Daffa mengusap wajah Reya yang berada dalam kungkungannya. Ia mengecup pipi Reya, lalu turun ke lehernya. Kakinya menimpah paha Reya dan menggeseknya perlahan. Reya mengusap rahang Daffa, sebelah tangannya ia gunakan untuk bermain-main di junior Daffa yang sudah mengeras dibawah sana.
Suara-suara kecupan dari dalam kamar itu terdengar lumayan keras karna memang kamar Daffa dan Reya belum kedap suara. "Ayaah mmpph-" Reya melepas ciuman Daffa di bibirnya. Membuat Daffa menatapnya dengan tatapan gemas.
"Kenapa dilepas bunaaaa?" Rengek Daffa.
"Aku lupaaa!"
"Lupa apaa?"
"Pil aku habis. Kamu pake dulu ngga papa ya?"
Reya mengusap rahang Daffa. Merasa bersalah karna dirinya lupa memberitahu Daffa tadi siang. Padahal siang tadi setelah mereka berbelanja di supermarket, Reya sempat mampir ke apotek untuk membeli salep kulit untuk Qira.
"Yaudah ngga papa. Lanjut kan ini?" Tanya Daffa. Libidonya sudah diujung tanduk, tapi tertunda karna ucapan Reya. Reya mengangguk. Ia mengalungkan kedua lengannya di leher Daffa.
Daffa setengah menindihnya, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. Tanktop Reya di singkap Daffa hingga sebatas dadanya. Daffa mencium bibir Reya, lalu beralih menghisap dadanya yang mulus dan bersih. Sedangkan tangannya sibuk menurunkan boxernya hingga sebatas lutut. Jail, Daffa menggesekan miliknya di depan milik reya yang masih tertutup cd.
"Ayah jangan gitu aaah," jari Reya menarik-narik rambut Daffa. Daffa menahan tawa, ia bangkit lantas menarik laci nakas dan mengambil sebungkus pengaman dari sana. Reya memperhatikan Daffa yang sedang merobek foil dan akan memasangkan benda itu pada miliknya.
Bibirnya mencium bibir Reya kembali. Melumatnya penuh cinta sembari berusaha memasukan miliknya ke dalam milik Reya. Untuk beberapa saat mereka sama-sama memejamkan mata sambil menikmati apa yang sedang mereka lakukan.
Ceklek
"Ayah bunda!"
Daffa refleks ambruk diatas tubuh Reya. "Aduh," lirih Daffa. Derap langkah kaki Radinka terdengar oleh Daffa maupun Reya. "Teteh situ dulu jangan kesini, bentaar," Daffa menarik miliknya lalu membenarkan boxernya. Sedangkan Reya membenarkan letak tanktop juga cd-nya.
Daffa keluar dari selimut masih dengan keringat yang menetes dari rambutnya. "Teteh ngapain kesini hei?"
Radinka berjalan ke arah ranjang sambil menyeret boneka We Bare Bears berbentuk beruang kutub berwarna putih. Daffa hanya bisa mengelus d**a, sedangkan Reya membantu Radinka untuk naik ke atas ranjang. "Buna kenapa ngga make celana?!"
"Nggg-itu tadi bunda kepanasan makanya ngga pake celana," jawab Reya gugup, Radinka meneliti Reya lalu menatap ayahnya diujung ranjang. "Bunda cepet pake celana nanti diliat ayah maluuuu!"
Reya menurut saja. Ia turun dari ranjang ingin mengambil celana pendek yang tergeletak di lantai. "Ayah tutup mata! Ngga boleh liat! Bukan muhrim!" Radinka berusaha menutupi mata Daffa dari reya. Daffa diam, tapi dalam hati Daffa menggerutu.
Ya ampun. Bukan cuma liat, ngerasain juga pernah, nak!
Setelah Reya memakai celana pendek miliknya, ia kembali ke ranjang. "Teteh kenapa ngga bobo hm?" Reya mengusap rambut Radinka yang panjang. "Kata bunda mau ada hadiah, jadi teteh mau tunggu hadiahnya dulu baru mau bobo."
Reya melirik Daffa yang memasang tampang memelas. "Besok sayang hadiahnya ngga jadi sekarang. Teteh Bobo ya?"
"Yaaaah," Radinka memasang tampang kecewa. "Yaudah deh, tapi teteh mau nenen sama bunda boleh?"
Reya mengerjapkan matanya. Ia melirik Daffa yang sudah membuang wajah ke arah samping. "Iya boleh, tapi jangan lama-lama ya. Langsung bobo, oke?"
Radinka mengangguk. Reya menidurkan tubuhnya di ranjang. Wanita itu menyusui Dinka selayaknya Dinka masih bayi. Daffa menghampiri Reya dan memeluknya dari belakang. Reya mengusap wajah Daffa yang tertanam di ceruk lehernya.
"Tahan bentar ya, nanti kita lanjut pake mattras dibawah,"
Daffa hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Malam ini Radinka benar-benar mengganggu dirinya.