When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Syahir memainkan bibirnya dengan mengetuk-ngetuk tongkatnya di bawah kursi membuat Syaqila yang duduk bersamanya tersenyum simpul. "Tadi aku ngobrol sama Airin," ceritanya antusias dengan menarik kursinya agak mendekat pada kembarannya itu. "Airin? Oh ya, gimana kabar dia?" Syaqila memanyunkan bibir dengan merunduk samar meraih jemari Syahir memainkannya. "Katanya dia baik-baik aja, tapi aku masih ragu dan ngerasa aneh aja soalnya Airin tingkahnya kayak ada sesuatu yang dia sembunyiin. Kira-kira apa ya?" Syahir menghela pelan dengan menarik sudut bibirnya, tersenyum lembut berusaha menangkan Syaqila. "Gue jadi nostalgia masa lalu, Airin dulu yang selalu bolak-balik ngurusin gue di rumah sakit walau gue selalu jutekin dia biar dia pergi. Tapi, Airin tetap bertahan di sana bantuin gue."