5. Kembali ke Kediaman Brahmantya

1150 Words
Melihat pemandangan yang membentang hanyalah hutan belantara membuat Reina berfikir ulang, dia berbalik arah dan Bibi An sudah ada di depannya.  “Nona sepertinya salah paham terhadap Tuan, dia hanya memberikan ponsel dan beberapa uang ini untuk biaya hidup Nona setelah keluar dari Villa ini. Tuan tahu Nona sedang kesulitan, anggap saja ini sebagai pinjaman Nona pada Tuan Axton”. Papar Bibi An.  ‘Ya Tuhan… Semua orang di dunia ini pasti bego kalau tidak menyadari niat di balik sikap murah hatimu Axton!. Tapi baiklah, karena kepepet aku ikuti saja permainanmu. Sampai kapan Axton yang baik hati itu akan bersikap manis padaku’ Reina mengambil ponsel dan uangnya dengan senyuman “Baiklah.. Karena Tuanmu sudah berbaik hati, Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku akan sarapan, setelah itu bisakah Bibi An mengantarku kembali?”.  “Tentu, karena itu adalah perintah dari Tuan Axton”. Reina akhirnya masuk kembali kedalam dan menuju ruang makan untuk sarapan. Setelah selesai sarapan, Reina diantar sopir menuju Kediaman Brahmantya. *** -Kediaman Brahmantya,  Keluarga Brahmantya sendiri adalah salah satu keluarga terpandang di daerahnya. Selain memiliki Perusahaan Brahmantya Grup, rumor yang beredar Brahmantya sendiri menerima aliran dana yang tidak sedikit dari orang misterius untuk sebuah kesepakatan rahasia yang belum terungkap.  Didepan kediaman Brahmantya sopir menurunkan Reina dan lekas pergi. Sebenarnya Reina enggan untuk kembali ke rumah yang bagai sarang harimau itu, tapi demi mendapatkan kebenaran tentang dirinya yang sebenarnya Reina harus bersabar hingga dia menemukan petunjuk tentang siapa dirinya sebenarnya.  “Aku pulang, adakah yang merindukanku?”. Kata Reina malas setelah membuka pintu utama. “Oh.. Kakak, kau tahu pulang juga rupanya. Aku kira kau pergi menjadi gelandangan dan tidak akan kembali!”. Kata Grace Cecilia Brahmantya dengan arogannya. Grace adalah Putri dari Brahmantya yang memiliki sifat arogan dan senang merendahkan orang lain tanpa melihat posisinya.  “Apa urusanmu, aku kembali hanya karena masih ada hal yang ganjil di rumah ini yang harus aku selidiki. Memang wanita manja sepertimu tau apa?”. “Kurang ajar, dengar caranya berbicara Mah, dia memang perlu di beri pelajaran!”. Adu Grace pada ibunya.  “Reina! Dari mana saja kau selama ini, menghilang selama 2 bulan penuh. Apa kau tahu, karena kau kami kehilangan kontrak 5 milyar $?!” Teriak Nyonya Jane Brahmantya, seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar melihat kedatangan Reina.  “Bisakah kau kecilkan suaramu Nyonya? Pendengaranku masih sehat, kecuali kau memang tuli karena harus berteriak tak jelas seperti ini!. Aku lelah, kalau Nyonya Jane ingin berceramah tunggu jamaah rumah ini penuh, silahkan kau boleh melakukannya!”.  Nyonya Jane yang merasa di rendahkan mulai geram, dia mendekat ke arah Reina dan melayangkan tangannya ke arah wajah Reina, tapi Reina sudah cukup menerima siksaan dari Keluarga Brahmantya. Dia mencekal tangan Nyonya Jane dengan tatapan tajam. “Dengar Nyonya Jane! Aku berterima kasih karena keluarga ini telah menampungku. Sudah 2 tahun berlalu sejak aku terdampar di Negara ini dan kehilangan ingatan tentang siapa diriku yang sebenarnya. Meski kalian menyiksaku bahkan lebih kejam dari pembunuh sekalipun aku tetap diam. Tapi kesabaran manusia ada batasnya, bahkan hewan jinak sekalipun akan menggigit bila terus di permainkan!”. Tegas Reina, dia menghempaskan tangan Nyonya Jane hingga meringis kesakitan.  Tanpa di sadari seluruh orang yang ada di rumah melihat setelah mendengar sebuah pertengkaran, tidak terkecuali pelayan yang selalu menyiksa Reina.  “Wanita sialan, berani kau membentakku!. Pelayan! Cambuk wanita sialan ini sampai dia sadar dengan perbuatannya!”. Perintah Nyonya Jane Pelayan yang biasa menyiksa Reina datang membawa cambuk, tanpa rasa bersalah dan terkesan menikmati, pelayan menjatuhkan Reina hingga kepalanya membentur ke lantai. Kepala Reina mengeluarkan darah, namun pelayan masih meneruskan niatnya untuk mencambuk Reina berkali-kali.  “Aaaugh… Aarrgh.. Kurang ajar kalian. Ingatlah, suatu saat aku akan membalasnya!”.  Reina sudah kehilangan tenaganya untuk bangkit, perlahan dia mulai kehilangan kesadaran. ‘Aku sudah bertahan selama 2 tahun ini hanya untuk bisa mengetahui identitasku yang sebenarnya, tapi pada kenyataannya tidaklah semudah itu. Mereka bahkan menyimpan rapat-rapat semua hal yang mereka ketahui. Ah.. Bayangan apa itu?’. Batin Reina.  Tiba-tiba saja Reina melihat gambaran dirinya di sebuah Istana yang terbentang luas memakai pakaian modis tengah memeluk seorang wanita, bersamaan dengan itu dia juga melihat dirinya sedang memegang senjata api di tengah sebuah pertempuran.  ‘Apa itu aku..? Aku yang memeluk seseorang di sebuah tempat yang asing, bisakah aku memejamkan mataku, aku sudah lelah'. Batin Reina.  Suara gemuruh orang-orang yang tertawa mengelilinginya samar-samar mulai tak terdengar, kesadaran Reina terus menurun. Hingga terdengar suara pria yang tak asing datang.  “Apa yang kalian lakukan padanya?”.  Reina samar-samar melihat seorang datang menghampirinya.  ‘Ada seseorang yang datang, apakah dia melihat semua yang terjadi?’. *** -Axton Remington Wilbert, Axton pagi-pagi sekali pergi dari Villa karena ingin melihat kondisi sekitar dermaga, dia berencana memonopoli salah satu dermaga sebagai jalur masuk keluarnya senjata dari berbagai negara.  “Ken, bagaimana menurutmu kondisi Dermaga di area ini. Tempat ini sangat trategis dan menghubungkan berbagai Negara tetangga. Jika kita bisa memonopoli tempat ini kurasa kita bisa mengembangkan area pasar bawah hingga kawasan Asia tenggara”. “Tuan, yang dikatakan anda ada benarnya. Tapi menurut informasi yang saya dapatkan, orang yang mengelola bagian ini cukup sulit untuk di ajak berbicara”. “Ken, didunia ini uang selalu berbicara, jika orang yang mengelola tempat ini begitu sulit untuk di kendalikan, cukup cari orang lain yang bersangkutan dan tawarkan dia apa yang kita miliki”.  “Baik Tuan, secepatnya saya akan mencari tahu dan melaporkannya pada anda”. Drrt… Drrt..  Ponsel milik Axton tiba-tiba saja bergetar, terlihat terdapat panggilan masuk dari Bibi An.  “Tuan, saya hanya ingin melapor. Mengenai barang yang Tuan siapkan untuk Nona, sebelumnya Nona Reina sempat menolaknya dan ingin pergi begitu saja dari Villa, tapi begitu Nona melihat kondisi di luar Villa, Nona kembali dan menerima semua pemberian tuan dengan ucapan terima kasih”. “Apa dia mengatakan hal lain Bi?”  “Nona hanya memberitahu kalau dia tinggal di Kediaman Brahmantya”. “Baik, aku mengerti. Bibi kembalilah bekerja”. Tut.. Tut..  Begitu telepon terputus, Axton berkeinginan melihat keadaan Reina. Dia bergegas kembali ke mobil membuat Ken yang terus mengikutinya kualahan. “Ken, buat temu janji dengan Brahmantya. Katakan padanya untuk meluangkan waktu, karena aku ingin mengunjungi Kediamannya saat ini juga!”. “Baik Tuan!”. Secepat kilat Ken mengabari Brahmantya dan memberitahu semua yang Axton katakan.  “Bagaimana Ken?”. “Tuan, Brahmantya akan menunggu kita di Kediamannya. Dia juga menunjukkan lokasi pastinya”. “Kita akan kesana sekarang juga, aku ingin melihat bagaimana wanitaku menyambut kedatanganku”.  Mobil yang di tumpangi Axton dan Ken menuju lokasi yang di berikan, dengan kecepatan tinggi tidak butuh waktu lama hingga mereka sampai di depan pagar Kediaman Brahmantya. Axton sengaja memarkir mobil sedikit lebih jauh untuk memberi kejutan pada Reina.  “Tuan Axton, selamat datang di Kediaman saya. Mari saya antar anda masuk kedalam”. “Terima kasih Tuan. Senang bisa menemui keluarga anda”. Balas Axton.  Dihalaman rumah sudah ada Tuan Brahmantya yang baru saja memarkirkan mobilnya.Brahmantya dan Axton masuk bersama kedalam rumah disusul Ken. Dari kejauhan samar-samar terdengar suara pertengkaran dan teriakan seseorang.  ‘Mengapa suara ini terdengar familiar, Reina.. Jelas ini suara Reina, bagaimana bisa? Pasti ada hal yang tidak beres di Keluarga ini. Aku harus segera memeriksanya’. “Tuan, Keluarga anda begitu hebat! apa anda tidak ingin menjelaskan keributan yang terjadi dalam. Jika begitu, aku akan memastikannya sendiri!”. Tegas Axton.  “Tuan tunggu!”. Cegah Brahmantya  Tanpa memperdulikan panggilan Brahmantya, Axton masuk kedalam rumah dengan perasaan cemas. ‘Reina.. Aku harap kau baik-baik saja'.  Setelah sampai diruang keluarga, Axton tidak menyangka melihat Reina tersungkur di lantai dengan bekas cambukan menyelimuti seluruh tubuhnya dalam keadaan setengah sadar.  “Apa yang kalian lakukan padanya?”. Tegas Axton
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD