. Adelina bolak-balik mengubah posisi tidurnya. Sudah satu jam dia berusaha memaksakan agar matanya tertutup. Tidak bisa. Dia juga tidak sabar ingin segera sampai ke Negeri Voresham. Dia sama sekali tidak memikirkan soal bahaya yang akan mereka hadapi begitu tiba di sana. Kalian mau tahu apa yang Adelina pikirkan, bagaimana caranya membawa perbekalan yang cukup untuk menopang hidupnya di sana. Soal make-up, makanan, dan menonton drama korea. Adelina berharap Negeri Voresham adalah negeri yang maju. Dia tidak sanggup membayangkan kalau ternyata Negeri Voresham adalah negeri yang terbelakang tanpa listrik. Adelina sudah merencanakan bahwa dia akan membawa laptop ke sana. Selesai latihan, dia akan menghabiskan waktu untuk menonton drama korea dan melanjutkan halusinasinya menikah dengan pria tampan korea. Anggara juga tidak bisa tidur. Dia berbaring telentang di atas tempat tidur, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal, menatap langit-langit kamarnya. Kalian pasti bisa menebak apa yang sedang Anggara pikirkan. Yaps, benar. Anggara tengah memikirkan soal apakah di Negeri Voresham nanti wanitanya cantik-cantik atau tidak. Berapa wanita yang akan terpikat dengan ketampanan wajahnya setelah dia tiba di sana. Apakah dia akan mendapatkan istri? Dan yang terakhir, Arjuna. Hanya dialah yang memiliki pemikiran sehat. Kalau yang lainnya memikirkan hal-hal random yang cenderung tidak berguna, Arjuna memikirkan bagaimana setibanya mereka nanti di sana. Arjuna ingat dengan jelas saat Bu Bertha bilang bahwa dua pertiga dari Negeri Voresham sudah dikuasai oleh penyihir yang serakah. Bukan hanya itu, penyihir tersebut sangat tangguh dan sulit untuk dikalahkan. Arjuna mengepalkan tangannya. Yang harus dia dan sahabat-sahabatnya lakukan setelah tiba di Negeri Voresham adalah berlatih dengan sungguh-sungguh. Lawan mereka bukan sembarang lawan. Butuh banyak kekuatan agar lawan tersebut dikalahkan. Semuanya tertidur di pukul dua dini hari. Khayalan aneh dan tidak berguna mereka akhirnya membuat mereka mengantuk. Tapi tidak dengan Arjuna. Dia masih terjaga hingga keesokan harinya. Sarah mengetuk pintu. “Masuk, Ma,” ujar Arjuna. Dia menyibak selimut, beranjak duduk. “Kamu tidak bisa tidur, Nak?” Arjuna mengangguk. Pikiran terus terfokus pada penyihir jahat yang berusaha menguasai Negeri Voresham. Arjuna membayangkan seberapa kuat dan tangguhnya penyihir itu. “Bersiaplah. Kita akan pergi ke rumah Bu Bertha.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD