BAB 9 Bila Julia Jatuh Cinta

1367 Words
"Gira, Gira dengarkan aku dulu. Jangan cepat-cepat jalannya. Gira..!" Julia menarik tangan Gira dan membalikkan tubuh Gira menghadap padanya. "Apalagi. Biarkan saya pulang." "Tidak mau. Kamu harus sama aku." "Julia." "Gira." "Ada apa ini Julia, Gira. Ribut di depan rumah." Amber datang, ia menggelengkan kepalanya melihat Julia dan Gira yang terus bertengkar. "Gira Ma, dia mau ninggalin aku." "Tante, saya harus pulang dan pergi bekerja." "Gak boleh." "Julia. Biarkan Gira pulang. Kenapa kamu terus menahannya." Julia memajukan bibirnya, menatap kesal kepada Amber dan Gira. Dengan cepat Julia membalikkan badannya dan menghentakkan kakinya memasuki rumah, bersama dengan itu pintu rumah tertutup sengat keras membuat Gira dan Amber terkaget-kaget. "Maafkan Julia ya. Memang seperti itu sifat aslinya." ucap Amber. Gira menoleh pada Amber dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Gira menatap pintu rumah yang tertutup, beberapa saat kemudian ia berpamitan kepada Amber untuk ke kantor mengurus pekerjaan. "Nanti malam datang saja, kita makan malam bersama." ucap Amber tersenyum hangat. Gira kembali mengangguk, ia masuk ke dalam taksi yang sebelumnya sudah ia pesan untuk pergi ke kantor. Dari atas balkon kamar Julia melihat mobil taksi Gira yang sudah melaju meninggalkan halaman rumah. Amber yang kebetulan akan masuk ke dalam rumah, ia melihat Julia dan lalu tersenyum mengejek. Julia berdecak, langkahnya berjalan masuk ke kamar dan waktu setelahnya ia habiskan hanya untuk menangis di bawah selimutnya. *** Julia memanyunkan bibirnya, kedua kakinya selonjoran di karpet ruang depan sambil menonton televisi, ia terus melihat pada jam di dinding rumah, waktu yang menunjukkan pukul 20.00 membuat Julia gelisah karena sejak siang, sore sampai malam ini Gira tidak juga muncul padahal makan malam tadi ia berharap Gira datang, tapi ternyata tidak. "Julia." panggil Amber yang datang membawa piring berisi buah permintaan Julia. Julia hanya bergumam tidak menoleh pada Amber. "Gira belum datang juga?" tanya Amber dengan sengaja karena melihat Julia yang terus melamun, apalagi kalau bukan memikirkan pria itu. "Belum." jawab Julia singkat kembali memanyunkan bibirnya. Amber yang melihat Julia seperti itu hanya terkekeh geli, menggelengkan kepalanya. "Tumben cuek banget. Biasanya excited kalau bahas Gira, lagi marahan ya atau udah putus." "Mama ihhh. Pacaran aja gak kenapa tiba-tiba putus." "Oh iya, Mama kira sudah pacaran abisnya udah ciuman sih." "Mama.. kalau kedengaran Papa gimana. Masih sakit ini kepala aku di pukul tongkat Papa." Julia mengusap bagian atas kepalanya yang terasa benjol karena Anwar. "Salah kamu sendiri mancing emosi Papa." "Tapi pesona Gira gak bisa Julia tahan lagi Ma, apalagi ngeliat muka bingungnya itu, kan gemes." "Gemas gemes, kamu kalau kayak gitu jatuhnya perempuan gatel. Nyosor duluan, apalah kamu itu." Julia mengangkat bahunya, mengambil buah dan memakannya sambil kembali melihat ke layar televisi. "Kamu gak takut?" "Takut apalagi Ma." "Kalau Gira gak bakal datang ke rumah." "Ihh Mama, benar-benar mau kalau Julia kabur dan nyusul Gira." "Kan kemungkinan aja itu." "Udah deh Mama jangan jadi promosi didalam hubungan Julia sama Gira." "Promosi apanya, provokator kali." "Iya itu maksudnya. Udah, mending Mama urusin tuh suami Mama, dari tadi manggil terus." "Masa, Mama gak dengar kok." "Cek aja coba Ma." Amber mengerutkan dahinya dan berlalu meninggalkan Julia yang tersenyum jahil sambil memakan buahnya. Tidak lama Amber pergi, tiba-tiba pintu depan terbuka. Julia menghentikan makannya dan terdiam saat langkah kaki terdengar mendekatinya dari arah belakang. Julia mengambil ancang-ancang waspada kalau itu adalah maling yang masuk ke dalam rumahnya. Julia mengambil sendok, berbalik badan dan langsung melemparkan kepada seseorang tersebut. "Aduh. Julia.." pekik seseorang itu menatap tajam ke arah Julia yang hendak berlari. Julia berhenti melangkah dan mengernyit bingung. Maling apa yang tahu namanya, dan suara yang berat juga wangi parfum yang sama seperti Gira. "Gira." gumam Julia kecil. Kepalanya terangkat menatap seorang pria di depan yang menggenggam sendok masih melihat padanya dengan tatapan marah. "Sayang." ucap Julia menciutkan suaranya. "Iya. Kamu selalu membuat saya kesal Julia." kata Gira berjalan menghampiri Julia. "Iya maaf, kamu juga datangnya kayak maling, diam-diam gak ada suara." "Sudahlah. Saya capek tidak mau berdebat denganmu." "Yaudah ayo tidur. Mau mandi dulu gak?" Julia tersenyum manis, tangannya merebut jas milik Gira yang berada di tangan pria itu. "Saya tidur disini saja." "Apa? gak, enak saja. Kamu sudah buat aku menunggu Gira, sekarang kamu mau tidur disini biarin aku tidur sendirian." "Memang seharusnya begitu Julia. Tidak ada tidur berdua sampai menjadi suami istri." Julia merenggut, tangannya lalu menyentuh leher Gira dan merengek memeluk pria itu. "Julia, lepaskan saya. Orang bisa salah paham." "Biarin, biar cepat kita dinikahkan." Julia semakin memeluk Gira dengan erat dan melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Gira. Gira menghembuskan nafasnya kuat, menenangkan pikirannya dan mencoba mengalah walau hatinya sungguh kesal pada Julia. "Oke baiklah. Kita ke kamar." Gira berjalan menuju kamar Julia, masih dengan Julia yang berada di dalam gendongannya. Gira merasakan frustasi melihat Julia yang masih betah memeluk dirinya bahkan saat ini mereka sudah di kamar, perempuan itu masih tidak mau melepaskan pelukannya, seperti lem super yang menempel. "Julia." "Hum, aku tahu kalau Gira menyukaiku." "Saya tidak pernah bilang begitu." "Tidak perlu, aku sudah merasakannya." Gira tertawa sumbang, ia menarik tangan Julia dari lehernya namun tetap sia-sia karena tidak terlepas. "Bisa lepaskan saya dulu Julia. Dan kita bicara baik-baik." ucap Gira. Julia tersenyum lebar, dia kemudian bangun dari pangkuan Gira dan beralih duduk di tempat tidur, disebelah Gira. "Jadi.." "Julia, dengar. Saya tidak menyukai kamu, saya harap kamu bisa mengerti apa yang saya maksud." Julia menarik nafasnya panjang dan lalu menghembuskan perlahan. Tiba-tiba Julia menundukkan kepalanya, isakan keluar dari bibirnya bersama air mata yang keluar dari kedua matanya itu. "Gira.. kenapa kamu jahat banget sih. Aku benar-benar menyukaimu kamu, aku cinta. Tapi kamu.. kamu gak paham hati aku." Julia menangis terisak dan menutup wajahnya dengan selimut. "Julia jangan berisik, orangtuamu akan mendengarnya." "Tidak mau..!" Julia semakin mengeraskan suara tangisannya sambil melempar bantal dan benda didekatnya ke lantai. "Astaga." Gira menahan tangan Julia yang hendak mengambil lampu tidur, menarik Julia sampai perempuan itu terduduk kembali di atas pangkuannya. "Apa kamu pikir dengan menangis seperti itu saya akan luluh." ucap Gira yang menatap kedua mata Julia dengan sangat dalam. "Apa aku sangat jelek, jadinya kamu tidak menyukaiku. Aku butek ya kayak sayuran di pasar." "Saya tidak bilang kamu jelek. Saya hanya tidak bisa menikah dengan kamu. Julia, pria diluar sana pastinya banyak yang menyukai kamu. Saya sungguh tidak bisa Julia, saya belum jatuh cinta sama kamu." ucap Gira kali ini dengan panjang lebar, berharap Julia bisa mengerti maksudnya dan melepaskannya. Julia mengerucutkan bibirnya, ia menarik cepat leher Gira dan mendaratkan kecupan pada bibir Gira. Gira yang tidak terkejut hanya terdiam, kedua mata mereka saling menatap. Kemudian Julia kembali mendekatkan dirinya mencium bibir Gira, ciuman yang awalnya lembut menjadi semakin cepat hingga menimbulkan suara. Gira melepaskan tautan bibir mereka, membiarkan air liur menetes di bibir Julia. Nafas mereka berpacu cepat masih sama-sama terdiam. Julia mengangkat tangannya, mengusap bagian atas perut Gira, membuat Gira memejamkan matanya dan mendesah di sana. "Jantungmu berdetak cepat. Apa ini bukan karena kamu menyukaiku." ucap Julia masih mengusap pada area jantung Gira. "Saya pria yang normal. Kamu tidak takut kalau saya benar-benar melakukan hal itu." ucap Gira yang sudah menetralkan nafasnya. "Hal apa. Kita hanya berciuman bukan bercinta." "Julia." "Iya Gira sayang." "Turun." Julia menggelengkan kepalanya. "Gira itu bukan tidak cinta tapi belum." "Jangan sok tahu kamu." "Aku cuman merasakannya saja, buktinya tadi kamu menikmati ciuman itu kan." "Semua pria jika kamu cium seperti itu juga akan merespon sama." "Aku mana pernah mencium pria lain selain kamu. Tapi, bisa aku coba nanti." "Untuk apa?" "Apalagi, untuk membuktikan ucapan Gira. Kalau responnya berbeda berarti benar kalau kamu menyukai aku." "Apa kamu tidak lelah seperti ini." "Aku tidak akan pernah lelah jatuh cinta sama Gira." Julia menarik senyumnya dan tersenyum lebar. "Baiklah, drama hari ini selesai. Saya benar-benar lelah Julia, biarkan saya istirahat." Gira mengangkat tubuh Julia dan membaringkannya, membungkus selimut sampai bagian leher Julia, setelahnya Gira turun dari tempat tidur menuju sofa yang ada di kamar tersebut. "Siapa yang suruh kamu tidur disana?" tanya Julia saat melihat Gira yang berbaring di atas sofa menutup matanya dengan lengan. "Gira." "Ya ampun. Julia kembali ke tempat tidurmu." ucap Gira ketika Julia yang sudah berbaring disebelahnya dan memeluknya. "Gak mau. Julia ngantuk, diem." Gira menggaruk kepalanya, ia menatap langit kamar dan tangannya meremas kuat selimut yang kini membalut tubuhnya dan Julia bersama. "Kamu benar-benar menguji kesabaran saya, Julia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD