jingga 9

1602 Words
“Masuk!” seru Angkasa. Terlihat sosok Ardymas, ajudannya yang sejak tadi telah ditunggu-tunggu kabar beritanya. “Tuan.” Sapa pria yang lebih muda setahun darinya itu. “Kenapa lama sekali kamu. Bagaimana dia?” “Maaf, tuan. Cukup sulit untuk menemukan gadis itu, namun saya sudah mendapatkan informasi detailnya. Silahkan, tuan.” jawab Ardymas yang lalu memberikan sebuah berkas kepada Angkasa. Segera pria itu membuka dan membaca isinya dengan detail. Akhirnya pencariannya yang dilakukan selama bertahun-tahun ini berbuah bagus. Angkasa telah menemukan gadis yang dicarinya. Dugaannya sejak tadi adalah benar, bahwa gadis yang tela ditemuinya tadi siang memang benar gadis kecil yang selama ini dicarinya belasan tahun yang lalu. Kedua bola mata Angkasa bergerak ke kiri dan ke kanan menelusuri dengan cermat tiap baris kalimat yang berisi info mengenai gadis itu. namanya Jingga Mukti Setianingrum, berusia 21 tahun. Memiliki cacat fisik yang diakibatkan oleh kejadian kecelakaan, tabrak lari, beberapa tahun yang lalu di usianya yang ke-9. Kecelakaan itu berhasil membuatnya sebatang kara karena menewaskan kedua orangtuanya. Jingga Mukti dilarikan ke Rumah Sakit Setia Jaya dengan kondisi kritis, lalu dipindah ke Rumah Sakit Besar Bakti untuk mendapat pertolongan yang lebih intens. Sempat mengalami koma beberapa hari, namun akhirnya berhasil sadar. Setelah itu Jingga dimasukkan ke dalam Panti Asuhan Citra dan tinggal di sana selama beberapa tahun, lalu kembali ditransfer ke panti asuan lainnya karena panti asuhan tersebut akhirnya ditutup, yaitu Panti Asuhan Nungun Pangestu dan akhirnya tinggal di sana hingga saat ini. Jadinya namanya Jingga? Pantas saja selama ini dirinya merasa begitu sulit untuk mencari jejak gadis itu, karena gadis itu sudah beberapa kali berpindah-pindah tempat, batin Angkasa. Angkasa membuka lembaran berikutnya yang lalu menampilkan wajah Jingga, yang dipotret secara diam-diam oleh anak buahnya itu. Angkasa bisa melihat wajah yang menyinarkan pancaran kedewasaan dan kemandirian dari gadis kurus dengan satu tongkat lusuh itu, yang membantu menyangga tubuhnya selama ini. Hati Angkasa terenyuh melihat bagaimana kondisi gadis kecil yang pernah ditabraknya itu saat ini. Rasa bersalah kembali melanda lubuk hati Angkasa yang terdalam hingga membuat dadanya terasa begitu sesak. Bahkan kini kedua matanya mulai berkaca-kaca bersiap meneteskan air mata, namun setengah mati ditahannya. Angkasa terlalu gengsi menunjukkan kelemahannya itu di depan Ardymas, anak buahnya. Angkasa kembali menutup berkas itu dan menyimpannya di dalam tas kerjanya. “Kamu tetap awasi gadis itu dan tunggu perintahku selanjutnya. Jangan sampai lengah dan kehilangan jejaknya lagi. Kamu lindungi dia dari jauh. Kamu mengerti maksudku kan?!” perintah Angkasa dengan suara tegasnya. “Siap, tuan!” “Bagus. Pergilah. Dan jangan lupa beri saya kabar terbaru mengenai gadis itu.” lanjut Angkasa yang diangguki oleh Ardymas. “Baik, Tuan. Permisi!” jawab Ardymas dengan mantap, sebelum kemudian pria itu keluar dari ruangan Angkasa. Setelah ini Angkasa akan menuju ke tempat panti asuhan di mana gadis itu dirawat selama ini, dan melihatnya dari jauh. Angkasa ingin melihat sendiri kondisi gadis itu. Baru setelah itu Angkasa akan memikirkan langkah apa yang selanjutnya diambilnya. Kali ini Angkasa benar-benar berlalu pergi meninggalkan kantornya. Dengan kecepatan sedang pria itu menyetir mobilnya menuju Panti Asuhan Nungun Pangestu di mana gadis bernama Jingga Mukti itu tinggal selama belasan tahun ini. Angkasa menelusuri jalanan terjal di mana masih belum terjamah dengan mulusnya aspal pada umumnya, karena panti asuhan yang ditinggali oleh Jingga itu merupakan pant asuhan yang berada di pelosok