BAB 4 Gadis Keras Kepala

1310 Words
Julia telah tiba di depan sebuah apartemen, cukup besar nyalinya untuk bisa menemukan keberadaan Gira hingga hunian pria itu. Dia menarik nafas dan menghembuskan pelan, lelah karena sebelumnya terus dikejar oleh Anwar dan beberapa bodyguard mereka, sampai ia bisa menyakinkan Anwar bahwa dia tidak akan menganggu Gira. Namun yang Julia lakukan adalah sebaliknya, keluar rumah secara diam-diam dan pergi ke perusahaan Gira, sebelum ia mendapatkan alamat Gira dari karyawan kantor dengan alih mengantarkan surat penting. "Lihat saja Gira, kamu akan membayar rasa lelahku ini." ucap Julia. Langkahnya memasuki lift dan menekan tombol menuju lantai 5. Pintu lift terbuka, Julia menoleh ke kanan dan kiri tidak terlihat siapapun, sunyi dan sepi seperti lantai yang tidak berpenghuni. "Apa salah lantai ya, sepi sekali." Julia membuka kembali secarik kertas di tangannya dan mengernyit melihat pada papan yang menunjukkan nomor lantai di atas kepalanya itu. "Betul kok di lantai 5. Udah Julia, dicoba dulu kenapa sih cari nomor kamarnya. Mungkin Gira udah tahu aku bakal datang dan dia mau bikin kejutan, astaga astaga aku jadi salah tingkah gini." Julia tersenyum dan menggenggam tangannya sambil terus berjalan menyusuri kamar-kamar di lantai apartemen tersebut. 1024 Harrison Room Julia menunggu di luar kamar setelah mengetuk sebanyak tiga kali ia langsung berjalan mundur dan menutup kedua matanya, bersama senyum yang masih merekah di bibirnya. Terdengar seseorang yang berjalan menuju pintu dan lalu suara pintu yang terbuka membuat jantung Julia berdetak tidak karuan ditempatnya, bersama rasa penasaran yang meliputi hatinya karena tidak mendapatkan respon apapun dari Gira. Dengan pelan Julia memberanikan diri untuk membuka matanya, cukup terkejut karena bukan Gira yang berdiri dihadapannya, melainkan seorang wanita tua yang sedang menatap heran padanya. "Apa aku salah kamar." gumam Julia. "Kamu cari siapa cantik? Apa perlu bantuan?" tanya wanita itu pada Julia yang masih bingung ditempat. Julia menggaruk kepalanya, melihat kembali pada papan di atas kamar yang bertuliskan nama belakang dari Gira itu. "Maaf Ibu, tapi ini benar kamar atas nama Gira Harrison?" "Gira?" wanita tersebut sedikit keluar dari kamar, menengok pada papan kamar dan lalu menganggukkan kepalanya. "Ini dulunya memang apartemen milik Pak Gira, iya betul ini kamarnya. Tapi sekarang sudah tidak, jadi yang menempati saya, di lantai dan kamar lainnya juga ada beberapa pedagang di pasar. Iya lumayan kan gratis mba, siapa lagi yang mau kasih tempat tinggal gratis jaman sekarang mah." wanita itu terkekeh setelah menjelaskan kepada Julia. Setelah mendapati hati yang hancur karena gagal menemukan keberadaan Gira. Julia hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan apartemen. Sampai di depan mobilnya, Julia membuka handphone dan menelepon seseorang. "Berikan aku alamat kantor Gira." "Sudah jangan menasehati aku. Aku hanya butuh Gira bukan nasehat kalian. Satu lagi, awas kalau Papa sampai tahu soal aku yang akan menemui Gira. Kalian tahu saja." "Kamu dengar tidak, Kim." Julia berdecak setelah menyimpan kembali handphone dan melipat kedua tangannya. "Susah banget sih dapat jodoh. Lagian Gira mentang-mentang ganteng juga jadi maunya dikejar terus, untung akunya mau." Tidak mau berlarut-larut dalam kekesalan, Julia menjalankan mobilnya berlalu kembali menuju rumah. Sebelum Papa dan Mamanya tahu yang akan membuatnya semakin susah untuk bertemu Gira. *** Esok paginya dengan langkah sedikit cepat Julia melewati Anwar yang sedang berjalan menuju ruang makan. Melihat anaknya yang berjalan menuju pintu depan, Anwar langsung memanggil sopir namun segera ditahan oleh Julia yang menggelengkan kepalanya. Ia mengambil kunci mobil miliknya dan segera masuk ke dalam mobil. "Ajay..!" "Iya Tuan." "Ikuti Julia, tidak seperti biasanya dia berangkat sekolah pagi-pagi begini." "Baik Tuan." Ajay, bodyguard itu segera memanggil pak sopir untuk bersamanya menyusul Julia yang sudah lebih dulu berlalu pergi. "Ada apa Pa, kenapa ribut sekali." Amber datang dari arah dapur dan mendengar keributan dari ruang tengah langsung melihatnya. "Julia Ma, apa anak itu ada bilang sama kamu kalau dia ada piket di kelas." "Tidak ada tuh. Kalaupun dia piket paling-paling temannya yang dia sogok untuk menggantikan piket nya itu. Kenapa sih Pa?" "Tadi buru-buru banget keluar, tidak mau diantar sama sopir malah bawa mobil sendiri. Papa curiga dia malah menemui pria itu, apalagi kemaren dia mendengar kalau kita gagal menjemput Gira." Amber mengusap bahu Anwar dan mengajak suaminya itu untuk menenangkan pikirannya dengan sarapan terlebih dahulu. Julia sudah sampai di sekolahnya, dengan langkah tergesa-gesa ia menemui Katie yang berada di kantin sekolah. "Katie.." Katie mendengar namanya terpanggil lantas menengok ke arah Julia dan melambaikan tangannya. Julia berjalan menuju Katie, temannya itu tengah sibuk membantu Ibunya membuka gerai karena Ibu Katie yang juga kebetulan berjualan di kantin sekolah. "Ada apa Julia. Kamu tumben pagi banget datangnya, biasanya gerbang tutup baru sampai." ucap Katie dengan tawa kecilnya, membuat Julia memutar matanya. "Yaudah kali, aku juga udah di sekolah ini. Oh iya, aku dengar kamu ada tugas mengantarkan surat kerjasama sekolah dengan perusahaan All Mine ya. Kalau iya, aku ikut dong Katie, ya ya aku mohon biarkan aku ikut." Julia menggenggam tangan Katie dan mengedipkan matanya beberapa kali. "Ya ampun Julia, geli banget aku liat kamu genit gitu. Lagian kamu ada urusan apa ke sana, ngikut doang atau ada apa-apa." "Kan aku nemenin kamu Katie. Emang kamu berani sendiri nganterin tuh surat, aku juga bawa mobil sendiri kok jadi gak usah pakai motor kamu, kita pakai mobil aku." Katie mengernyitkan keningnya menatap curiga pada Julia, tidak seperti biasanya Julia meminta ikut padanya. Sebelumnya ia memang selalu mendapatkan tugas untuk mengantarkan surat tertulis kepada beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan sekolah untuk program magang atau kegiatan siswa di sekolah, dan Julia tidak pernah meminta ikut apalagi sampai memohon, ada yang aneh dengan temannya itu. "Katie, jawab. Malah bengong lagi." "Iya iya, tapi sebenarnya bukan.." "Serius, ya ampun terima kasih Katie sayang aku. Pokoknya setelah ini aku traktir kamu, kamu boleh beli apa aja, hehe." "Giliran gini aja ada maunya, yaudah ayo ke kelas, hari ini jadwal piket kamu loh, karena kamu udah datang pagi jadi harus piket, jangan nyogok Anjeli terus, tiap hari tuh anak piket mulu." "Iya dianya yang mau kok. Lagian aku nyogok dia juga gak murah Katie, satu menit 50 ribu, bayangin aja tuh berapa biaya yang aku keluarin." "Makanya jangan lagi, kerjain sendiri sebentar doang." "Iya deh. Tapi nanti aku ikut ya." "Astaga ini anak. Iya Julia Zendaya." Julia tertawa dan memeluk bahu Katie, kedua perempuan itu berjalan menuju kelas dan memulai aktivitas mereka seperti biasa. Sedangkan di depan gerbang sekolah, Ajay dan Pak Sopir terus memperhatikan ke arah pintu masuk sekolah yang tidak jauh dari gerbang sekolah. "Sepertinya Nona Julia benar-benar pergi untuk sekolah Pak Ajay. Hari-hari sebelumnya memang seperti ini, setelah masuk Nona tidak pernah keluar dari pintu itu, kecuali saat jam pulang." jelas Pak Sopir yang mendapat anggukan kepala oleh Ajay. "Baiklah, kita pulang sekarang dan melaporkan kepada Tuan Anwar." Pak sopir mengangguk, memutar mobil mereka dan meninggalkan halaman gerbang sekolah. *** Katie menatap pada Julia yang hampir menangis karena melihat bangunan besar di depan mereka. Keduanya sekarang sudah berada di perusahaan PT. All Mine, tempat dimana Gira bekerja tentunya. "Julia, kamu gapapa?" "Memangnya kenapa Katie?" "Kamu nangis, atau cita-cita kamu kerja di perusahaan ini. Ya ampun Julia Papa kamu beli ini perusahaan juga bisa, gak usah pakai nangis." Katie mengambil tisu di saku roknya, memberikan kepada Julia yang juga terkejut karena airmata di pipinya. Mungkin karena terlalu bahagia sudah menemukan Gira, sampai ia menangis. "Gapapa ini paling kena debu aja. Udah ayo masuk, apalagi yang ditunggu." Katie menggelengkan kepalanya, melihat aneh pada Julia. Perempuan itu bahkan sudah terlebih dahulu masuk melewati pintu padahal yang memiliki kepentingan itu Katie. Julia melihat sekeliling kantor, matanya tidak pernah berkedip jika belum menemukan keberadaan si pemilik perusahaan itu. Sedangkan Katie sudah menemui sekretaris untuk memberikan surat itu, yang nantinya akan disampaikan kepada atasan mereka seperti hal sebelumnya, karena itu ia merasa aneh kepada Julia yang meminta untuk ikut bersama. "Gira..!!" Katie dan beberapa karyawan terkaget-kaget mendengar suara teriakan nyaring dari arah depan. Katie kemudian menoleh untuk mencari keberadaan Julia. Katie melebarkan bola matanya dan hampir tersedak saat melihat Julia yang sudah nangkring di pelukan seorang pria.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD