When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Athan berdiri di depan gerbang masuk dengan sesekali mengusap hidungnya yang terasa gatal. Merasa akan terkena pilek nantinya karena sepanjang perjalan mendadak di guyur hujan. Padahal saat berangkat tadi langit masih terang dengan sinar bulan di atas sana. Sama sekali tidak ada pertanda kalau akan turun hujan. Pemuda jangkung berambut hitam pekat itu malah nekat datang ke Villa menyusul Syahir ataupun Syahid di sana. Ia juga tidak tahu kenapa sampai beneran datang ke sini tanpa pikir panjang dengan alibi kalau ia mencemaskan keadaan Syahir. Setelah pengroyokan itu ia tidak tahu lagi bagaimana keadaan anak bernama Syahir yang ternyata harus kehilangan matanya karena ia dan anak-anak lain. Walau secara tidak langsung bukan Athan yang melakukan penusukan itu. Tapi, Athan merasa bertanggung