MDU 13

1488 Words
Jovanka semakin meraba area bawah Tristan, yang kini sudah terlihat mengembung di dalam sana. "Jov ...," erangnya tertahan, dengan kasar ia meraup bibir gadis di hadapannya kembali. Tristan sudah kalap, ia memasukkan jemari tangan lentik gadis tersebut ke dalam celananya. Jovanka terdiam membantu. Saat telapak tangannya bertemu dengan sosok asing di dalam celana sang kekasih. Sesuatu benda keras, berurat, dan satu lagi besar. Apa ini? Jovanka merinding. Barang yang aneh dan baru pertama kali ia sentuh. Dengan cepat Jovanka menarik tangannya kembali. Duduk meringsut dengan kedua bola mata bergerak gusar. Ia syok, rasa benda itu masih terasa di telapak tangannya. "Jov? Kamu kenapa?" tanya sang kekasih bingung. "Gu-gue nggak apa-apa." gugubnya, tubuh Jovanka sudah panas dingin, akibat menyentuh barang asing di dalam celana Jovanka. Tristan tau, apa yang tengah gadis itu pikirkan. Dengan nakal ia mendekatkan wajahnya di samping wajah gadis tersebut. "Kamu nggak pengen lanjut? Katanya mau bikin aku nikmat?" godanya. Jovanka menatap gusar ke arah pemuda di hadapannya. "Tapi ... aku harus bagaimana?" tanyanya. Tristan mengambil ponsel yang ada di dalam saku celananya. Membuka layar benda tersebut dan menekan folder Vidio di layarnya. Sontak menampilkan deretan, ah! Bahkan ratusan vidio biru dari berbagai negara di dalam layar ponsel tersebut. "Kamu mau nonton ya dari negara mana?" Jovanka mengedipkan kedua matanya, ia tak mengerti. Tapi jujur, Jovanka menyukai drama Jepang. Dan akhirnya ia memilih opsi dari negara tersebut. "Gue suka negara Jepang." "Selera kita sama." kekeh Tristan, dengan segera ia menekan Vidio di layar ponselnya, yang kini tengah memperlihatkan dua sosok berbeda gender tengah bermesraan di dalam sebuah hotel. "Tan, dia bukan artis?" tanya Jovanka dengan polosnya. Tristan mencerna ucapan kekasihnya, jangan bilang jika Jovanka belum pernah menonton film dewasa. Ah, Tristan jadi merasa berdosa karena mencemari otak suci Jovanka. "Ya-ya artis," gagab Tristan. "Lah ini film ...! Anjir lo Tan! Gue nggak mau liat!" tolak Jovanka, sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Dikit aja, coba deh liat. Seru tau nggak sih?" Tristan justru menyodorkan layar ponselnya di hadapan Jovanka. "Dasar m***m. Otak elo bener-bener kotor ya!" "Aku normal tau!" elak pemuda tersebut. "Tan. Elo udah pernah lakuin itu sama cewek ya?" tanya Jovanka penasaran. "Belum, aku masih suci, bersih, macam bayi." jawabnya asal, namun tak sepenuhnya salah. Karena memang nyatanya Tristan masihlah perjaka ting-ting. Jovanka tersenyum. "Karena gue nggak suka yang bekas. Gue nggak mau kalau misal calon suami gue entar udah bekas cewek lain." ucap gadis itu tiba-tiba. Tristan melebarkan senyumannya. "Kamu mau nikah sama aku berarti?" "Mulai ya, kamu," jengah Jovanka. "Sorry, aku terlalu berharap bisa nikah sama kamu, tau nggak?" "Kerja dulu. Jadi orang sukses, baru nikahin gue." "Jadi kamu mau nikah sama aku? Kalau aku udah sukses?" "Bisa jadi." sahut Jovanka dengan pose berpikir. Tristan memeluk erat tubuh sang kekasih. Ia bahagia, sungguh. Hanya dengan gadis ini, pemuda itu menemukan dunianya. Ia berharap jika Jovanka adalah cinta sejatinya kelak. "Gue janji bakal bahagiain kamu Jov!" Setelah lama memadu kasih, akhirnya Jovanka memutuskan untuk pulang ke kontrakannya. Tentunya diantarkan sang kekasih. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka berdua sampai di kontrakan Jovanka. "Aku pulang dulu, ya ...," pamitnya. "Iya, hati-hati." pesan sang gadis. Tristan mengangguk dan mulai menyalakan motornya. "Tan!" panggil Jovanka tiba-tiba. "Ada apa?" tanya sang pemuda, sembari mematikan mesin motornya. Jovanka mendekatkan wajahnya, dan mengecup singkat bibir sang kekasih. Tristan meraba bekas kecupan hangat dari bibir sang kekasih. Ia tersenyum geli. "Keknya aku nggak bakal bisa tidur malam ini," kekehnya. "Lebay lo!" "Aku bahagia banget tau nggak? Ini hari pertama kamu beri aku kecupan." "Udah pulang sono! Udah malem, tar ketemu mbak kunti loh!" "Nggak apa-apa kalau mbak kunti nya kek kamu, Beb." "Jadi kamu nyamain gue sama si kunti? Kurang ajar lo!" "Enggak-enggak Beb, galak amat. Ya udah, aku pulang nih." "Ya udah pulang sono!" "Yakin nggak kangen?" "Tan, elo jangan ngeselin. Udah malam, tar gue berubah jadi monster loh." "Ih, ngeri amat punya cewek monster," kekeh Tristan dan pergi dari kediaman Jovanka. Jovanka tersenyum, melihat kalung yang sudah melingkar di leher putihnya. "Makasih Tan, keknya gue beneran jatuh cinta sama elo." bisiknya, dan kemudian membalik badannya, mengambil kunci pintu kontrakan. Baru saja ia melangkahkan kakinya, sontak gadis itu berhenti. Melihat sesuatu di bawah telapak kakinya. Ia sadar betul jika telah menginjak sesuatu. "Apaan sih ini?" cicitnya, mengambil sebuah amplop yang baru saja ia injak. "Siapa yang naroh?" gumamnya, menelisik ke sekitar. Yang sayangnya tak ada orang. Jovanka menghedikan bahunya, dan masuk ke dalam kontrakannya. Melihat isi amplop tersebut. Betapa terkejutnya dia, saat membaca isi surat tersebut. Yang berisikan: "Jov! Tinggalin Tristan sekarang juga. Dari pada elo menyesal. Dia hanya mainin perasaan elo. Dia cuma buat elo sebagai bahan taruhan." Begitulah isi surat tersebut. "Enggak, gue nggak percaya. Tristan cinta sama gue, dia nggak mungkin mainin perasaan gue. Apalagi buat gue sebagai bahan taroan." gumam Jovanka, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Namun lagi-lagi Jovanka penasaran dengan CD yang juga terdapat bersama surat tadi. "Ini CD apaan?" daripada penasaran, Jovanka mencoba menyetel CD tersebut. Seakan nyawa gadis itu tercabut saat itu juga. Otaknya seolah berhenti bekerja. Kedua pasang bola matanya kini sudah berkaca-kaca, genangan air mata sudah membendung di dalam pelupuk matanya, siap tumpah kapan saja. Hatinya terasa perih, bak disayat sebilah belati. Saat melihat Vidio dihadapannya. Yah! Vidio yang menampilkan gerombolan anak muda tengah bertaruh sejumlah uang di atas meja. Dengan tawa menggelegar, membuat telinga Jovanka terasa memanas. Ditambah sosok itu tak lain dan tak bukan adalah Tristan-kekasihnya sendiri. "Tan, elo tega mainin gue. Ternyata elo cuma buat gue sebagai bahan taruhan. Gue nggak nyangka, gue sakit Tan! Hah, bodoh banget gue. Kenapa gue bisa ketipu sama cowok?" kekeh Jovanka, dengan diiringi deraian air mata. Baru saja ia merasa berbunga-bunga, bagaikan di ajak terbang ke atas nirwana. Lalu setelahnya dihempas sekeras-kerasnya hingga jatuh ke bumi. Sesakit itu perumpamaan hati Jovanka saat ini. Gadis itu berjalan gontai, dan ambruk di atas kasurnya. Tak ingin lagi memikirkan sang kekasih. Namun entah mengapa, otaknya tak ingin berhenti memikirkannya. Air mata seolah ikut menjadi saksi, saksi kesakitan hati seorang Jovanka. "Mungkin ini alasan ibuk, gue nggak boleh pacaran. Ternyata rasanya bener-bener sakit." gumamnya, air mata tak henti membanjiri kedua mata bengkaknya. Bayangan tentang apa saja yang ia telah lakukan bersama Tristan membuatnya semakin benci. Ia merasa seperti gadis murahan. Pasti Tristan sudah menceritakan apa yang pernah mereka lakukan, bersama kelompoknya. Dan mungkin kini mereka sudah tertawa, menertawakan kebodohan Jovanka. "Gue benci sama elo Tan!!" teriak tertahan gadis itu, melempar boneka tak tentu arah. Sedang di tempat lain. Tristan tengah tersenyum sendiri. Membayangkan apa yang habis ia lewati bersama kekasihnya hari ini. "Gue bahagia banget hari ini. Setelah masa sulit yang udah gue lewatin. Akhirnya Jovanka bisa nerima gue. Hah, Jovanka ... kenapa elo cantik banget sih? Pengen deh gue halalin." gumam Tristan, sembari memeluk guling di hadapannya. Sambil membayangkan wajah sang kekasih. Keesokan harinya. Jovanka mendadak meriang, hanya satu yang ia inginkan, pulang. Menangis di pelukan sang ibu, mencurahkan kesakitan hatinya. Tristan pagi-pagi sekali sudah berangkat bekerja, niat hati ingin segera bertemu dengan sang kekasih pujaan. Namun sayang, sosok itu tak ada di tempat tersebut. "Fiq, elo liat Jovanka nggak?" tanyanya. "Nggak, keknya dia nggak masuk kerja." timbalnya. Tristan mengusak rambutnya. "Kenapa ya? Apa dia sakit? Tapi kenapa nggak ngasih tau gue?" gumamnya bertanya-tanya. Tanpa membuang waktu, Tristan segera melesat pergi meninggalkan tempat kerjanya. Kemana lagi, jika tidak ke tempat tinggal sang kekasih. Tanpa menyadari jika pemuda yang habis ia ajak bicara tengah berseringai. "Mampus lo Tan. Bentar lagi hubungan elo sama Jovanka akan berakhir." kekeh pemuda itu, penuh kebanggaan. Rofiq, sosok sahabat sedari awal Tristan masuk kerja. Pemuda itu terlihat begitu baik, selalu mendukung Tristan. Tapi nyatanya, dia hanyalah musuh dibalik selimut. Tristan begitu naif, karena terlalu mempercayai seseorang. Yang ternyata tega menghancurkan dirinya. Jangan pernah mempercayai siapapun, sekalipun itu seorang sahabat. Jangan terlalu jauh menafsirkan, bayangkan saja! Seorang saudara saja banyak yang berkhianat, apa lagi hanya sebatas teman atau sahabat. Tentunya hal yang lumrah terjadi penghianatan. Seperti apa yang Rofiq lakukan pada Tristan. Tristan sampai di kediaman Jovanka. Tanpa permisi ia masuk ke dalam bangunan tersebut. Betapa terkejutnya dia, saat melihat sang kekasih tengah mengepak pakaiannya ke dalam tas. "Jov! Kamu mau kemana?" panik Tristan. "Pulang." singkat, padat dan jelas. Jawaban yang pasti Tristan mengerti. Tapi ada satu hal yang tidak bisa dimengerti Tristan, yaitu alasan mengapa gadis itu nekat pulang pagi-pagi sekali. "Kenapa? Apa orang tua kamu sakit? Atau kamu yang sakit?" tanya Tristan menggebu. Jovanka menatap tajam ke arah sang kekasih. Ia muak mendengar ocehan pemuda itu, yang menurutnya hanya sedang berakting. "Tan, gue udah muak sama elo. Elo nggak usah sok peduli sama gue. Gue nggak butuh perhatian murahan dari cowok busuk kek lo!" Tristan semakin kebingungan dengan apa yang terjadi. Kenapa tiba-tiba Jovanka berubah? Apa yang ia lakukan? Hingga membuat kekasihnya semarah ini? Batin Tristan. "Jov! Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?" Jovanka memejamkan kedua matanya, ingin ia menampar pemuda di hadapannya ini sekarang juga. Tapi entah mengapa, tangannya seakan menolak untuk melakukan itu. Otak dan fisiknya tak sejalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD