Kepergok

1142 Words
 Langkah kaki Dera dengan cepatnya menuju ruangan yang biasa Robert duduki. Ruangan yang paling besar di lantai tiga perusahaan PT. Anaconda Konveksi itu, hanya ditinggali oleh Robert, yang menjabat sebagai manager perusahaan konveksi tersebut. Sebagai manager yang sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun di perusahaan ini, Robert mendapat banyak keuntungan, salah satunya dibebaskan untuk merekrut dan memecat karyawan, atau mengganti strategi pemasaran. Namun entah kenapa sejak satu tahun terakhir ini, Robert kurang bisa berperan dalam jabatannya. DOR .. DOR ... DOR .. “Rob! Buka pintunya cepetan!” teriak Dera sambil menggedor pintu kayu yang tertutup rapat itu. Kurang lebih sepuluh menit kemudian, Robert tak kunjung membukakan pintu atau minimal menyaut panggilan Dera. Dera mendongakan kepalanya, tertera tulisan available berwarna hijau di atas pintu ruangan. Yang artinya adalah, Robert masih berada di ruangannya jam segini. Dera pun pergi ke ruangan sekretaris Robert, yang ruangannya berada di deretan ruangan Robert paling pojok. Dengan rasa tergesa, Dera harus menemui sekretaris Robert itu untuk mengetahui di mana Robert sekarang. Sekretaris Robert yang baru bekerja selama enam bulan itu, selalu mengetahui seluk beluk kenapa Robert mengambil sebuah tindakan untuk perusahaan. “Permisi, ada Mirna?” tanya Dera pada karyawan lain yang kebetulan ada di ruangan Mirna. “Tadi pergi ke ruangan Pak Robert, Mbak Dera …” jawab karyawan itu. “Oke, terima kasih ya informasinya,” Dera kembali ke ruangan Robert tadi. Di depan pintu yang masih tertutup rapat itu, Dera menggerutu, “Rob! Cepat buka pintunya sebentar! Ada yang mau gue omongin sama lo! Cepetan woy!” Dera tak henti-hentinya menggedor pintu ruangan Robert. KLEK! Tak lama kemudian pintu itu terbuka, Robert hanya menampakan kepalanya lewat pintu yang sedikit terbuka. “Ada apa, Der? Mau ngapain lo ke sini?” tanya Robert dengan rambut yang acak-acakan. “Lama banget lo bukain pintunya, ngapain sih lo!” balas Dera. “Gak perlu lo tahu. Ada apa, Der? Ngomongin aja sekarang mumpung gue free!” lanjut Robert. “Kita ngomongin di dalam aja, gak enak didengerin orang banyak, ntar kiranya gue ngompor,” Dera mendesak masuk, namun Robert menahannya. “Kalau gue bilang di luar aja, ya di luar!” ucap Robert dengan nada yang sedikit tinggi. “Biasanya juga kalau lo ngomong sama karyawan lain, selalu masuk ke ruangan lo, kok. Dan seperti biasanya juga kalau kita diskusi singkat, masuk juga ke ruangan lo,” jelas Dera menceritakan kebiasaan yang terjadi. “Iya, tapi untuk saat ini gak bisa diganggu!” Robert lalu mengubah wajahnya yang memanik. “Hah? Apanya gak bisa diganggu? Tadi katanya lo lagi free. Ada yang aneh deh dari lo,” Dera menggut-manggut yang sudah mengetahui kejanggalan dari Robert. “Der, lo gak usah ngadi-ngadi, deh. Cepetan deh mau ngomong apa … Bentar lagi udah mau senja, masa iya lo mau di sini sampai malam?” balas Robert yang berusaha tenang. Dan lagi-lagi Robert hanya menongolkan kepalanya saja ke Dera. Ini semacam tidak masuk akal. Ada apa gerangan? Dera memincingkan matanya dan tersenyum mengangkat ujung bibirnya. “Ada yang lo sembunyikan dari gue, ya? Makanya lo gak mau gue masuk ke ruangan lo …” ucap Dera. Robert langsung menggelengkan kepalanya. “Idih, sok tahu. Gak ada apa-apa lagi.” “Kalau gak ada apa-apa, gue mau ngomong sama lo di dalam!” dengan cepatnya Dera mendobrak pintu ruangan Robert. Dera merasa ada sebuah keanehan pada Robert saat ini, di kepalanya sudah timbul macam-macam spekulasi. “Der! Der! Woyyyy Der!” Robert berusaha menahan dobrakan Dera, namun apalah daya Robert tak mampu. “OH MY GOD!”  Dera tampak tercengang, ia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. Kedua matanya melotot melihat pemandangan yang ada di depannya. “Der, Der … gue bisa jelasin. Lo jangan histeris gitu ya ..” Robert memegangi dua bahu Dera. Dera masih saja tercengang. “Mir … na?!” seru Dera pada perempuan yang sedang menutup dha—dhanya, tanpa helai kain. “Lo … ngapain di sini? Bukannya harusnya lo stay di ruangan lo, ya?” Mirna si perempun berkulit putih bersih layaknya idol Korea itu, hanya menunduk sambil menutupi dha—dhanya yang tak tersisa helai kain di sana. Sementara Robert terus-terusan menghalau pandangan Dera agar tidak terlalu lama terpaku pada Mirna. “HEH MANAGER KAIN BEKAS! Lo itu sadar ya … ada istri di rumah, ada dua anak lo di rumah. Tapi di kantor, lo mainnya begini, Rob? Ajegile lo …” tukas Dera yang menggelengkan kepalanya. Dan Robert yang ada di hadapannya itu, makin panik dengan menggaruk-garuk rambutnya gak jelas. “Makanya gue mau jelasin dulu, biar lo gak asal nyeblak.” “Kayaknya udah gak perlu penjelasan, deh. Gue udah lihat semuanya dari mata kepala gue sendiri,” ucap Dera yang menyilakan kedua tangannya. “Sudah berapa orang karyawan yang tahu kebiasaan lo ini? Si Robert yang suka masukin perempuan ke ruangannya dan … enak-enak?” Robert menelan ludahnya, ia juga melirik ke arah Mirna yang masih tertunduk malu. “Der … mending kita omongin ini dengan kepala dingin, deh. Kayak lo butuh minuman yang manis-manis supaya tenang. Lo mau gue pesenin, gak? Mau minuman apa?” Robert semakin gelimpangan dan mengerjakan sesuatu yang harusnya tidak perlu dilakukan. “Gak perlu, gak perlu!” Dera menyodorkan telapak tangannya ke Robert. “Jawab dulu dong pertanyaan gue. Siapa saja sih karyawan di sini yang tahu kebiasaan buruk lo yang kayak gini?” Dera mengulang pertanyaan itu, dan tampak memikirkan sebuah rencana. “Gak ada, Mbak,” timpal Mirna kemudian ketika Robert tak menjawab kata sedikitpun. “HAHAHAHAHAHA,” Dera tertawa keras memegangi perutnya. “Jadi gak ada nih satu orang karyawan pun yang tahu kalau lo main belakang?” tanya Dera pada Robert. “Der, bentar Der!” Robert tampak menyela. “Robert, lo itu tinggal ngomong iya aja, kenapa sih? Pakai acara dipanjang-panjangin segala,” gerutu Dera pada Robert yang kebanyakan jeda. Tampaknya, Dera senang sekali mempermainkan Robert di situasi ini. “Mirna, lo cepetan masuk ke sana, pakai baju lo! Ini urusan gue sama Robert!” tukas Dera seraya menunjuk toilet yang ada di ruangan Robert. Mirna lantas beranjak dari duduknya, dan meraih pakaiannya. Ia mengikuti arahan Dera, dan masih dengan wajah yang menunduk. Sepertinya Dera sedang malu tujuh turunan tuh, karena kepergok oleh Dera, sedang bermain mesra bersama Robert di ruangan ini. “Robert Alaska Mirdad, seorang manager PT. Anaconda Konveksi yang bisa dibilang sukses, berwibawa, kaya, namun sayangnya tidak tampan ini, terjerat dalam kasus “s**********n”” seru Dera sambil berjalan memutar mengelilingi di mana Robert berdiri. Dera menyentuh bahu Robert. “Setiap ada sekretaris baru yang berurusan dengan lo, lo tak segan-segan untuk mencicipi tubuhnya, membelai rambutnya, dan apapun yang ada di perempuan itu, pasti lo gagahi! Bukan begitu, Robert Alaska Mirdad?” seru Dera dengan nada bicara yang mengjengkelkan untuk Robert. Robert pun terdiam dan arah bola matanya mengikuti Dera yang sedang mengelilinginya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD