Part 4 : Zaman 13 Raja ( eps. 3 )

1854 Words
Episode 3 Musik Yang Indah Kami melanjutkan perjalanan. Meski aku tahu marabahaya sudah dekat. Aku hanya berharap Ajudan sewaan Jinny bisa membaca marabahaya yang akan datang. Namun mereka nyaris tidak bersenjata. Mereka hanya menggunakan revolver Remington , sedangkan legiun-legiun itu dipersenjatai dengan persenjataan standar militer. Sampai tengah hari , marabahaya belum juga datang , meski aku sudah bersiaga. “ Jedar!! Jedar! Jedar!” Rentetan peluru seketika membunuh dua ajudan sewaan Jinny. Satu terjatuh namun satu masih terduduk di kursi kusir. Terkejut dengan suara tembakan , kedua kuda kami melarikan diri sehingga kereta melaju kencang . Termasuk kudaku yang berjalan sendirian. Ketika itulah , kucabut Remington ku , mengintip keluar dan “ Dor! Dor! “ menembak mati dua legiun di kanan kami. “ Dor! Dor! Brrrrttt!” mereka memberondong kami dengan peluru. Kutundukkan kepala Jinny supaya ia tidak tertembak. Namun peluru itu menyerempet betis dan lengan kirinya. “ Kyaaaa!!” tak lama setelah ia berteriak aku tertembak di paha kiri dan lengan kiri bagian atas. Aku terjatuh dari kereta yang tiba-tiba berhenti, dan ada tiga legiun yang hampir menembakku “ Jedar! Jedar! Jedar!” kucabut Revolver Ruger dari sarung pistolku dan menembak mereka dengan kedua revolverku. Namun dua orang legiun keluar dari tempat persembunyian dan salah satunya sudah menodongkan pelontar granad ke arah kami. Ajudan bayaran itu kembali bangun , lalu dengan sekuat tenaga , ia membunuh keduanya. “ Jedar!!” dari jarak sekitar 800 meter, penembak runduk menembak kepalanya dengan senapan kaliber.50 . Kepalanya seketika meletus. Ia juga mengeker kepalaku lalu menembakku namun beruntung tembakannya meleset . Aku pun dapat melihatnya dari kejauhan. Saat itulah waktu serasa berhenti. Kukeker penembak itu dengan Rugerku , lalu “ Jedar!!” Bisa dikatakan aku beruntung. Butuh hampir 4 detik untuk peluruku agar tiba di kepalanya , namun aku berhasil menembaknya dari jarak 800 meter . Aku bernafas lega. “ mati.... mati... mati.. “ Aku segera memeluk Jinny yang saat itu sangat ketakutan. Kuturunkan ia dari kuda , lalu kunaikkan dia ke atas kudaku. Kuobati luka tembakku apa yang kubawa saat itu , lalu kami berkendara ke tasikmalaya. Jinny tidak mandi , bahkan tidak mengatakan apa-apa. Kejadian itu membuat ia terguncang. Ia langsung berbaring di kasur , dan tubuhnya masih gemetar. Ia tak berhenti-henti menangis. Kurasa itu pertama kalinya ia terjebak di insiden berdarah seperti itu . Kemudian ia tertidur , dan aku keluar , lalu menyewa pramuria untuk merawat lukaku. “ aduh sayang , kalo lukanya parah gini , kenapa gak ke dokter aja ?” gumam Pramuria cantik yang kusewa malam itu. “ kalo dengan dokter , gak bonus enak-enak sayang “ godaku. “ luka kayak gini masi mau enak-enak. Kumaha atuh kang “ tentu saja malam itu kami tidak melakukan apa-apa dan aku langsung kembali ke kamar dan tidur . Pagi-pagi , ketika Jinny masih tertidur, aku turun untuk memesan teh , roti dan biskuit. “ psst! Itu Edi koboi! Bocah si pemburu bayaran itu!” “ masih hidup dia? Dia yang bikin Kolonel itu digantung kan? Kok mukanya kayak kasim gitu ya? “ “ psst! Jangan keras-keras ngomongnya? Bisa mati kita. Legiun aja dia sikat. Apalagi kroco macam kita! “ “ Alah , paling ntar disikat ama si putih . Panglima mana terima bawahannya dihukum sehina itu.