Surat

1230 Words
Ciiit! Pintu butik Queen terbuka, perempuan bernama Dera yang sudah berdiri di depan pintu itu langsung melengkungkan senyumnya. Namun tidak dengan Alana, yang masih menampakan wajah keheranannya. “Hai … senang bertemu dengan lo lagi,” sapa Dera seraya melipat kedua tangannya di dha—dhanya. “Maaf, butik gue udah tutup. Kalau mau ke sini, besok aja gue buka jam delapan pagi,” balas Alana. Alana yang sudah tidak begitu nyaman dengan kehadiran Dera saat itu, segera menutup pintunya kembali namun ditahan oleh Dera. “Aduh, gue baru datang tapi kok diusir, sih …” serunya. “Lo gak bisa baca kah? Butik gue tutup!” timpal Alana. “Niat gue ke sini bukan mau ke butik lo sih, karena barang-barangnya juga gak ada yang sesuai sama standar gue. Dan gue—“ “Cukup ya Der! Lo jangan bikin gue makin gak suka sama lo ya! Masih demen aja itu mulut nyinyirin orang,” gerutu Alana, ingin sekali melempar pintu ini ke wajah sok cantik Dera. “Well well, I’m so sorry, Alana. Tapi, kedatangan gue ke sini lumayan penting sih,” balas Dera dengan santainya, namun wajahnya tetap memancarkan aura kebencian untuk Dona. “Apaan sih? Cepetan deh gak usah dipanjang-panjangin kayak sinetron. Ini udah sore dan dan gue mau pulang ke rumah!” pekik Alana lagi. “Oh, sudah punya rumah? Ups, sorry. Nih nih, ada sesuatu buat lo,” Dera mengeluarkan secarik surat yang sudah terbungkus rapi amplop putih. Dera menjulurkan surat itu ke Alana. Alana segera menariknya hingga bunyi sret … dari kertas tersebut terciptakan. “Apaan nih?” Alana membaca kop perusahaan yang tertera di depan amplop itu. “PT. Anaconda Konveksi … ah, gak minat baca guenya!” baru saja membaca tulisan yang tercetak di amplop, Alana sudah buru-buru mengembalikan ke tangan Dera. “Loh dibuka dong suratnya …” Dera menyodorkan kembali. “Ini pemberitahuan langsung dari kantor loh Al, pasti penting!” Dera dan Alana malah jadi sodor-sodoran surat, nih. Enak sodor-sodoran duit aja lah, hehe. Alana melipat kedua tangannya dan menggeleng. “Sekali gue bilang enggak, ya enggak. Mending lo balik aja deh ke alam lo di hutan sana sama anaconda yang lain!” perintah Alana sembari mendorong kecil Dera, agar menjauhinya. “Ah lo jangan jual mahal gitu lah. Ya udah deh, biar gue aja yang bacain isi suratnya,” Dera pasrah, sepertinya sudah tidak ada hasrat dari diri Alana untuk membaca bahkan membuka surat yang Dera bawa ini. “Ehem … ehem … ehem …” surat yang ada digenggaman Dera itu mulai dibukanya. “Lo denger baik-baik ya, Al,” ujar Dera. Namun, Alana malah menutup kedua telinganya dengan tangannya. “Al, please! Sebentar doang, gue mau menjalankan amanah dari kantor,” balas Dera. Karena Alana kasihan dan punya hati, Alana menurunkan kedua tangannya. Ia mau mendengarkan Dera berbicara, soalnya ini perintah dari atasannya. “Silakan.” “Teruntuk Alana Savira, kami atas nama pimpinan perusahaan PT. Anaconda Konveksi, ingin memberi kesempatan kepada Anda untuk bekerja kembali ke perusahaan konveksi kami. Kami berterus terang, kalau kejadian beberapa bulan yang lalu adalah murni kekeliruan dari perusahaan, karena sudah menghentikan Anda secara sepihak. Dan untuk saat ini, kami benar-benar mengharapkan Anda lagi untuk bersama-sama mengembangkan program kerja kedepannya. Karena kami pun sadar, kalau hanya Anda yang bisa diandalkan untuk memajukan perusahaan kami. Terima kasih, tertanda … pimpinan PT. Anaconda Konveksi,” tutur Dera yang ternyata kedua matanya kian membesar usai membaca surat tersebut. “APA?! LO BAKAL BALIK KE KANTOR LAGI?!” Dera terkejut. Dera membaca ulang kembali tulisan yang terketik di dalam surat itu, untuk Alana. Alana terkekeh, “Hahahaha, jadi intinya perusahaan tempat lo bekerja itu mengharapkan gue balik?” “Lo jangan besar kepala dulu, ya! Siapa tahu ini salah ketik!” Dera juga tak terima. “Aduh … gue gak habis pikir. Dulu ketika gue dipecat, katanya ada satu karyawan yang bisa diandalkan untuk mengerjakan segalanya. Dan karyawan itu, Dera Evelines yang sedang berdiri di hadapan gue. Tapi nyatanya?” Alana pun membeberkan kebenaran di hadapan orang yang pernah membuatnya dipecat dari perusahaan sebelumnya. “Al! Lo—“ “Tuh kan, perusahaan itu pasti akan tahu kejadian yang sebenarnya. Mana karyawannya yang benar-benar bekerja setulus hati, dan mana karyawannya yang bekerja hanya modal cari muka. Kayak lo ini, cari muka mulu deh di depan atasan …” sela Alana. “Lo jangan asal ngomong ya Al! Udah jelas-jelas masalah itu murni kesalahan lo!” balas Dera. “Hah? Kesalahan gue? Yang sebelah mana tuh kesalahan gue? Lo amnesia apa bipolar sih? Gemes deh gue,” cerca Alana dengan nada suaranya yang menyantai. “Ih, Lo itu ya bikin gue—“ “Sstttt, sudah sore nih. Jangan bikin ribut di depan butik kesayangan gue,” sela Alana. “Oh ya, waktu gue udah habis untuk ngomong sama lo. Yang pasti gue tahu ya kalau ternyata orang yang bisa diandalkan di perusahaan PT. Anaconda Konveksi adalah gue, bye …” dengan cepatnya Alana berbalik badan dan menutup pintu. Dera menatap dengan penuh kegeraman pada Alana yang membuatnya malu. Dera mengeraskan gigi-giginya seraya terngiang mimik wajah dan perkataan dari Alana. Dari kaca pintu butik tersebut, Alana melambaikan kelima jarinya, “Bye! Pergi lo!” Alana pun menutup pintu kaca itu dengan tirai yang sudah terpasang di atas pintu. “Kurang ajar banget sih Alana itu!” gerutu Dera yang sudah mengepalkan tangannya dan hendak melayangkan tangannya itu ke pintu kaca. Namun, Dera gak berani memecahkannya karena gak ada duit kalau disuruh ganti rugi. Dengan perasaan emosi yang menggebu-gebu itu, Dera membalikan badannya dan kembali masuk ke dalam mobilnya. BRAK! Suara kencang dari pintu mobil itu, melukiskan bahwa emosi Dera kali ini tidak main-main. *** Sementara itu, Alana masih tidak percaya kalau Dera mendatangi dirinya ke butik. Padahal, semenjak kejadian pemecatan tidak terhormat itu, Dera terang-terangan tidak mau melihat wajah Alana lagi. Sampai-sampai kontak dan seluruh media sosial Alana pun di blokir tiba-tiba. Udah kayak anak sekolah menegah atas (SMA) aja pakai acara blokir-blokiran. “Sekarang gue paham, ternyata perusahaan itu masih mengharapkan gue kembali. Hmm, habis manis sepah dibuang, enak aja main nyuruh balik,” pikir Alana. Alana membereskan kertas-kertas dan alat gambar yang masih berserakan di mejanya. Sembari mengingat isi surat yang tadi dibacakan oleh Dera, ingin rasanya tertawa ngakak setengah mampus di depan Dera. Apalagi ketika mengingat kejadian menyakitkan beberapa bulan lalu, bikin Alana naik darah dan enggan mendengar nama Dera lagi. *** Dera yang berada di dalam mobilnya merasa kejadian itu adalah kejadian yang tak patut terjadi. Terlebih lagi soal Alana yang direkrut kembali ke perusahaan tempatnya bekerja, PT. Anaconda Konveksi. Rasa kesal itu terlihat dari wajah Dera, yang sedari tadi bibirnya mencucut tajam. Dera sangat tidak setuju dengan tindakan perusahaan yang menganakemaskan Alana. "Sial! Kenapa juga sih harus rekrut Alana lagi? Lebih baik juga bikin open recruitment buat karyawan baru yang lebih baik dari Alana," gerutu Dera. Dera membuka ponselnya, segera mengetuk tombol telepon pada kontak yang diberi nama Robert. "Lo gak bisa seenaknya begini ngambil tindakan, Rob!" pekik Alana seraya menaruh ponselnya itu di telinganya. Tut ... tut ... tut ... tiga kali Dera melakukan hal yang sama, mengetuk tombol hijau, Robert belum juga mengangkatnya. "Dasar sok sibuk! Padahal kerjaannya begitu doang di kantor. Gue harus datangin lo, Rob!" Dera melempar ponselnya kesal dan mengencangkan sabuk pengamannya. Dan dengan perasaan hari yang kacau, Dera menuju kantornya kembali untuk menemui Robert.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD