DADDY'S LITTLE PRINCESS

1209 Words
   Keyrina sedari kecil menyukai hal-hal magis semacam peri dan putri raja di negeri dongeng, hal-hal sederhana tentang kebahagiaan dan keajaiban yang selalu terjadi di dalamnya. Tentang kerajaan, gaun panjang, mahkota, atau tentang penyihir licik yang menomorsatukan kejahatan.    Papanya dahulu bilang, bahwa dalam susunan keluarganya, Keyrina lah sang putri raja. Mama dan Papa adalah ratu dan raja, kedua kakaknya adalah pangeran, dan dirinya adalah putri. Key tak pernah keberatan menerima kedudukan yang paling rendah itu, ia hanya suka disebut bahwa ia seorang putri, ia menyukai ketika Papanya memberikan mahkota mainan dan dikenakan keatas kepalanya. Keyrina selalu menyukai itu. Selalu.    Namun kini, kedudukannya berubah. Ia dilepas oleh raja dan dibiarkan pergi membina kehidupan dengan pangeran pilihannya. Rolfie. Membangun kerajaan mereka sendiri, hingga kemudian putri raja itu lahir.    Keyrina amat menantikan permaisurinya hadir ke dunia ini. Namun kemudian, ketika tangisan nyaring itu berhasil di dengarnya, ia justru berharap kembali lagi menjadi seorang putri raja.    Ia bahkan tak ingin kedudukannya dahulu disamakan dengan anaknya kini.    "Key, maaf tadi Mama emosi."    Key hanya mengangguk ketika mertuanya berucap demikian hingga selanjutnya memeluknya. Sejujurnya masih ada perasaan dongkol di batinnya, tapi tak apa, esok lusa mungkin mereda.    "Mama ngerti, kamu sulit terima anakmu," ujar mertuanya lagi. "Apalagi ini anak pertama, kamu sama sekali belum ada pengalaman buat jadi ibu. Mama wajarin semuanya."    "Iya Ma," lirih Key.    "Mama juga kan nggak tinggal serumah sama kamu dan Rolfie, jadi Mama nggak bisa bantu kamu untuk jaga Angel." Keyrina menatap mertuanya lembut. "Nggak pa-pa, Ma. Key bakal belajar buat urus bayi." Mama mertuanya tersenyum. "Bagus kalo gitu," ujarnya. "Tapi biar kamu lebih leluasa buat urus bayi kamu, Mama udah siapin pengasuh yang bisa jaga bayimu dan mungkin juga bisa ajarin kamu urus bayi yang benar." Key nampak bingung, begitupun Rolfie.    "Orang ini dulunya asisten rumah tangga temen Mama, sekarang dia nggak ada kerjaan, jadi Mama pikir lebih baik kalo dia bantu-bantu kamu di rumah selama Rolfie kerja," lanjut Mama.    "Kok Mama nggak bilang Rolfie?" tanya Rolfie kemudian.    "Nggak perlu bilang. Kalian mau atau enggak, Mama pikir ini hal yang kalian butuh."    "Tapi kan, Ma..." Rolfie mengelak.    "Nggak usah tapi-tapian, Zo. Mama udah tau banget orang ini gimana, namanya Mrs. Dossie, dia orang baik dan rajin." Rolfie diam, memandang istrinya sejenak. Tak ada perlawanan atau pemberontakan yang Keyrina berikan. Sederhananya begini, jika Keyrina menerima, Rolfie pun akan sama.    "Soal Mrs. Dossie, secepatnya nanti Mama bawa ke rumah kalian." *** 20.41 Waktu Inggris    "Kamu mau ada asisten rumah tangga di rumah kita?"    Rolfie bertanya pelan pada Key yang kini duduk di atas sofa di dalam kamar inap anak mereka. Orang tua Rolfie sudah pulang sore tadi, kini tinggal mereka berdua, dan Rolfie pikir, ini akan jadi suasana yang lebih leluasa untuk bertanya.    "Key?" tak ada jawaban dari sang istri, Rolfie pun menegaskan.    "Terserah lah. Aku nggak ngurus."    "Kok kamu gitu? Ini kan juga buat kamu, buat Angel."    "Aku mah gampang jaga diri sendiri."    "Angel?"    "Urusan kamu."    "Key..."    "Kamu mau terima Miss Dossie kerja dirumah kita atau enggak itu urusan kamu."    "Key, tapi kan... Clak!    "Apa saya mengganggu?"    Andai saja dokter itu tau, dirinya benar-benar datang di waktu yang tidak tepat. Yap, seorang dokter baru saja masuk ke kamar inap Angel, ia datang bersama seorang perawat di sebelahnya.    "Enggak, Dok." Dokter paruh baya itu tersenyum. "Saya mau kontrol kondisi anak ibu dan bapak," ujar dokter itu, lalu ambil alih memeriksa bayi mungil yang kini lelap. "Sudah diberi ASI?"    Sejenak, fokus pandang Rolfie jatuh pada istrinya, begitupun sebaliknya. Sementara dokter dan perawat tadi, bungkam kebingungan.    "Sudah, Dok."    Kebohongan kecil yang lantas membuat dokter itu tenang dan kemudian pergi.    Sesaat setelah pintu kembali ditutup, kecanggungan yang tiba-tiba hadir dengan tidak sopan menyapa keduanya kini. Rolfie dan Keyrina.    Entah apa yang Keyrina pikirkan. Ia tiba-tiba berdiri dari posisinya, merogoh kunci mobil dari saku celana yang suaminya kenakan.    "Mau ngapain?" sontak begitu tanya Rolfie.    "Pinjem mobil mau keluar sebentar."    Keyrina melangkah maju, namun urung, karena genggaman tangan Rolfie lebih dulu menahannya.    "Jangan, udah malem."    "Bentar aja."    "Enggak. Disini aja sama Angel. Kamu mau apa emang, biar aku beliin."    "Nggak usah, bisa sendiri."    "Kamu harus kasih Angel ASI."    "Nggak mau. Aku mau keluar."    "Jangan, Key. Ngeri bahaya di luar. Kamu masih masa pemulihan, abis melahirkan jangan terlalu banyak aktivitas."    "Udahlah nggak usah banyak omong. Aku kok yang ngerasain sakit!"    "Key, aku bilang jangan ya jangan."    "Lepas ih!"    Satu bentakan dan dua kali tepisan, tangan Key berhasil ia lepas dari genggaman suaminya. Key menatap sinis Rolfie sejenak, yang jelas saja tidak dibalas sinisan yang sama oleh lelaki itu.    Secepat mungkin, Key berjalan menjauh setelah berhasil melepas genggaman lelaki yang kini ia kesali setengah mati. Ia berjalan penuh amarah, sampai-sampai pintu kamar rumah sakit ia tutup secara keras, mengeluarkan bunyi bantingan yang cukup mengangetkan, hingga membuat Angel terbangun dari tidurnya dan menangis dengan amat nyaring.    Sejenak, Rolfie mengesampingkan istrinya, ia langsung balik badan, mengelus dan menepuk-nepuk pelan tubuh Angel agar berhenti menangis.    Tapi masih saja, Rolfie tidak handal dalam urusan keibuan. Berkali-kali ia mengelus pun Angel mungkin tidak akan diam, karena yang bayi itu butuhkan kini adalah s**u. Bukan s**u formula mahal yang kemarin hari baru saja Rolfie beli, melainkan s**u murni dari ibunya sendiri.    Rolfie bingung saat ini. Apa yang harus dirinya lakukan? Jika mengejar Key, pasti sudah terlambat, lagipula jika ia tetap menemukan istrinya itu, Key tetap tidak akan mau mengurus Angel.    Perlahan, Rolfie mulai mengangkat putri kecilnya itu dengan kedua tangannya. Menggendongnya.    Ia mempraktekan cara demi cara tentang bagaimana menggendong bayi yang benar dari dokter. Angel masih saja menangis dalam dekapan ayahnya kini, namun dengan penuh cinta, Rolfie perlahan membisikkan suara-suara halus nan lembut, semacam lagu-lagu tidur atau nasihat-nasihat yang jelas saja belum bisa Angel mengerti. Rolfie mengayunkan tubuh Angel pelan, masih dengan bisikan suara yang halus.    Dan sebuah keajaiban datang. Bibir Angel membisu perlahan. Tangisnya mereda.    Kau tidak akan pernah mengerti perasaan lega apa yang Rolfie rasakan di relung hatinya kini. Sebuah perasaan berhasil dan bahagia dalam waktu yang sama.    Wajah tampan Rolfie mengukir senyum hangat, menyaksikan bagaimana Angel perlahan terdiam karena dirinya.    Sejenak, Rolfie memainkan jari-jari tangan Angel, dan detik berikutnya, kebahagiaan lagi-lagi menyapa. Sederhana memang, satu jarinya dicengkram oleh tangan mungil milik Angel.    Senyumannya lagi-lagi mengembang. Merasa berhasil bisa membuat putrinya tenang. Alhasil, detik berikutnya, Rolfie mencium kening Angel.    "Don't cry. Daddy here," lirih Rolfie.    Namun detik selanjutnya, kelegaan hatinya berkurang. Keyrina.    Nama itu mendarat tepat di otaknya.    Jelas saja Rolfie terpikir akan Keyrina. Meskipun beberapa waktu tadi sempat melupakannya karena terlalu fokus dengan Angel, tapi kini, kekhawatiran itu kembali datang.    Sebenarnya Rolfie tidak mempermasalahkan mobilnya. Pakai saja jika memang Key ingin pergi. Tapi dalam kondisi kacau seperti ini, Rolfie bisa menebak dengan jelas bahwa istrinya mungkin saja pergi ke tempat-tempat negatif, atau yang paling mungkin adalah istrinya mengemudi dengan kecepatan tinggi.    Rolfie tau betul siapa Keyrina. Ia mengenal istrinya itu jauh lebih lama bahkan ketika cinta belum tumbuh diantara mereka. Selalu saja, jika sedang kacau pasti Key akan kebut-kebutan di jalan, mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi tanpa memikirkan pengemudi lain, dan destinasi terakhir biasanya akan berujung di sebuah klub, lalu gadis itu akan pulang dalam keadaan mabuk dan pakaian bau alkohol.    Rolfie cemas setengah mati, namun di sisi lain, Angel tidak mungkin ia tinggalkan.    Sudahlah, tidak apa. Pasti nanti Key pulang. Begitu pemikiran pendek yang Rolfie keluarkan untuk menenangkan dirinya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD