===
Daffa mengompres tubuh Reya yang menggigil malam ini. Ia panik kala tiba-tiba Reya mengigau namanya dengan bibir bergetar hebat. Diusapnya wajah cantiknya yang terlihat lelah. Matanya terpejam, sedangkan bibirnya terus saja bergetar.
"Ayaah dingin ayah," kata Reya. Daffa mengambil remote ac diatas nakas lantas mematikan air conditioner tersebut.
"Udah aku matiin sayang. Masih dingin ngga?"
Reya mengangguk. Daffa kembali memasukan handuk itu ke dalam baskom berisi air hangat dan menempelkan nya di kening Reya. Di depan pintu ada mbak Tiwi dan mbak Yoona yang sedang menunggu dengan cemas. Hei siapa yang tidak cemas jika tengah malam pintu kamar kalian di gedor-gedor dan menemukan wajah panik seorang laki-laki yang meminta bantuan?
"Mbak Wi dokternya udah di telfon belum?"
Mbak Tiwi masuk ke dalam diikuti oleh mbak Yoona dibelakangnya. "Udah pak, katanya lagi dijalan. Mungkin sebentar lagi sampaai."
"Istri saya makan apaan sih tadi sore? Kayaknya pas makan malam masih baik-baik aja. Kamu tau nggak dia makan apa?"
Dari raut wajahnya, Tiwi dan Yoona bisa melihat bagaimana khawatirnya Daffa dengan keadaan Reya saat ini. "Saya nggak tau pak. Tapi Bu Reya emang suka kayak gini pak, setiap tahunnya."
"Maksud kamu?"
"Iya pak, mungkin bawaan bayi."
Daffa melongo. Ia menatap Tiwi dan Yoona bergantian. "Istri saya hamil?"
"Bukan pak. Maksud saya kan ibu sedang menyusui Keagan, sedangkan Keagan aja baru tumbuh gigi. Dan ibu sering banget kena gigit Keagan, mungkin karna itu makanya ibu bisa demam pak. Karna waktu Radinka dan si kembar ibu juga gitu," jelas Tiwi panjang lebar. Dalam hati Tiwi menahan tawa. Bagaimana bisa majikannya berpikir kalau Reya hamil kembali?
Wajah Daffa terlihat lega. Ia mengusap lengan Reya perlahan. Di kecupnya kening Reya dan bibirnya dengan penuh sayang. Daffa bahkan sudah tidak peduli lagi jika ada Tiwi dan Yoona di dalam kamarnya.
"Pak dokternya udah datang," kata Tiwi.
Perempuan itu keluar lalu datang dengan dokter laki-laki berusia 50 tahunan itu ke kamar Daffa dan Reya. Dokter Arman tersenyum, lalu membalas uluran tangan Daffa. "Apa kabar fa?"
"Baik dok, dokter gimana?"
"Baik kok saya,"
Dokter Arman membuka tas dokternya, lantas mengeluarkan stetoskop dan mulai memasangnya ditelinga. Dokter itu mulai memeriksa Reya, dari detak jantung sampai tekanan darahnya.
"Semuanya normal Alhamdulillah, tekanan darahnya juga normal. Detak jantung masih normal. Ini ngga papa kok, cuma demam biasa aja. Lagi menyusui ya?"
Dokter Arman duduk di sofa depan ranjang Daffa. Ia merobek kertas resep, lantas menuliskan obat yang harus di beli Daffa di apotek.
"Iya dok istri saya lagi menyusui."
Dokter Arman manggut-manggut. Ia menyerahkan secarik kertas itu kepada Daffa. "Nanti di tebus ya resepnya."
Daffa tersenyum, "iya dok. Makasih yaa," Dokter Arman tersenyum lalu menepuk lengan Daffa. "Iya sama-sama. Semoga istri kamu cepat sembuh, ya. Saya permisi."
Setelah dokter Arman diantar oleh mbak Tiwi keluar, Daffa menyambit jaketnya di lemari. Lantas berjalan keluar setelah sebelumnya mencium kening Reya lagi.
"Tolong bikinin bubur buat istri saya, kalo Tiwi udah balik lagi minta tolong sama dia buat jagain istri saya. Saya mau ke apotek dulu,"
****