desa. Letaknya berada di ujung dan cukup jauh dari jalanan kota, membuat mobil mewah Angkasa tidak jarang terguncang-guncang karena rusaknya jalan yang dilaluinya itu. Namun semua itu tidak menyurutkan tekad Angkasa untuk mengintai gadis yang selama ini dicarinya itu. Angkasa telah sampai di tempat yang dicarinya itu. Pria itu sengaja memarkirkan mobil mewahnya cukup jauh dari panti asuhan yang berada di depannya itu. Angkasa cukup melihat dari dalam mobilnya bagaimana kondisi panti asuhan itu. Ternyata empat itu hanyalah panti asuhan yang tidak punya nama sepertinya. Maksudnya, tempat itu cukup tidak terawat dilihat dari bangunannya yang terlihat lama dan kecil. Bahkan Angkasa bisa melihat beberapa dinding panti asuhan itu sudah retak dan beberapa jamur dinding muncul d beberapa bagian. Pagar kayu yang dipakai sebagai pembatas bangunan dengan jalanan juga terlihat sudah lapuk dan hanya ditutup dengan bantuan lilitan kawat saja. Angkasa menyayangkan bagaimana Jingga bisa tinggal di tempat terpencil seperti itu. Kenapa gadis itu tidak kembali pada rumahnya tinggal dulu? Angkasa masih setia memerhatikan bangunan kecil di depannya itu hingga setengah jam lamanya seseorang keluar dari dalam panti. Angkasa menegakkan tubuhnya untuk melihat siapa gerangan yang baru saja keluar itu. dilihatnya yang ternyata sosok gadis yang diincarnya itu tengah ke luar dengan satu kantong plastik hitam berukuran besar di sebelah tangannya. Gadis itu terlihat sedikit kesusahan untuk membawa kantong plastik itu membuat Angkasa menjadi gemas sendiri melihatnya. Sudah tahu susah, kenapa tetap saja dilakukannya. Lagipula bukankah gadis itu bisa meminta penghuni yang lain untuk membantunya membawakan kantong plastik yang terlihat berat itu. angkasa dengan wajah mengerut kaku masih memperhatikan langkah pincang gadis itu yang terasa begitu lambat, dalam diam. Gadis bernama Jingga itu melangkah mendekati tempat sampah yang telah disediakan di luar pagar, dan meletakkan sampah yang dibawanya itu di sana, untuk paginya sampah itu dibawa oleh pengumpul sampah di area sana. Jingga sempat menoleh dan memerhatikan mobil mewah Angkasa yang terparkir tidak jauh dari panti asuhannya dengan kedua alis mengerut heran. Pasalnya sangat jarang sekali ada mobil mewah yang lewat di daerah situ, terlebih area di sekitar panti asuhannya terbilang cukup jarang penduduk. Bukankah sangat wajar jika Jingga mempertanyakan mobil siapa kemungkinan itu. namun melihat sepertinya tidak ada pergerakan apapun pada mobil itu, akhirnya Jingga memutuskan untuk mengacuhkannya saja. Berpikir bahwa mungkin itu mobil tamu dari salah satu penduduk setempat, atau milik seseorang yang tengah beristirahat sejenak di sana. Entahlah, yang pasti Jingga tidak ingin berpikir terlalu dalam mengenai mobil tersebut. Gadis itu memilih melangkah kembali masuk ke dalam pantinya setelah gadis itu memastikan telah mengunci rapat pagar pantinya. Tanpa Jingga sadari, sebenarnya gadis itu sempat beradu pandang dengan kedua mata Angkasa meski sejenak. Namun karena kaca mobil Angkasa yang gelap membuat gadis itu tidak menyadari bahwa ada seseorang di dalam mobil mewah ini yang tengah memerhatikannya dengan lekat. Angkasa menenggak ludahnya kasar selepas kepergian gadis itu. rasanya napasnya sempat tertahan sejenak ketika pandangan matanya berpapasan dengan kedua bola mata bulat milik gadis itu. dan dirinya langsung bisa bernapas lega setelah Jingga memutus kontak mata mereka dan memilih mengabaikannya. Angkasa tadinya sempat merasa panik ketika dirinya berpikir bahwa gadis itu akan menghampiri mobilnya saat ini. Dirinya merasa masih belum siap untuk bertatap muka langsung dengan gadis itu. apa yang akan menjadi alasannya nanti jika gadis itu menanyakan alasan kehadirannya di sini. Tidak mungkin dirinya akan berkata dengan jujur bahwa dirinya sedang memata-matai gadis itu bukan. Angkasa menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian dirinya menghela napas lega. Sepertinya sudah cukup untuk hari ini. Lebih baik dirinya kembali ke apartemennya saja dibanding harus kembali ke rumah pribadinya. Apartemen Angkasa memang terletak lebih dekat dengan kantornya daripada rumah pribadinya yang mewah dengan beberapa pekerja yang sudah dipekerjakannya di sana. Angkasa memang jarang berada di rumah pribadinya itu dan lebih suka dengan apartemennya karena lebih menghemat waktu. Hanya saja sesekali dirinya akan tetap pulang ke rumah untuk sekedar setor muka kepada para pekerjanya. Setelah meyakinkan kembali bahwa panti asuhan itu telah aman dengan pengawasannya, Angkasa mulai memutar mobilnya dan meninggalkan area panti asuhan itu. Tidak lama mobil Angkasa sudah menembus jalanan kota sore itu. Angkasa baru saja menyelesaikan acara mandinya setelah tiba di apartemen mahalnya. Pria itu keluar dari kamar mandi dengan hanya sebuah handuk yang melilit pinggangnya saja, menutupi aset kebanggaannya. Angkasa mengusap rambut basahnya sejenak sebelum kemudian pria itu melirik ke arah berkas yang berisi tentang informasi Jingga, yang diletakkannya di atas nakas. Angkasa belum membaca semuanya, dan saat ini pria itu bergerak mendudukkan dirinya di tepi ranjang dan meraih berkas itu untuk mulai ditelitinya kembali. Handuk yang baru saja dipakai untuk mengeringkan rambut basahnya dibiarkan bertengger nyaman di sekitar bahunya. Angkasa memerhatikan berkas itu dan kemudian mulai membuka isinya kembali. Ditelitinya kembali kata demi kata yang berisi informasi mengenai gadis bernama Jingga itu. tiap kali mendalami kondisi Jingga saat ini semakin membuat hati Angkasa terenyuh. Dirinya sadar telah merenggut kebahagiaan gadis itu sejak lama. Karena itu Angkasa ingin meminta maaf kepada Jingga dengan cara melakukan sesuatu yang bisa meringankan gadis itu. salah satunya dengan membuat gadis itu merasa nyaman di rumahnya mungkin? Ya, sepertinya itu bisa dilakukan Angkasa. Angkasa akan menyuruh gadis itu tinggal bersamanya, dan Angkasa akan menanggung semua keperluan dan kebutuhan hidup gadis itu. Jingga tidak perlu bekerja keras seperti biasanya lagi karena dengan kondisinya yang sekarang, pasti akan terasa berat untuk Jingga bergerak banyak, apalagi dirinya harus bekerja keras untuk memenuhi hidupnya dan juga menyenangkan adik-adiknya itu. Ya, Angkasa sudah memutuskan akan membawa Jingga pulang ke rumahnya dan tinggal bersamanya. Tapi bagaimana caranya? Tidak mungkin Jingga akan ikut bersamanya begitu saja bukan. Angkasa kembali berpikir keras untuk mencari alasan agar bisa membawa Jingga pergi bersamanya. Bisa saja Angkasa menculik gadis itu, tapi hal itu tidak akan dilakukannya. Angkasa ingin namanya tetap baik di depan Jingga, agar gadis itu bisa menerima kehadirannya dengan baik di sisinya. Kedua matanya kembali memerhatikan foto berisi wajah manis Jingga yang tengah mengambil jemuran pakaiannya dengan dibantu oleh seorang gadis kecil di sebelahnya. Dalam otak Angkasa masih bekerja mencari cara bagaimana untuk mewujudkan keinginannya itu. Jemarinya membalik berkas itu ke halaman selanjutnya yang berisi mengenai informasi panti asuhan yang ditempati oleh Jingga itu. Di sana dikatakan bahwa kontrak panti asuhan tersebut sebentar lagi akan habis dan mereka juga harus membayar sisanya. Pandangan matanya bergerak lincah meneliti informasi panti asuhan itu sebelum kemudian senyuman miringnya nampak di wajah Angkasa. Pria itu sudah mengetahui cara bagaimana memaksa Jingga untuk mau ikut bersamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD