NAVIA POV
Seperti permintaan Miko, aku telah berdandan rapi sambil menunggunya memanggil untuk pergi ke luar. Apa ini bisa di bilang sebuah kencan? Tidak juga, terlalu berlebihan. Sekedar jalan berdua dan mungkin akan makan malam bersama tidak selalu di sebut kencan kan?
Sedikit memoles wajah agar tampak segar di depan Miko, Sebenarnya ini tidak terlalu penting, tetapi aku tidak mungkin mempermalukan pria itu secara tidak langsung. Aku memakai dress pendek dengan lengan panjang berwarna merah muda pemberian mama waktu aku ulang tahun.
"Via, kamu sudah siap?" panggil Miko dari luar kamarku.
"Sudah, Miko. Aku sudah siap." sahutku dan segera keluar dari dalam kamar dan menemui Miko.
Saat aku keluar, Miko sudah menunggu di depan pintu kamarku dan ia seperti terpana saat melihatku. Aku tersipu malu karena pandangan Miko yang tanpa berkedip.
"Maaf..." Miko sepertinya menyadari apa yang salah dengan dirinya. Ia segera berpaling memandang objek lain.
"Tidak masalah. Mungkin ada yang aneh dengan penampilanku." Aku mencoba merapikan bajuku yang sedikit berantakan.
"Tidak. Kamu cantik, Via. Bisa-bisa, nanti semua mata tertuju padamu saat kita jalan," puji Miko. Untuk pertama kalinya ada lelaki lain yang bilang aku cantik selain papa.
"Kamu berlebihan, Miko. Seperti iklan yang ada di televisi saja. Ayo berangkat sekarang," Ajakku sambil berjalan mendahului Miko. Aku sebenarnya sedang menyembunyikan wajah memerahku.
"Silahkan, tuan putri." Miko membukakan pintu untukku. Tanpa membiarkan dia mengulang, aku segera masuk ke dalam mobil. Aku mencium wewangian yang baru, beda dengan saat aku pertama masuk ke dalam mobilnya saat itu.
"Kamu suka dengan parfum mobilku yang baru?" katanya pertama kali saat masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingku.
"Suka. Baunya lebih harum dan lembut di bandingkan yang sebelumnya. Pasti sengaja ya, sebagian dari servis pelanggan." ujarku dengan santai sambil fokus menatap ke depan, saat mobil mulai di jalankan.
"Bisa jadi, membuat nyaman pelanggan adalah prioritasku."jawabnya singkat. Dia tampak fokus menyetir. Kami berdua diam. Aku memikirkan hal yang bisa jadi bahan obrolan kami.
"Boleh nanya sesuatu nggak?" tanyaku beberapa saat kemudian.
"Nanya apa? Waktu dan tempat di persilahkan." katanya setengah bercanda. Awalnya aku takut pada Miko, tapi ternyata, dia sama sekali tidak semenakutkan yang aku kira.
"Selama kamu jalan dengan pacar-pacar pelangganmu, apa kalian ada sentuhan fisik seperti cium atau peluk misalnya?" Entah kenapa aku ingin sekali menanyakan itu. Padahal itu termasuk pertanyaan pribadi.
"Tidak ada yang seperti itu. Hanya pegangan tangan, itu sentuhan yang di perbolehkan. Aku pacar sewaan, bukan lelaki panggilan, Navia." tawa Miko pecah setelah menyelesaikan kalimatnya barusan.
"Wah, ternyata ada batasannya juga, ya... Aku pikir sampai seperti itu." Aku tersenyum simpul. Bagus sekali, sepertinya Miko memang tidak murahan. Maksudku, bukan tipe yang mudah menyentuh.
"Tidak. Aku tidak akan menerima pekerjaan ini kalau mereka tidak sepakat dengan apa yang aku inginkan. Aku juga tidak ingin menyentuh sembarang wanita, hanya mau menyentuh orang yang benar-benar aku sayangi." penjelasan Miko membuatku terkesan. Ternyata dia tidak sembarangan dan benar-benar profesional.
"Wah, aku terkesan dengan pendirianmu, Miko. Kenapa harus manggil kamu Miko aja? Kan kamu bukan agen atau apa gitu," Aku membahas kembali masalah penyebutan nama.
"Oh, itu cuma biar tampak misterius. Jangan di anggap serius. Tidak masalah kok, kalau kamu mau memanggil nama lengkapku di tempat umum. Kapan ada rencana bertemu orangtuamu? Aku siap mendampingi. Tanpa di pungut biaya apapun alias gratis."ujar Miko, tampak sangat serius.
Miko baik, dia mungkin ingin membantuku keluar dari masalah ini. Tetapi, pulang sekarang, aku belum siap. Lagi pula, aku baru saja di terima kerja di resto yang di rekomendasikan oleh Rendi tadi siang.
"Aku berubah pikiran, Miko. Aku belum ingin pulang sekarang. Aku masih ingin bekerja lebih dulu di tempat baru kemarin. Aku ingin merasakan jadi mandiri. Selama ini aku sangat tergantung pada mama dan papaku." aku mengakui semuanya di depan Miko. Aku memang hanya anak manja yang hanya bisa menyusahkan kedua orangtuaku saja.
Entah sejak kapan otakku jadi sedikit pintar dan perduli dengan orang tuaku. Apa kabar dengan teman-temanku? Rasanya rindu sekali. Padahal, aku baru beberapa hari di rumah Miko.
"Baiklah, terserah kamu saja. Sebentar lagi kita sampai.Kita akan pergi ke taman bermain. Agak kekanakan, tapi ku rasa tempat ini bagus untuk di jadikan tempat awal yang kita kunjungi." Miko sangat senang. Dia tampak polos, seperti anak remaja.
"Sudah lama sekali aku tidak pernah ke taman bermain. Terakhir kali aku datang bersama temanku. Sepertinya, naik bianglala cukup seru." Sepertinya aku salah bicara. Untuk apa aku memberinya ide naik bianglala, dia kan bukan pacarku. Naik bianglala berdua, terlalu romantis untuk ukuran teman.
"Baiklah, nanti kita naik bianglala. Rencananya aku juga mau mengajakmu ke rumah hantu. Apa kamu bersedia?" tawaran Miko membuatku terpaku. Aku phobia gelap, bagaimana bisa masuk ke rumah hantu. Aku juga penakut, tapi kalau menolaknya, bukankah aku menghancurkan kesenangan Miko?
"Baiklah. Aku bersedia. Mari kita ikuti semua permainan. Kapan lagi bisa menikmati waktu santai seperti ini." kataku sengaja heboh. Aku ingin menunjukkan padanya kalau pergi dengannya adalah saat membahagiakan bagiku.
"Terima kasih, Navia. Kamu mau menemaniku. Selama ini, saat libur kerja seperti sekarang, aku hanya pergi keluar seorang diri. Tapi sekarang ada kamu yang menemaniku." ungkap Miko kemudian. Aku paham, kalau hidupnya sebenarnya tidak menyenangkan. Ia hanya berusaha senang dan bahagia menjalani semuanya.
"Kamu juga sudah baik padaku. Aku hanya bisa balas budi dengan cara ini." Semuanya memang hanya balas budi. Miko sangat baik, mau menampungku dan menjagaku dengan. Untuk perasaan, jujur, saat ini aku belum tertarik untuk menjalin senuah hubungan.
Beberapa saat kemudian, kami sudah dapat melihat gemerlap taman hiburan. Seperti yang ada di film, suasana taman hiburan sangat indah, di warnai dengan berbagai warna sinar lampu. Miko segera memasukkan mobilnya ke area parkir. Kami berdua turun hampir bersamaan.
"Kamu suka suasananya?" tanyanya singkat. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. Miko tampak semakin gagah dan tampan saja. Aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku. Tidak ingin sampai dia menangkap basah mataku yang sedang memandanginya.
"Bagus sekali, Mkko. Apalagi saat melihat kembang api yang di atas sana, Seperti berada di kota Paris. Suasananya sangat romantis." kataku asal. Setidaknya hal itu pernah aku lihat dalam drama.
"Ayo!" Entah di sengaja atau tidak, Miko menggenggam tanganku.
Deg..deg...deg...
Detak jantungku mendadak menjadi sedikit lebih cepat. Rasa dingin di tanganku terselimuti oleh kehangatan tangan Miko. Ada apa denganku?