“ Mereka membicarakanku. Kurasa itu yang membuat Legiun AD ingin menghabisiku , karena aku berhasil membuat salah satu perwira tinggi digantung , karena ia terbukti terlibat perampokan yang dilakukan Benny Pitak. Dan membuktikan kalau Legiun AD tidak terlalu suci dari dosa seperti yang dikatakan oleh Panglima AD. Bahkan ada isu jika Legiun Salju Putih juga mengincarku. Si Putih adalah istilah untuk legiun Salju Putih , tentara elite paling mematikan di kerajaan. Lalu sambil menunggu sarapan itu datang , aku membaca berita di koran, berpura-pura tidak mendengar omongan mereka. Koran itu dipenuhi dengan berita kemenangan Kerajaan dalam menumpas TNI. Dan propaganda-propaganda kerajaan. Sama sekali tidak ada pemberitaan tentang Kolonel yang bekerja sama dengan Benny Pitak untuk merampok bank. Sama seperti masa lalu , angkatan bersenjata masih saja di dewa-dewakan . Aku termenung karena lagi-lagi , aku mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu. Berurusan dengan orang yang salah. Saat sarapan tiba , aku bawakan sarapan itu ke kamar dan ternyata Jinny sudah berpakaian lengkap. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan sapaan selamat paginya. Seolah tak terjadi apa-apa, kami pun sarapan berdua , dan segera melanjutkan perjalanan kami ke bandung. Kami berangkat dua jam setelah matahari terbit , lalu berkuda dengan kecepatan penuh menuju bandung. Selama perjalanan itu pula , ia memelukku erat , dan tak pernah melepaskan kecuali ketika kami istirahat sejenak pada waktu tengah hari dan sore hari. Kami tiba berjam-jam setelah matahari terbenam. Jinny sangat kelelahan karena ia belum pernah menempuh perjalanan jauh dengan kuda sebelumnya. Ia selalu menggunakan kereta kuda, namun naasnya kejadian itu terjadi. Aku titipkan kudaku di kandang kuda paling dekat , lalu kami menyewa dokar ke rumahnya. “ Aduh... akhirnya sampe.... kirain gak bakal sampe-sampe. “ gerutu Jinny. Jalanan itu , jalanan kenangan bagiku. Rumah Luna hanya kelang beberapa rumah dari toko Jinny, aku mengantarnya sampai ke rumahnya dan ia mengajakku menginap di rumahnya. Aku tersenyum dan menolak tawarannya dengan halus. Ia tersenyum lalu memelukku , sebelum masuk ke dalam rumahnya. “ Edi... kalau tidak keberatan... maukah esok , kau menemaniku menonton Musikal?” Aku belum pernah menonton musikal sebelumnya , jadi tentu saja aku menerima tawarannya “ Tentu... besok jam berapa? “ “ Jemput aku jam 4 saja , “ Aku mengangguk lalu kami pun berpisah. Lalu aku sempat melihat rumah Luna dari kejauhan . Aku hanya bisa tersenyum . Kenangan itu telah berlalu. Setidaknya aku pernah memilikinya , walau cuma hitungan hari. Aku bahagia, jika ia , bahagia. Aku mampir ke rumah bordir terdekat , dan bermalam di sana. Aku akui aku sangat rindu Luna malam itu , jadi di rumah bordir itu , aku mencari-cari pramuria yang paling mirip dengannya, untuk sekedar menemaniku malam itu. Ya , semenyedihkan itulah diriku malam itu. Menghabiskan waktu hingga lewat tengah malam , hanya untuk mencari gadis yang mirip dengan Luna. Pilihan terbaikku sebenarnya hanya Jinny atau pun Bona. Namun entah kenapa , aku tak ingin mereka berdua. Ramuan itu sepertinya tak hanya membuatku muda , tapi juga membuat sifatku kembali seperti anak kecil. Alih-alih tidur dengan pramuria cantik, akhirnya aku tidur sendirian di trotoar. “ Oy Bung!! Bangun!! Anda tidak boleh tidur di sini! Hari sudah siang!!!” Laskar penegak hukum membangunkanku nyaris tiga jam setelah matahari terbit. Pagi itulah aku menertawai diriku sendiri , dan sadar betapa menyedihkan diriku saat itu. Kutarik nafas dalam-dalam, kupejamkan mata , lalu kuhembuskan kembali. Saat itulah aku harus sadar , kalau aku tidak boleh kekanak-kanakan seperti ini , dan harus melanjutkan hidupku seperti biasa. Satu kencan terakhir dengan Jinny , dan aku selesai. Lagipula , aku sudah pernah merasakan cinta dan kasih sayang sejati di masa lampau , bahkan dua kali , Jisun dan Xiao xiao. Mungkin , tidak seharusnya ada cinta yang lain di dalam diriku. Mungkin tidak seharusnya aku jatuh cinta dengan Luna karena aku pernah merasakan cinta yang lebih kekal sebelumnya. “ Hai Jinny...” “ kamu sampe menyewa kereta untukku? “ Aku mengangguk. Aku menyewa dokar yang paling mewah untuk menjemputnya. Kami berdua mengenakan pakaian yang formal , karena panggung musikal itu , adalah yang paling mewah di kerajaan. Kami berkendara ke theater itu , namun kami menyempatkan