MASQUERADE

1136 Words
Let me go I don't wanna be your hero Alunan musik yang amat sangat familiar itu terdengar lirih dari dalam kamar. Rolfie yang sedari dini hari tadi tidur di sofa lantas terbangun. Sebelumnya, malam tadi agak kacau. Keadaan mabuk dan bau alkohol yang tajam sangat mengganggu suasana rumah sakit, alhasil Rolfie memilih untuk pulang dan meminta tolong kepada Mamanya untuk menjaga Angel setidaknya sampai sore nanti. Namun, ketika tiba dirumah dan hambur di atas ranjang, Key tiba-tiba menjadi brutal. Wajar memang untuk seseorang yang tengah terpengaruh alkohol. Sebagaimana sedari dulu, dari masa Key setiap malam pergi ke klab ketika muda, Rolfie akan selalu menuntunnya sampai ke kamar, membuka sepatunya, menggantikan bajunya, dan membalutnya dengan selimut. Tetapi tadi malam, jangankan untuk dibukakan bajunya, mengetahui bahwa Rolfie ada di dalam kamar bersama dirinya saja Key sudah langsung menyuruhnya keluar. Key bilang malam tadi ia ingin tidur sendirian, dan dengan sangat tidak sopan menyuruh suaminya tidur di ruang tengah. Rolfie terima-terima saja, ia sudah tau jelas bahwa Keyrina memang akan sangat kacau dalam kondisi seperti ini. Lantas semalam, ketika Key meminta untuk sendiri, Rolfie segera beranjak pergi. Dan pagi ini, bahkan ketika tidur Rolfie belum dirasa puas, ia mau tak mau harus terbangun karena alunan musik yang ia tau pasti, bahwa Keyrina yang menyetelnya. Rolfie beranjak berdiri, membuka perlahan pintu kamar, namun gagal. Knop pintu itu mengunci, Rolfie tau dan akan selalu tau bahwa Keyrina sengaja seperti ini karena di dalam ia tengah menangis diam-diam. Rolfie hela napas panjang, tak tau lagi apa yang harus dilakukan. Tok! Tok! Tok! "Key?" Everyone deserve a chance to, walk with everyone else While holding down, a job to keep my girl around Namun yang Rolfie dengar sebagai jawaban hanyalah alunan musik yang semakin mengeras. "Key? Buka pintunya," ujar Rolfie pelan. "Key? Sayang? Makan dulu yuk, kamu belum makan dari semalem." Tok! Tok! Tok! "Keyrina? Key?" Rolfie sebenarnya tau, walaupun ia memanggil jutaan kali, Keyrina tetap tidak akan membuka pintu. Ia akhirnya balik badan dan beranjak menjauh, duduk di atas kursi meja makan dan bersandar sejenak. Istirahat. Ia mengacak rambutnya frustrasi, menghela napas lagi untuk kesekian kalinya, lalu tanpa sadar sebelumnya, ia melihat beberapa menu makanan di atas meja. Ia kaget sekaligus heran, ia lantas mencicipi sesendok nasi goreng yang tersedia, mengunyahnya dan tau betul bahwa itu masakan istrinya. Ia tau bagaimana racikan tangan istrinya, yang jelas nasi goreng yang ia makan sekarang bukan nasi goreng ala-ala restoran atau kedai makanan yang mungkin Keyrina beli, ini benar-benar masakan Keyrina. Tidak salah lagi. "Kamu masak, Key?" dari posisinya, Rolfie bicara menuju kamar, yang masih saja tidak dijawab apa-apa. Sejenak masa bodo soal Keyrina, yang Rolfie lakukan kini hanyalah makan, mengisi kembali tenaga dan pikirannya yang semalam habis digerus masalah. *** Sehabis makan dan mencuci piring, Rolfie berniat mengepel halaman luar setelah sebelumnya kembali mencoba agar istrinya keluar dari kamar dan mau bicara dengannya. Namun lagi-lagi, gagal. Rolfie tidak tau bagaimana cara memeras kain pel yang benar, yang ia lakukan hanyalah mencelup kain pel ke dalam wadah berisi air dan pewangi, lalu mengeluarkannya, membuat tetesan air justru jatuh tepat di atas lantai, dan memerasnya secara asal juga di atas lantai. Alhasil lantai becek, seperti sehabis disiram air dalam jumlah banyak. Yah, siapapun wanita yang melihatnya akan beranggapan bahwa dia suami yang baik dan pengertian karena mau membantu istri beberes rumah, namun mungkin setelahnya wanita-wanita itu akan berubah pikiran dan lebih memilih membersihkannya sendiri ketimbang suaminya yang mencoba. Tin! Tin! "Alanzo!" Rolfie langsung menoleh ke arah gerbang ketika mendengar suara Mamanya. Ia lantas segera menghampiri untuk membuka gerbang besar itu, dan setelahnya, mobil yang dibawa Papanya itu pun masuk. "Loh, Angel udah boleh pulang, Ma?" tanya Rolfie. "Boleh, tadi dokternya sendiri yang bilang ke Mama." Rolfie tersenyum saking leganya, ia membantu membuka bagasi mobil untuk membawa barang-barang dari rumah sakit, namun satu hal yang ia heran, Angel digendong oleh seorang perempuan paruh baya yang sama sekali tidak ia kenal. Rolfie meletakkan kembali barang bawaannya, lalu secara cepat mengambil alih untuk menggendong Angel. Satu hal, Rolfie tak suka orang asing dekat dengan putrinya. "Ma'am, biar saya yang gendong." "Zo, nggak pa-pa. Ini Miss Dossie, yang Mama bilang." Sejenak setelah Mamanya berucap demikian, Rolfie urung untuk ambil alih menggendong Angel. "Istrimu kemana?" tanya Mama kemudian. "Ada di kamar, lagi istirahat, katanya perutnya nyeri." Kebohongan sederhana yang menyelamatkan istrinya dari omelan sang Mama. "Gini dong jadi suami, ngertiin istrinya ikut bantu beres-beres rumah. Papamu mah mana pernah," ledek Mamanya. Rolfie hanya tertawa meski tidak ikhlas. Perbincangan sejenak yang seterusnya dilanjut oleh mereka yang sama-sama masuk ke dalam. Rolfie lantas diperintah sang Mama untuk memberi tau kamar Angel agar miss Dossie bisa meletakkan bayi itu di atas ranjang empuk karena Angel sudah terlelap. Sesudah meletakkan Angel di dalam ranjang bayi, miss Dossie segera keluar sesuai perintah Rolfie. Sementara dirinya sendiri masih menatap di kamar bernuansa merah mudah itu, memandang putri kecilnya sebentar dan mengelus pelan pipinya. Ah, sayang Angel sudah tertidur, karena jika belum pasti Rolfie bisa mendengar tangis nyaringnya. Rolfie lantas beranjak pergi setelah sebelumnya hela napas dan membiarkan Angel lelap di dalam kamarnya. Dengan sangat perlahan, ia menutup pintu sebisa mungkin hingga tidak menimbulkan suara sedikitpun. Rolfie lantas secepatnya kembali ke ruang tengah dimana ia meninggalkan orang tuanya untuk menunggu sejenak. Baru saja Rolfie ingin menyapa ketika langlah kakinya sudah kian mendekat dengan lantai ruangan itu, tapi justru langkahnya malah terhenti. Terhenti, tepat ketika ia melihat istri tercintanya sudah lebih dulu duduk di sana ikut menemani. "Zo, sini, Key perutnya udah enakan katanya," ujar sang Mama. Rolfie diam, menatap sejenak gadis yang sekian menit tadi bahkan tengah menangis di dalam kamar terkunci, justru kini tersenyum dan tertawa semudah itu, nampak terlihat tak memiliki beban sama sekali. Untuk menghindari kecurigaan kedua orang tuanya, Rolfie pun segera menghampiri dan bersikap santai di sebelah Key. Biarkan saja keduanya tau bahwa diantara mereka tidak ada apa-apa. *** "Mama pulang ya, kalo ada apa-apa telpon aja ke rumah," kata sang Mama yang kini melangkah keluar melewati pintu. Rolfie mengangguk mengiyakan ucapan itu, lantas kemudian sang Mama lebih dulu berjalan menuju mobil. Sementara Papanya, menyempatkan balik badan dan sejenak berbincang sepatah kalimat untuk putranya. Sebuah kalimat sederhana yang membuat Rolfie menguatkan dirinya setengah mati. "Take care of your wife." Sederhana saja, suami manapun memang pada dasarnya wajib menjaga dan melindungi sang istri. Tapi dalam keadaan yang Rolfie hadapi sekarang, rasa-rasanya hal itu jutsru sulit dilakukan. Karena tidak jarang, Keyrina memutus kehendak sendiri, pergi keluar atau melakukan hal-hal yang bahkan Rolfie sendiri tidak izinkan. Clak! Rolfie menutup pintu ketika mobil orang tuanya sudah nampak menjauh. Ia hela napas, balik badan dan melangkah ke kamarnya. Tapi entah kenapa, hal yang sama seperti pagi tadi terjadi lagi. "Key? Kamu kunci pintunya lagi?" Hal yang ia pikir tidak terjadi untuk kedua kalinya. Rolfie hela napas panjang, menyentuh daun pintu itu sejenak, dan membiarkan Key istirahat di dalam. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD