Bab 16

1334 Words
“Negeri Voresham adalah satu di antara empat negeri utama yang mempunyai kelebihan. Untuk menaklukkan seluruh alam semesta, negeri ini harus menjadi negeri pertama yang dikuasai. Maka dari itu, tugas kita adalah mencegah si penyihir jahat agar tidak bisa merealisasikan ide biadapnya. Sifat serakahnya harus kita hancurkan,” terang Bu Bertha sambil berjalan. Mereka sudah berada di permukaan tanah sekarang. Tekstur tanah di negeri ini tidak berbeda dengan yang ada di bumi. Terdiri dari empat komponen; mineral, udara, air, dan bahan organik. Hanya saja, tanah di negeri warnanya biru cenderung gelap. Hawa di hutan jamur raksasa ini cenderung dingin. Itu karena ini memang tempat yang cocok untuk tumbuhnya jamur. Area lembab. “Hutan pohon jamur raksasa adalah jantung negeri ini. Kinara, coba sebutkan apa saja kelebihan yang jamur miliki.” Kinara mengangguk. “Jamur bukan termasuk golongan tumbuhan maupun hewan. Ilmuan mengelompokkan jamur secara independent dengan sebutan fungi. Jamur sendiri memiliki banyak kelebihan. Di antara; jamur tidak memiliki klorofil oleh karena itu jamur memperoleh nutrisi dari di lingkungan sekitar tempat dia tinggal. Artinya, tanah ini cukup subur. Apakah terus saya lanjutkan, Bu?” Bu Bertha menggeleng. Itu tidak perlu. Para orang tua tersenyum senang mendengar penjelasan Kinara barusan. Sosok perempuan yang tidak mempedulikan penampilan itu adalah peringkat teratas SMA Rajawali. Winda tersenyum bangga melihat anaknya. Oiya, untuk membantu perjalanan mereka, Buku Darma mengambang sambil mengeluarkan cahaya untuk menerangi sekitar. Karena jamur raksasa ini tumbuh besar dan bagian atasnya yang mirip payung saling berdempetan, itu mengakibatkan cahaya matahari tidak sampai ke tanah. Kurang lebih empat jam sudah mereka berjalan kaki. Adelina hendak melihat jam tangannya, namun tidak berfungsi. Jamnya mati. Jarum detiknya tidak bergerak. Dia menelan ludah. Firasatnya tidak enak. Firasatnya mengatakan kalau negeri ini tidak seperti yang dia bayangkan. Tidak ada internet dan kemungkinan barang-barang elektronik lainnya tidak bisa digunakan di sini. Adelina mulai berharap semoga itu hanya firasatnya saja. Atau bahkan ada kemungkinan terburuk di antara semua. Tidak ada listrik. Mereka mulai merasakan pegal di kaki. Berjalan terus tanpa istirahat tentu saja menguras banyak tenaga mereka. Sarah mengusulkan untuk istirahat. "Aku rasa kita bisa istirahat di sini," Bu Bertha menyetujui. Sebagai ketua tim perjalanan ini, dia harus mengambil keputusan yang bijak. Kapan waktu istirahat dan kapan waktu harus tetap jalan, semuanya harus diputuskan dengan matang. Bu Bertha sudah mengedarkan pandangan matanya ke seluruh sudut hutan jamur raksasa, memeriksa apakah kira-kira ada bahaya atau tidak. Meski ini adalah negeri sahabat mereka, Bu Bertha dan yang lainnya sudah cukup lama tidak berkunjung ke sini. Lagi pula, di hutan seperti ini bahaya bisa datang kapan saja. "Istirahatlah. Kita akan melanjutkan perjalanan lagi nanti," kata Bu Bertha. Dia duduk, bersandar di salah satu batang jamur. Ukuran batang jamur sendiri seukuran dua pelukan orang dewasa. Kinara melihat wajah sahabatnya yang ditekuk. Terlihat tidak menyenangkan. "Lo kenapa, Del? Lo laper?" tanyanya. Anggara menyeletuk. "Lo gak lagi PMS, kan?" Adelina menggeleng malas. "Dia udah sadar kalo barang-barang elektronik di negeri ini gak bisa dipakai," jawab Arjuna mewakili Adelina. Dia melihat Adelina memukul-mukul jam tangannya tadi dengan kesal. Seketika Arjuna dapat jawabannya. Ada-ada saja Adelina. Seharunya di saat seperti ini Adelina memikirkan tentang tugas yang akan mereka emban ke depannya, bukan malah cemberut seperti itu karena rencananya streaming drakor gagal. Adelina jelas bete. Dia sudah membawa laptop, iPad, dan ponselnya. Ada juga lima power bank untuk jaga-jaga siapa tahu di negeri ini akan sering padam listrik. Namun, semua itu percuma. Negeri ini sangat-sangat terbelakang. Tidak seru! "Gak usah sedih, Del. Lo masih bisa main lompat-lompat di jamur, kok," goda Anggara. Dia mengambil posisi di sebelah Arjuna. Para orang tua tengah bercakap-cakap soal negeri ini. Mereka tidak sabar ingin sampai di pusat kota, melihat apakah kota yang sudah cukup lama tidak mereka singgahi semakin menakjubkan atau tidak. "Enak aja lo ngomong. Gue gak bisa ngeliat wajah-wajah tampan oppa gue tau! Lo bilang apa tadi? Lompat di atas jamur? Ogah! Lo aja sana!" Adelina merepet. Kinara menutup telinganya dengan ujung jari telunjuk. Arjuna melihat mamanya yang dari tadi tidak juga duduk padahal dia yang mengusulkan pada Bu Bertha untuk berisitirahat. Arjuna memutuskan menghampiri mamanya. "Ma, kenapa gak istirahat? Kita bakal melanjutkan perjalanan lagi nanti." "Ini Mama lagi istirahat," jawab Sarah. Sarah tengah asyik memandangi batang pohon jamur dan juga bagian payung jamur. Sarah terpikirkan sepertinya membawa jamur raksasa ini ke bumi adalah ide yang bagus. Sarah akan menjadikan jamur raksasa ini payung alami. Di bawahnya diletakkan kursi dan meja. Duduk sambil menenggak jus sepertinya akan terasa mengasyikkan. "Ayo, Ma, duduk," ajak Arjuna. Arjuna membujuk mamanya agar duduk mengistirahatkan kaki. Empat jam berjalan nonstop jelas membuat kaki siapa saja akan merasa lelah. Kecuali jika rasa lelah telah dicabut dari dalam tubuhmu. Maka kamu tidak akan merasakan lagi yang namanya kelelahan. Henri dan Gunawan bercerita soal tempat pekerjaan mereka. Petinggi kantor mereka bertanya kenapa mereka harus pergi. Petinggi itu merasa bersalah dan bertanya apakah gaji yang diberikan kurang besar atau di kantor ada yang memperlakukan mereka berdua dengan kurang ajar? Kalau ada, maka petinggi kantor akan mengurus hal tersebut. Henri dan Gunawan terkekeh mendengar itu dan bilang bahwa semuanya baik-baik saja. Ada hal yang harus mereka berdua kerjakan. Bi Ijah dan Bu Bertha juga saling bertukar cakap. Juga Sinta dan Winda. "Sudah. Ayo bangun, kita lanjutkan perjalanan," suruh Bu Bertha. Mereka sudah duduk beristirahat selama setengah jam lamanya. Mereka harus kembali melanjutkan perjalanan. Tidak ada yang tahu seberapa jauh lagi jarak yang harus ditempuh agar bisa keluar dari hutan jamur raksasa ini. Meski Bu Bertha dan yang lainnya beberapa kali datang ke negeri ini, ini adalah kali pertama mereka datang ke hutan jamur raksasa. Biasanya setiap kali mereka berkunjung, kalau bukan ke pusat kota, pastinya daerah terpencil yang masih berpenduduk. Tidak seperti sekarang ini. Arjuna kembali bergabung dengan rekan-rekannya. Adelina melirik jamnya lagi. Dia penasaran sekarang jam berapa. Mungkin kalau mereka bisa melihat bagaimana langit sekarang, setidaknya Adelina bisa menerka pukul berapa saat ini. Perut Kinara berbunyi. Dia nyengir kuda. Bu Bertha terkekeh. "Kita akan menggabungkan makan siang dan malam, ya. Kita tidak tahu seberapa jauh lagi perjalanan kita hingga menemukan pemukiman terdekat," tutur Bu Bertha memberi penjelasan kenapa saat istirahat tadi tidak ada sesi makan siang. Ya apa boleh buat. Kinara menarik kembali cengirannya. Dia mengira kalau Bu Bertha bakal memutuskan untuk beristirahat lagi dan makan siang. Mungkin Bu Bertha lupa. Begitu pikir Kinara. Akan tetapi ternyata Bu Bertha memang sengaja menjamak makan siang dan makan malam. Setengah jam kemudian, Bu Bertha tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Ekor matanya menatap awas, bergerak ke kanan dan kiri bergantian dengan cepat. "Ada apa, Bertha?" tanya Winda penasaran. "Aku mendengar sesuatu," bisik Bu Bertha. "Jangan ada yang bergerak dan bersuara." Bu Bertha balik badan, menatap Kinara. Dia mengarahkan tangannya ke arah Kinara. Tameng air muncul, melindungi tubuh Kinara. Satu anak panah menancap di tameng air Bu Bertha. Melihat itu membuat para orang tua langsung memasang posisi bersiap. Ada bahaya yang datang! Arjuna dan yang lainnya juga tak mau kalah. Ikut memasang posisi bersiap. "Lindungi anak-anak!" teriak Bu Bertha memberi perintah. Para orang tua mengangguk. Mereka membuat formasi melingkar, saling membelakangi. Arjuna dan teman-temannya berada di tengah-tengah lingkaran para orang tua. Dari arah timur, puluhan anak panah mengarah dengan cepat ke arah Henri. Henri memasang kuda-kuda. Baiklah. Dia siap untuk menggunakan kekuatannya kembali. Satu hempasan tangan, puluhan anak paham dibuatnya terjatuh ke tanah. Henri menyengir bangga. Ternyata dia masih gesit menggunakan kekuatan setelah sekian lama vakum. Dari arah Utara, puluhan anak paham mengarah dengan cepat ke arah mereka. Kali ini Bu Bertha yang akan menggunakan kekuatannya. Bu Bertha mengentakkan kaki. Tameng tanah muncul. Puluhan anak panah menancap di tameng tanah. Bu Bertha mengentakkan kaki lagi. Tameng tanah luruh, menyatu dengan tanah kembali. Dan sekarang, dari segala arah, ratusan anak panah meluncur ke arah mereka dengan cepat. Bu Bertha memasang kuda-kuda lebih kuat. Satu entakkan kaki, mereka semua berada di dalam gundukan tanah. Ratusan anak panah tertancap di tameng tanah. Ujung-ujungnya yang tajam terlihat mengkilap di kegelapan. "Apa yang akan kita lakukan sekarang, Bertha?" tanya Sarah panik. Napasnya tersengal. Setelah beberapa jam, akhirnya mereka disambut juga. Meski bukan sambutan hangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD