Episode 4
Theater Kematian
“ Sebentar saja , Aku mohon , sebentar saja . Aku tidak akan merenggut dia darimu “
Masih dengan wajahnya yang memerah , Bona lalu melepaskan rangkulannya dan membiarkan aku berbicara sejenak dengan Luna. Bona berjalan menjuah, membiarkan kami berbicara berdua. Sambil menangis , Luna mengusap-usap pipiku.
“ Aku tahu siapa kamu ..... karena Telepon ini , aku jadi lebih mengenal kamu. Kau pemilik telepon ini..... Aku cuma ingin bilang kalau , aku .... aku tidak pernah punya hati untuk melukai hatimu. “ Dan Luna lalu mengembalikan telepon itu ke genggamanku.
“ Kumohon , ambillah kembali telepon ini. Aku merekam kenangan baru di dalamnya .... jika sudi , bukalah kenangan itu. *** ( wo ai ni ) , Edi. Andai aku bisa memilikimu. “
Aku ingin memeluk dan menciumnya tapi Bona di sana. Jinny juga di sana. Luna menunduk dan menangis , dan begitu juga dengan Bona. Semua orang melihat ke arah kami. Aku tak mampu berbuat apa-apa , aku tak mampu mengatakan apa-apa. Lagi-lagi , aku kembali ling-lung.
“ LUNA EDI AWAS!!!!”
“ BRRRRRRTT”
Tiba-tiba Jinny menerbab kami sehingga kami terhindar dari tembakan. Sebuah mobil double cabin, dengan senapan mesin browning berkaliber .50 , tiba-tiba memberondong kami. Andai bukan karena Jinny, aku dan Luna tak kan sempat berlindung. Bona pun tidak akan sempat melompat ke tempat persembunyian. Namun orang di sekitar kami tidak begitu beruntung. Ada yang perutnya terburai, ada yang kakinya hilang , ada yang kepalanya meletus , karena rentetan peluru nyasar. Bona seketika keluar dari tempat persembunyian dan
“ DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!”
Menembak enam orang sekaligus. Ia kembali bersembunyi dan mengisi ulang pelurunya. Semua orang berlarian ketakutan. Laskar penegak hukum memilih menyingkir. Belasan orang kembali maju dan memberondong kami dengan peluru. Mereka menggunakan AKM dan FN 45. Aku tidak membawa senjata jadi aku masih tiarap dengan Luna dan Jinny disisiku. Hanya Bona yang melawan dengan revolver double action , taurus 82.
Bona kembali keluar dan kali ini menyerang maju dengan revolver di tangan kanannya. Ia menembak enam peluru dan semuanya mengenai dan berhasil membunuh mereka di tempat. Ia merebut pistol FN 45 yang tergeletak di jalanan lalu melemparnya kepadaku. Lalu ia bersembunyi di balik mobil dan kembali melakukan perlawanan.
“ Jinny , bawa Luna masuk! “
Secara serentak kami semua bangun berbarengan dan aku langsung menembakkan pistolku ke arah mereka. Satu meleset dan tujuh lainnya tepat mengenai kepala mereka. Bona kembali keluar dari tempat persembunyian dan menembak enam peluru. Tiga tepat mendarat di kepala dan tiga hanya melukai musuh. Sadar mereka kehilangan terlalu banyak korban jiwa, mereka berlari sambil menembakkan AK mereka ke arah kami. Bona terserempat di lengan kiri sedangkan aku beberapa kali terserempet di lengan dan kaki. Bona menembak dua orang yang mencoba melarika diri dan aku menembak satu tepat di kepala. Kami lalu masuk dan menghampiri Jinny dan Luna yang berlindung di dalam Theater. Lalu kami melarikan diri bersama-sama.
“ Kukira kau membenciku.... “ bisik Luna kepada Bona.
“ Aku tidak akan membiarkan orang tak berdosa mati sia-sia. “ Sahut Bona. Dan kami langsung melarikan diri dari tempat itu.
Senapan AKM , pistol FN 45 , bahkan senapan mesin browning adalah senjata standar militer , yang mustahil bisa digunakan oleh sembarang orang. Meskipun esoknya , penegak hukum melalui surat kabar , menyebutkan kalau pelaku penembakan itu adalah sekelompok pemburu hadiah , sudah jadi rahasia umum kalau Legiun AD yang membekali mereka , dengan senjata-senjata itu.
“ Lindungilah gadis itu. Menginaplah di rumahnya. Kau tidak mau kesalahan yang sama terulang dua kali bukan? “ Bona menyarankan agar aku menginap saja di rumah Luna malam itu
“ Apa.... apa kau tidak apa-apa?”
“ Soal perasaan bisa kita urus nanti. Aku tidak mau , perempuan itu mati sia-sia “ dan kami pun sepakat, untuk menetap di bandung sementara waktu. Aku menginap di rumah Luna , dan Bona menginap di rumah Jinny. Jinny tak mampu menolak , karena ia takut sekali dengan Bona. Akhirnya aku tidur di sofa itu lagi , setelah beberapa bulan.
“ oh , jadi dia biasa tidur di sofa itu “
“ iya , gitulah Ci. Udah kebiasaan sejak dia di sini.”
“ maaf, terus , setelah Edi pergi , kamu tinggal sendirian gitu di rumah ini? “
“ Gak kok Ci , aku tinggal ama Cici aku. Tapi sekarang cici udah pindah ke Surabaya. Makanya aku tinggal sendirian “
“ aduh gak usah panggil Cici. Panggil Bona aja. “
Pagi itu aku mendengar suara Bona dan Luna. Aku buka mataku , dan ketika aku bangun , mereka berdua sedang menyiapkan sarapan , sedangkan Jinny duduk di dapur , kebingungan menatap mereka . Bagaimana tidak, bagaimana bisa dua orang ini tiba-tiba jadi akrab.
“ Luna , Edi udah bangun tuh” ucap Bona.
“ Eh , iya Ci. Maksudku , Bona “ Lalu Luna ke ruang tengah dan membawakanku teh dan roti.
Kami sarapan berempat. Bona tidak lagi marah-marah tak karuan jika di depan Luna, malah berubah jadi ramah. Jinny masih takut , sekaligus bingung. Sepanjang sarapan itu , dia hanya diam. Sedangkan Luna dan Bona , tak henti-hentinya basa-basi di depan kami.
“ kamu bisa main piano Lun?”
“ Iya Bona , aku bisa main piano sejak sekolah dulu. Aku juga biasa main gitar.” Sahut Luna.
“ Oh gitu , bolehlah ajarin aku. Aku belum jago-jago banget sih main Piano. “ Sahut Bona ramah. Luna lantas tersenyum.
“ boleh-boleh , kita coba sekarang yuk. “ dan mereka berdua bersama-sama main piano. Luna yang memainkan piano sedangkan Bona melihat dan mempelajarinya. Aku dan Jinny makin dibuat bingung.
“ pssst , Jin. Kok bisa akrab gitu sih ? “ tanyaku bingung
“ mana aku tahu. Pagi-pagi aja , dia ngajak aku ke rumah Luna. “
Mereka asik bermain piano , sambil bernyanyi-nyanyi , sedangkan kami berdua , kebingungan bukan main. Aku alihkan perhatianku dengan membaca koran, dan saat itulah aku membaca berita tentang insiden tadi malam. Pangdam Siliwangi ( Banten dan Pasundan ) juga mengutarakan jikalau beliau mengecam oknum siapapun yang bertanggung jawab atas kerusuhan tadi malam. Sekitar 20 warga sipil tewas mengenaskan sedangkan puluhan lainnya cacat seumur hidup. Kejadian itu akhirnya dikenang sebagai Malam Theater Kematian.
Dan hari itu , aku dan Bona mengawal ia ke Theater , dan berjaga di sana sampai Luna selesai bekerja. Sedangkan Jinny menyewa lima Ajudan untuk menjaga tokonya. Semua itu untuk berjaga jika kejadian itu terulang lagi , karena penegak hukum seolah tutup mata , dengan segala yang terjadi malam itu.