DADDY, YOUR PRINCESS HAS BEEN BAD

1022 Words
   Di sisi lain, Keyrina yang masih dibalut dengan emosi memberhentikan mobilnya di parkiran sebuah klub malam. Ia lantas turun dan tanpa pikir panjang langsung masuk ke dalam.    Cahaya remang-remang dan suara beat musik yang keras seketika menyapanya. Pemandangan pemuda-pemudi yang mabuk dan berjoget sempoyongan menjadi hal biasa di sini.    Key memilih untuk duduk di kursi meja panjang di depan bartender, memesan sebotol vodka yang selanjutnya ia tuangkan di gelas kecil khas minuman keras, lalu meneguknya begitu saja.    Rasa yang random langsung mengalir di tenggorokannya. Selama hamil hingga melahirkan beberapa hari lalu, hanya makanan makanan sehat saja yang terus-terusan ia konsumsi. Bosan. Ia ingin menyimpang sebentar saja saat ini.    Sembilan bulan sepuluh hari ia mengandung, mati-matian menjaga pola makan dan menghilangkan kebiasan buruk minumannya. Semua ia lakukan demi bayi dalam perutnya. Namun sekarang, ketika tau bahwa anaknya terlahir cacat, Key tiba-tiba menyesal tidak pernah minum minuman keras selama hamil. Mungkin dulu saat ia hamil dan memilih minum minuman keras sekali saja, Angel tidak akan lahir karena keguguran.    Terdengar jahat memang. Dimana-mana, seorang ibu akan bersusah payah demi bayinya lahir dan tumbuh dengan sehat, Key pun juga sama, ia tidak beda jauh dengan para ibu di dunia ini, tapi jika saja para ibu di penjuru dunia ini tau bagaimana pedihnya menerima bayi yang terlahir cacat dan berkelainan, mungkin mereka pun akan mewajarkan sikapnya sekarang ini.    "Hey, alone here?"    Key langsung menoleh ketika mendengar sapaan asing menegurnya. Seorang lelaki dewasa yang jelas saja tidak ia kenal. Lelaki itu juga memesan alkohol, meminumnya di atas kursi tepat di sebelah Keyrina.    "Kamu cantik," pujinya.    Benar. Key memang nampak sangat cantik, sebagaimana biasanya. Wajahnya yang jelita dan bentuk tubuhnya yang masih terlihat langsing, membuat siapapun tak akan sadar bahwa Keyrina adalah seorang istri dan ibu dengan satu anak yang baru lahir.     "Siapa namamu?" tanya lelaki itu lagi.    Cih, dalam suasana seperti ini, kesopanan dan tutur kata yang baik terdengar amat sangat menjijikan. Orang-orang sopan dan penuh akan tata krama tidak cocok berada disini, lebih baik mereka menemani Ratu Elizabeth saja sana di istana.    "Keyrina."    "Such a beautiful name. Like you."    "Thanks."    Hanya itu jawaban yang Key berikan. Key memilih untuk tidak minum terlalu banyak di dekat lelaki ini. Karena, yah sederhana saja, jika Keyrina mabuk mungkin lelaki ini akan membawanya pergi, lantasa melakukan hal-hal negatif yang sangat lumrah dilakukan anak-anak malam, apalagi ini bangsa barat. Bisa menebak bagaimana jadinya Keyrina jika terus larut bersama lelaki itu.    "Mau menemaniku ke apartemen?" Dasar bule b******k.    "No, i can't."    "Why? Come on."    "I can't."    "Please. Just you and me."    Keyrina mentah mentah menolak, tetapi lelaki itu masih saja teguh dengan ajakannya. Ia memaksa untuk Key ikut ke apartemen yang dimaksud. Namun jelas saja Key tidak mau, seperti yang baru dijelaskan tadi, pasti nanti ada saja hal hal negatif yang sengaja atau tak sengaja dilakukan.    "Saya nggak bisa."    "Ayolah."    Dan dengan amat sangat lancang, lelaki asing itu meraba leher Key, lalu turun dan tiba di buah dadanya. Key lantas bangkit, ia tak berteriak, ia tau bahwa sekalipun ia memberontak tak akan ada yang peduli, karena hal seperti itu di sini adalah hal yang amat sangat lumrah.    Key mengeluarkan sekian pound dan memberikannya pada sang bartender, lantas Key mengambil botol vodka yang belum kelar ia habiskan. Dan dengan cepat, memilih keluar dari tempat hina itu.    Key masuk ke dalam mobil, duduk sejenak dan mengambil nafas lebih banyak, lalu meneguk botol vodka itu dengan cepat.    Perutnya agak mual kini, tiga kali tegukan, sebotol minuman keras itu habis ia telan. Terdengar gila bagi wanita yang baru melahirkan justru sudah mampu menghabiskan sebotol minuman keras sendirian. Tapi nyatanya itu yang Keyrina lakukan saat ini.    Ia meletakkan sembarangan botol vodka yang sudah kosong itu di mobil suaminya, lantas dengan kesadaran yang masih bisa Key kendalikan, ia melaju untuk pulang. ***    Setengah jam lebih, Key akhirnya berhasil pulang, lebih tepatnya kembali kerumah sakit. Ia berhasil mengemudi mobil tanpa menabrak apapun di jalan. Kesadarannya masih ada meskipun tidak seratus persen utuh.    Jalannya sempoyongan, meskipun ia tidak mengenakan sepatu hak tinggi, tapi langkahnya amat sangat gontai, sampai-sampai ia harus merembet menyentuh dinding. Bug!    Keyrina hambur di atas sofa. Suara jatuhnya membuat Rolfie yang tidur di atas kursi di sebelah ranjang Angel terbangun. Sontak, ia sigap membantu Key untuk berbaring dalam posisi lebih baik.    "Kamu mabok?" tanya Rolfie pelan.    Tak ada jawaban dari Key. Selain karena pusing dan fokusnya tidak stabil, emosinya juga masih mengakar pada Rolfie.    "Key," gumam Rolfie. "Kamu baru lahiran, bahaya kalo minum minum gini."    "Can you just please shut up?!" Rolfie hela napas. "Key, ini nggak baik. Nanti kamu kenapa-napa. Sekarang Angel sakit, jangan kamu juga ikut-ikutan sakit."    "I said, shut up!"    "Key..."    "Shut up!"    Dorongan tangan Key berhasil membuat Rolfie yang berlutut jatuh di atas lantai. Rolfie memandang istrinya prihatin, rambut panjang Key kini berantakan menutupi wajahnya. Rolfie hela napas untuk kesekian kalinya, lalu perlahan, menyentuh puncak kepala Key dan mengelusnya.    Tak ada perlawanan, alunan nafas Key juga perlahan semakin tenang. Matanya terpejam, ia pasti lelah dan pusing di waktu yang sama.    Rolfie mengerti akan kondisi dan keterpukulan istrinya soal anak mereka yang baru lahir, jadi untuk saat ini ia masih enggan bertindak lebih jauh. Semoga hanya satu kali, Rolfie harap, esok hari Keyrina akan lebih baik lagi.    Rolfie bangkit dari jatuhnya, melepas tas yang Key kenakan di bahunya, lalu melepas sepatunya, meketakkannya di dekat sofa dan membalut tubuh istrinya dengan selimut yang ada.    Rolfie kembali berlutut, merapikan rambut panjang Key dan membuat wajah istrinya itu bisa nampak secara jelas. Rolfie tersenyum simpul, melihat bagaimana gadis ini amat sangat polos dalam lelapnya.    Rolfie mengelus pelan kepala Key sekali lagi, lalu turun ke wajahnya, dan mengelus pipi istrinya itu. Key masih tidak bangun, pasti ia benar-benar lelah. Alhasil, yang terakhir Rolfie lakukan hanyalah mencium kening istrinya dengan tulus.    "Everything's gonna be allright."    Itu bisikan yang Rolfie ucapkan di hadapan Key. Sebuah kalimat yang akan selalu melegenda di hidup istrinya itu. Kalimat penenang yang tak pernah bisa Key lupakan, kalimat yang selalu diucapkan kakak tercintanya semasa hidup. Sebuah kalimat yang dengan magisnya selalu bisa membuat Keyrina merasa baik-baik saja.    Satu yang Rolfie harap setiap kali melihat istrinya terpuruk.    Yaitu adalah, bisa menjadi sosok seberharga kak Richard baginya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD