Tersenyum adalah kedok yang Vanila pasang untuk menutupi semua luka yang hatinya rasakan, dia selalu berusaha tersenyum setulus dan seiklas mungkin agar orang – orang yang berada disekitarnya juga bisa merasakan ketulusan dan keikhlasan yang hatinya rasakan. Dia tidak ingin ada satupun orang tahu tentang luka yang hatinya rasakan.
“Mamah, Nenek aku rindu, apakah kalian di sana bahagia, apakah aku boleh ikut tinggal disana saja ?” gumam Vanila, sambil menatap langit – langit kamar kosnya yang dia biarkan gelap gulita.
“Aku ingin ikut ke sana Nenek …” gumam Vanila, diiringi dengan tangis.
Malam itu, tidak tahu kenapa Vanila sangat – sangat merindukan dua wanita yang sangat dia sayang di dalam hidupnya, dia ingin pergi menemui mereka tapi tuhan belum mengizinkannya. Saat berada dalam keadaan sepi dan sendiri, Vanila sering merasa dadanya terasa sangat sakit, hatinya bertanya – tanya tentang semua hal yang selama ini sudah dia lalui. Vanila benar – benar menangis sejadi – jadinya dalam suasana tengah malam dan keadaan kamar yang gelap.
Sampai akhirnya, suara bunyi telepon berhasil membuat tangis Vanila mereda, selama beberapa saat dia terdiam memandang layar ponselnya sendiri, saat itu dia tidak berniat mengangatkannya, sampai akhirnya bunyi panggilan itu berhenti dan tidak berbunyi lagi. Namun, beberapa saat kemudian handphone Vanila kembali berbunyi dan menunjukan nama pemanggil yang sama.
“Hallo Van, lo beneran udah tidur, elo beneran enggak kangen sama gue ? kalau lo kangen gue ke sana deh ya, ngaku lo kangen kan sama gue” tanyanya, dari sebrang telepon.
Saat itu Vanila hanya diam, tidak berani memberikan jawaban. Karena Vanila yakin, ketika dia bicara maka saat itu sosok yang sedang menelponnya akan langsung tahu jika dia habis menangis.
“Van lo ko diem aja sih …”
“Van ,,,,”
“Kamu tahu gak sih, aku tuh baru aja tidur dan harus kebangun gara – gara kamu telpon, masih mending kalau topik yang dibahas berfaedah, lah ini cuma ngobrolin kangen padahal kamu beberapa jam lalu baru pulang dari sini” ujar Vanila, berusaha membuat suaranya menjadi terdengar parau seperti bangun tidur.
“Atau jangan – jangan kamu naksir ya sama aku, lama – lama aku jadi takut sama kamu, udah ah aku mau tidur lagi, ngantuh, daah” ujar Vanila, sambil mematikan sambungan telepon.
Tepat setelah panggilan telepon terputus, saat itulah tangis Vanila pecah. Seperti itulah dia, membohongi semua orang – orang dan berusaha mengatakan kepada dunia jika dia baik – baik saja. Hal itu adalah yang paling terasa menyakitkan bagi Vanila. Saat dia harus berusaha menunjukan keadaannya yang seakan baik – baik saja, saat dia harus berusaha menunjukan jika dia kuat dalam semua keadaan. Padahal kenyataannya, saat itu dia justru sedang memeluk lelah dirinya sendiri dalam sepi.
“Aku lelah Tuhan …” guman Vanila, dengan suara yang terdengar lemah.
Akhirnya karena terlalu lelah menangis, Vanila terlelap dengan keadaan menangis, gadis itu lelap dengan semua sakitnya, dengan semua beban dan dukanya. Dia rehat ketika matanya terlelap, karena saat matanya terjaga saat itulah dia harus bernafas dengan helaan nafas berat karena dadanya sesak oleh duka dan beban hidupnya sendiri.
***
Vanila terbangun saat dia merasakan sebuah elusan lembut dikepalanya, perlahan mata yang sejak tadi terpejam mulai terbuka, bibirnya langsung menerbitkan senyuman saat dia melihat siapakah sosok yang sedang berada dihadapannya.
“Menangis boleh sayang, menangislah jika hal itu membuat kamu merasa jauh lebih tenang, menangislah jika memang bisa menjadikan kamu lebih kuat dari sebelumnya” ujar sosok, dihadapannya sambil mengelus lelehan air mata yang pada saat itu membasahi kedua belah pipinya.
“Tapi, jangan pernah menangis saat kamu lelah atau putus asa, karena saat kamu menangis dalam keadaan itu, kamu justru akan semakin membuat dirimu terluka” lanjutnya, sambil membelai rambut Vanila dengan penuh kasih sayang.
Vanila langsung bangun memeluk sosok yang sangat dia rindukan, tangisnya pecah dalam bahu orang yang sangat dia sayang. Dialah orang yang selalu mendengar semua keluh kesahnya, dialah orang yang selama hidup selalu Vanila jadikan tumpuan untuk bertahan dan kuat.
“Nenek, apakah Nenek kembali, kemana saja Nenek kemarin – kemarin, aku takut aku gak mau tinggal dirumah Papah, Nek” adu Vanila, dengan berurai air mata.
Dengan sabar, perempuan yang Vanila panggil dengan sebutan nenek itu mengelus kepala Vanila dengan penuh kelembutan. Kemudian, tangannya beralih mengelus punggung Vanila, dia seakan mengisyaratkan kepada Vanila untuk selalu tenang.
“Jangan tinggalin aku lagi Nek, jangan… aku takut …” ujar Vanila, masih dalam pelukan neneknya dan air mata yang semakin deras mengalir dari pipinya.
“Jangan pernah takut selama kamu berada dalam kebenaran, jangan menunduk jika kamu tidak melakukan sebuah kesalahan, berjalanlah tegak tanpa rasa sombong dan tanpa rasa rendah, karena semua manusia sama dimata tuhannya” ujar nenek, sambil menangkup kedua pipi Vanila dan menatap kedua matanya.
“Percayalah sayang, setelah Nenek ada banyak orang yang menyayangi kamu, ada banyak orang yang selalu mendo’akan kamu dalam bisu” ujar nenek, dengan senyuman yang mengembang diwajahnya.
“Lihatlah dia, dia sosok yang selalu mendo’akan kamu dalam setiap shalatnya, dia selalu menjaga kamu dengan do’anya” ujar nenek, sambil menunjuk seseongan yang saat itu sedang berdiri membelakangi Vanila dan neneknya.
Vanila terdiam menatap sosok yang sedang berdiri membelakanginya saat itu, dahinya berkerut mencoba mengingat karena dia merasa pernah melihat siluet sosok itu, tapi Vanila tidak ingat siapa dan dimana dia melihatnya.
“Hampiri dia” ujar nenek, sambil menyatap Vanila dengan senyuman yang mengembang diwajahnya.
Akhinya, karena penasaran Vanila berjalan dengan pelan menghampiri sosok yang sedang berdiri itu. Kakinya melangkah dalam ragu, karena dia masih bingung dengan sosok yang akan segera dihampirinya saat itu. Tepat saat Vanila sudah berdiri tidak jauh dibelakangnya, Vanila mengangkat tangannya hendak menyentuh pundak laki – laki itu sambil menoleh kearah sang nenek hendak meminta persetujuan. Namun, saat Vanila menoleh saat itulah dia tidak lagi menemukan keberadaan neneknya.
“Neneeeekk…..” panggil Vanila, terbangun dari tidurnya dengan air mata yang bercucuran.
Tangis Vanila kembali tumpah saat dia merasa jika apa yang baru saja dialaminya tarasa benar – benar nyata bukan hanya mimpi saja. Pertemuannya bersama sang nenek benar – benar berhasil membuat Vanila merasa bahagia, dia tidak menyangka jika dia akan terbangun dengan sebuah mimpi yang berhasil menamparnya jika kenyataannya sang nenek sudah tiada.
Vanila melirik jam yang sudah menunjukan pukul 03.15 dini hari, dia lekas bangun dan bergegas mengambil air wudhu, untuk menunaikan shalat malam.
***
Dalam senyap suasa sepertiga malam, dalam dinginnya air yang belum tersentuh oleh siapapun, pasti ada banyak orang dari belahan besarnya planet bumi yang memilih bangun dan menunaikan shalat malam menyapa kekasih hatinya. Dia bersimpuh diatas sejadah, mendekap sepertiga malam sebagai bukti ta’atnya kepada tuhan.
“Assalamu’alaikum Warahatullah”
Dua ucapan salah yang menjadi tanda berakhirnya shalah terdengar sangat jelas dalam kesunyian, perlahan setelah untaian shalat berhasil dia selesaikan, tangannya menengadah dengan segala kerendahkan dihadapan pencipatanya.
“Ya Allah, Ya Tuhan ku yang maha membolak – balik hati manusia, aku bersimpuh untuk memohon agar Engkau membiarkan hati ini bersih, bersih dari cinta yang sudah tidak seharusnya aku memiliki kepada seorang wanita yang sudah tidak sepatutnya aku cinta. Aku bersimpuh untuk memohon pertolongan mu, memohon untuk membesihkan hati ini dari cinta yang memberi luka. Aku bersimpuh kepada Mu, untuk meminta pertolongan agar engkau menjagakan hati dan cinta seorang yang telah Kau takdirkan untuk ku. Sesungguhnya, Engkau wahai pemilik cinta, Engkau yang maha membolak – balik hati manusia, tautkan cintaku hanya pada hati wanita yang akan menjadi teman hidupku, Aamiin”
Seiring dengan berakhirnya do’a, dia mengusapkan tangan yang sejak tadi menengadah pada wajah, lalu setelah itu dia bersujud pada yang maha kuasa. Memasrahkan semua do’a yang dia panjatkan, karena hanya itulah upaya yang bisa dia lakukan sebagai manusia, berdo’a dan berusaha dalam segala hal apapun. Termasuk dalam urusa cinta yang sudah lama dia perjuangan agar bisa segera lupa.
Dia berusaha pasrah dengan segalanya, mengakui jika dirinya hanya lelaki yang terjebak dalam cinta wanita yang tidak bisa dia miliki, dan berharap Allah mempertemukannya dengan cinta baru yang bisa mengobati lukanya.