diri untuk makan sore berdua di restoran khas sunda di dekat theater. Dan ketika matahari terbenam , kami mulai masuk ke dalam theater. Dan pertunjukan pun di mulai. Ketika musik dimainkan , untuk sesaat kami sangat menikmati panggung musikal itu. Aktor dan aktris memulai pertunjukan yang spektakuler itu dan aku sangat terpana ketika aku melihat salah seorang aktris itu. Jinny juga ikut terkejut. Dia.... dia di sana. Tak kusangka kami bertemu di tempat itu. “ Lunaku....” Aku bahagia karena akhirnya , ia berhasil memenuhi mimpinya untuk menjadi penyanyi musikal. Ia menari , ia menyanyi , menghibur para hadirin di theater itu. Persis seperti yang pernah ia ceritakan dulu. Aku menangis haru, selain karena bahagia , juga karena kerinduan yang meluap di dalam diriku. Dugaanku salah. Rupanya , sudah pasti bukan dia yang menjadi selir baru si Adipati itu. Karena adipati , tidak mungkin mengizinkan selirnya , tampil di atas panggung seperti ini. “ maaf... aku tak menyangka ia di sini..... “ gumam Jinny “ Apa... apa ia tidak pernah menikah dengan adipati itu? “ Jinny mengangguk. Ia memang tidak pernah bercerita tentang Luna di suratnya, karena aku tidak pernah menanyakannya. Aku duduk di sana , di samping Jinny , menikmati suara merdunya yang sangat indah. Ada satu lagu, yang berhasil menyentuh hatiku , dan membuatku menangis malam itu. Lagu yang ia nyanyikan , ketika momen yang sedih hadir di cerita itu “ Tertulis nama di hati Sentuh rasa terdalam di jiwa Tak ku duga jadi begini Dalam ucap ku andalkan rasa Rasa cinta ku dalam benci ku “ “ Sesungguhnya aku masih cinta Sesungguhnya aku masih sayang Yang terjadi dalam cinta kita Karena angkuh hati” “ Hanya aku yang persis merasa Bunga cinta masih harap cemas Walau ada yang lain telah hadir Hati mu yang terpilih “ Rossa - hati yang terpilih Aku sempat menerka , apakah lagu itu untukku atau untuk adipati itu. Namun ketika itulah , meskipun jauh, kedua mata kami bertemu. Ia menatap mataku , dan aku menatap matanya. Ia menatapku seperti ia menatap adipati itu , hari itu di restoran itu. Aku dapat melihat matanya mulai berkaca-kaca. Ia pejamkan matanya , dan air matanya mulai turun berlinang. Sambil menahan tangisnya , ia bernyanyi dengan penuh emosi , membuat hampir setiap hadirin , dapat merasakan rasa sesal , rasa sedih di lagu itu. Saat itulah , ia seolah berkata , kalau lagu itu mungkin untukku. “ Benar-benar seorang Legenda “ gumam seorang bangsawan di sampingku. Para hadirin bertepuk tangan ketika lagu itu usai. Pertunjukan akhirnya usai. Saat panggung mulai menutup , ia masih menatapku dengan tatapan yang penuh dengan kesedihan. Kupejamkan mataku , dan saat itu juga , aku menjadi ling lung. Di gandengan Jinny , aku berjalan kembali ke dokar sewaan kami. “ EDI!!!!!!!” Semua mata tertuju padanya saat ia berlari keluar dari panggung itu , dengan masih mengenakan kostum pertunjukan. Aku menoleh kepadanya, dan Jinny juga ikut menoleh. Air matanya berlinang . Jinny lalu menunduk . Lalu saat ia menoleh ke samping kanan , ia langsung melepaskan gandengannya. Malam itu , Jinny bingung apa yang harus ia lakukan. “ Kali ini saja .... aku mohon ... jangan pergi lagi “ Ucapnya dengan bahasa mandirin , sehingga tidak ada yang mengerti ucapannya selain kami bertiga. Lalu tiba-tiba seseorang mendorong Jinny hingga terjatuh , dan tiba-tiba menarikku sekuat tenaga “ Saatnya pulang!!! Aku rela kau kencan dengan anak ingusan itu tapi tidak dengan wanita itu!! “ Dengan wajah yang memerah dan air mata yang berlinang-linang, Bona entah bagaimana sudah di sana dan menarikku pergi menjauhi Luna. “ HEI!!! “ Tak mau kalah , Luna lalu berlari dan ikut menarikku. Bona langsung memberinya tatapan yang penuh dengan kebencian , dan begitu juga sebaliknya. Saat itulah , cerita ini seketika berubah , menjadi kisah cinta segitiga seperti di serial Televisi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD