Acara penamatan siswa berjalan lancar. Letty begitu senang dan bangga bisa lulus dari Avenue World School, satu-satunya high school paling bergengsi di New York. Namun di sisi lain ada satu hal yang membuat Letty sedih yaitu ketika memikirkan perpisahannya dengan teman-temannya. Mereka telah sepakat untuk melanjutkan hidup mereka masing-masing dan itu berarti perpisahan mereka akan semakin dekat.
"Well, aku begitu senang bisa lulus dari sekolah ini terlepas dari seberapa mewah dan megahnya sekolah ini," ucap Brianna.
Ketiga gadis itu tengah duduk bersama menikmati waktu berkualitas mereka.
"Yah, dan yang paling mengesankan dari semua ini adalah kalian," ucap Letty. Dia meraih tangan kedua temannya lalu menggenggamnya erat. Briana dan Kim tersenyum namun hati mereka begitu sedih.
"Aku masih ingat saat pertama kali kita bertemu. Kau masih sangat pemalu Kim dan Letty bertingkah seperti anak laki-laki," ucap Brianna. Letty terkekeh mendengar perkataan temannya itu.
"Kau benar. Tidak terasa, sebentar lagi kita akan berpisah. Padahal, aku ingin sekali kita mendaftar ke Universitas yang sama dan mengambil jurusan yang sama," ucap Kimmy
"Inilah hidup, teman. Akan ada perpisahan dalam pertemuan. Tapi, bukan berarti persahabatan kita akan berakhir disini. Kita akan bertemu kembali. Kita hanya akan terpisah oleh jarak tapi, kapan pun kita bisa berkomunikasi bahkan kita bisa meluangkan waktu untuk reuni," ucap Letty. Dia berusaha menghibur kedua temannya walau, dia tahu pasti ini sungguh berat bagi mereka. Kimmy memajukan badannya lalu merangkul kedua temannya.
"Aku harap di masa depan kita akan kembali bertemu. Bahkan aku ingin sekali menjalin hubungan bisnis dengan kalian," ucap Brianna. Letty hanya mengangguk begitu juga dengan Kimmy.
Disaat ketiganya sedang asik berbincang. Tiba-tiba seorang pria datang menginterupsi percakapan mereka dengan memeluk tubuh Letty dari belakang bahkan dia berani mencium pipi kanan Letty tanpa ragu.
“What the ….” Letty bergumam lalu perlahan memutar kepalanya. “Kau?” Letty mengerutkan dahinya sambil menatap sinis pria yang tengah tersenyum di sampingnya itu.
“Hello, baby ….”
“Dia lagi …,” gumam Kimmy.
“Yah, tentu saja dia. Marshall-jerk-Hamilton,” cibir Brianna.
Letty berdiri dari duduknya dan menggenggam tangan Marshall kemudian mulai berjalan keluar dari kerumunan orang banyak ini menuju sebuah ruangan yang sepi. Letty mengunci pintunya rapat-rapat.
"Letty katakan apa ini mimpi?" ucap Marshal namun Letty tidak langsung menjawabnya. Letty berdiri di hadapan Marshall dan hanya menyisakan beberapa inci jarak mereka.
"Marshall, ada yang ingin aku katakana,” ucap Letty dengan wajah serius membuat jantung Marshall tiba-tiba berdetak kencang.
"Ka-katakan," ucap Marshall terbata-bata. Sudah lama dia menantikan momen berharga ini, entah apa yang akan Letty ucapkan.
"Kau adalah satu-satunya teman lelaki yang sangat dekat denganku selain Chester. Kau begitu menjengkelkan namun kau penuh perhatian. Kau begitu menyusahkan namun kau sangat menghibur,"
"Tentu sa-"
Belum sempat Marshall meneruskan kata-katanya Letty membungkam mulut Marshall dengan telapak tangannya.
"Aku belum selesai," ucap Letty. Marshall pasrah sambil mengangguk. Ingin sekali dia menyumbat bibir seksi di depannya dengan bibirnya namun dia menahannya. Dia tidak ingin Letty menamparnya atau bahkan mematahkan tulangnya. "Aku tahu kau menyimpan perasaan yang lebih padaku. Aku melihatnya dengan mataku. Aku bahkan tau saat ini kau ingin melumat habis bibirku."
Marshall membulatkan matanya. Bagaimana Letty bisa tahu semua itu. Marshall terpaksa memalingkan wajahnya. Dia begitu malu dan Letty terkekeh melihat tingkah Marshall.
"Terima kasih telah mencintaiku selama ini. Maaf, aku mengacuhkanmu selama ini. Aku pura-pura tidak mengetahui perasaanmu padahal aku bisa melihat jelas rasa cintamu padaku. Dan … aku juga minta maaf karena aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku menyayangimu sebagai sahabatku. Aku tidak ingin kehilangan sahabat sepertimu dalam hidupku," tutur Letty.
"Jika kau telah mengetahuinya, mengapa tidak kau ijinkan aku membuktikannya. Mengapa tidak kau biarkan hatimu menerimaku? Aku bahkan rela menukarkan nyawaku untukmu," ucap Marshall dengan wajah serius. Letty menggengam kedua tangan Marshall sambil menatap wajahnya.
"Selama ini kau hanya melihat aku. Kau tidak melihat kaum hawa yang mengejar-ngejar dirimu," bujuk Letty.
"Itu karena hanya kau yang ada di pikiranku. Hanya ada bayangan wajahmu di setiap kali aku menutup mataku dan saat aku membuka mataku aku selalu melihat wajahmu walau hanya sebatas fotomu. Aku selalu mengatakan bahwa aku mencintaimu dan kau hanya menganggap aku bergurau. Aku menunggu sebuah kesempatan untuk mengencani mu dan mengutarakan perasaanku tapi kau terlalu sibuk dengan Chester. Aku sampai berpikir mungkinkah kau dan Chester memiliki hubungan khusus? Tapi, kau mengatakan bahwa Chester adalah teman masa kecilmu. Aku lega sekaligus bersyukur mendengarnya. Sekarang kau mengajakku kemari dan mengatakan bahwa kau telah mengetahui perasaanku sejak lama tapi kenapa tidak sedikitpun kau menggubris perasaanku?" Marshall mulai menaikan nada bicaranya. Letty melepas tangan yang menggenggam tangan kanan Marshall dan memindahkan tangannya di pipi Marshall.
"Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku. Kumohon maafkan aku. Aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku ingin kau membuka hatimu untuk wanita lain. Biarkan hubungan kita tetap sebagai sahabat. Maukah kau melakukannya?" ucap Letty dengan nada lembut dengan tatapan membujuk.
"Sebutkan alasanmu mengapa aku tidak bisa menjadi pacarmu," ucap Marshall.
Letty mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bertemu. Letty memegang kedua pipi Marshall dan menutup matanya. "Karena kau terlalu sempurna untuk gadis seperti aku. Karena kita terlalu sama sehingga kita tidak bisa saling melengkapi."
Marshall mendengus mendengar ucapan Letty. Marshall meraih kedua tangan Letty namun Letty tidak ingin melepaskannya.
"Jika itu maumu, aku akan menurutinya. Tapi, aku tetap akan mencintaimu walau kenyataanya aku tidak bisa memilikimu," ucap Marshall sambil memeluk erat tubuh Letty. Letty membiarkan Marshall melakukannya, setidaknya untuk menebus rasa bersalahnya.
Beberapa menit pun berlalu akhirnya Letty melepaskan pelukan Marshall. Mereka kini saling bertatapan. Letty bisa melihat perasaan Marshall yang hancur dan kecewa padanya.
"Kita akan berpisah Marshall. Aku tidak ingin kau semakin terluka. Untuk itu ...."
Letty menarik tengkuk Marshall dan mencium pipinya dengan penuh kasih sayang, Letty menahannya beberapa detik kemudian melepaskannya. "Hanya ini yang bisa aku lakukan," ucap Letty.
Marshall tidak mampu berkata apa-apa lagi selain membiarkan Letty melepaskan pelukannya dan perlahan meninggalkannya di ruangan ini. Langkah kaki Letty yang perlahan menjauh menegaskan pada Marshall bahwa dia akan kehilangan wanita yang telah tiga tahun ini mencuri perhatiannya. Tidak pernah sekalipun Marshall memikirkan hal lain selain Letty. Senyumannya, tawanya, marahnya bahkan tamparan Letty yang selalu dia hadiakan saat Marshall berusaha mencuri sebuah ciuman di pipi Letty.
Kini akhirnya Marshall menyadari bahwa selama ini Letty tidak pernah menyukainya. Dia ingin sekali marah namun dia tidak ingin melukai perasaan Letty. Marshall lebih memilih mengalah agar setidaknya dia masih bisa berharap suatu saat Letty bisa membuka hatinya untuk dirinya.
*****
"Letty kau dari mana saja nak?" tanya Elena.
"Aku ada urusan, mom. Ayo kita pulang, ada yang ingin aku bicarakan," ucap Letty. Elena yang melihat wajah muram Letty mengiyakan keinginan putrinya. Segera Elena memanggil Fredrick yang tengah asik berbincang dengan orang tua Kimmy.
Elena mendekatkan wajahnya pada telinga Fredrick untuk membisikan sesuatu. "Fred, Letty ingin kita segera pulang. Ada hal yang ingin dia bicarakan," ucap Elena.
Fredrick mengangguk dan kemudian Fred dan Elena berpamitan kepada seluruh orang tua murid yang merupakan rekan bisnis Fredrick.
Sebuah mobil limosin kemudian menjemput keluarga Van Der Lyn dan mereka akhirnya meninggalkan Avenue World School untuk kembali ke mansion mewah mereka.
• • • • •
Di dalam mobil Letty hanya diam. Dia masih memikirkan percakapannya dengan Marshall. Letty tahu betul bahwa Marshall sangat kecewa padanya, namun Letty juga tidak ingin memaksakan hatinya untuk menerima Marshall atau berpura-pura menerima Marshall hanya karena kasihan padanya. Letty hanya ingin yang terbaik untuk persahabatan mereka.
Di sisi lain, Fredrick sedang termenung memikirkan bisnis gelapnya. Miase Tsukasa adalah pimpinan mafia paling menakutkan di Jepang Yakuza dan secara sepihak Tsukasa memutuskan hubungan bisnis mereka. Fredrick sangat marah dan kecewa padanya tanpa sadar wajahnya membentuk garis tegas, tangannya mengepal menahan amarahnya.
Elena yang sejak tadi sibuk memperhatikan suami dan putrinya jadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang mereka pikirkan.
"Fred?" panggil Elena sambil menaruh tangannya diatas telapak tangan Fredrick.
"Eh?" Fredrick sedikit terkejut. Dia melirik ke arah Elena sambil memaksakan sebuah senyum semunya. Tidak seharusnya Fredrick terlalu memikirkan masalah bisnisnya apalagi sekarang putriinya sedang berbahagia karena kelulusannya.
Tunggu dulu, kelulusannya?
Fredrick melirik ke arah Letty yang masih termenung menatap ke luar jendela.
"Sudah waktunya. Bisnisku masih bisa terselamatkan. Letty akan menjadi malaikat penolongku," batin Fredrick.
"Kau kenapa, nak?" tanya Fredrick pada Letty.
"Tidak," jawab Letty singkat dengan ekspresi wajahnya yang muram.
"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Lagi tanya Fredrick.
"Tidak." Letty menggeleng.
"Aku berencana mengajak keluarga kita berlibur. Sudah lama kita tidak keluar negeri untuk berlibur dan mengahabiskan waktu berkualitas kita. Bagaimana menurut kalian?" ucap Fredrick.
"Kita harus menunggu acara kelulusan Leo," ucap Elena.
"Kau benar, sayang. Aku juga harus mengatur jadwalku. Kita hanya akan berlibur selama dua pekan. Kira-kira negara mana yang mau kau kunjungi, nak?" ucap Fredrick. Namun, gadis di hadapanya tidak menanggapi ucapannya. Sepertinya Letty terlalu sibuk dengan lamuannya. Fredrick pun melirik ke arah Elena namun Elena hanya menaikan kedua bahunya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang di pikirkan Letty.
"Ehem." Fredrick berdehem untuk kembali menarik perhatian putrinya.
"Aku sedang tidak ingin kemana-mana. Aku hanya ingin pulang dan tidur," ucap Letty. Mood-nya benar-benar sedang tidak baik.
"Jika ada yang ingin kau ceritakan aku ada untukmu, nak," ucap Elena sambil mengelus lembut telapak tangan Letty.
"Aku tidak apa. Tidak usah di pikirkan," jawab Letty.
Tanpa terasa mereka pun akhirnya tiba di kawasan paling mewah di New York. Bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dengan ukiran yang sangat indah membuat mata tidak ingin berkedip bahkan suara hati tak mampu berhenti memuji arsitektur pembuat bangunan mewah di sepanjang Manhattan. Tibalah sebuah mobil limosin hitam milik Fredricksen Van Der Lyn di sebuah mansion mewah yang merupakan tempat kediaman mereka. Seperti biasa seluruh maid menyambut tuan dan nyonya mereka dengan sangat ramah.
Di suatu sudut mansion mewah ini ada seseorang yang sudah sangat menunggu nyonya mudanya untuk kembali ke rumah. Cukup sudah dia merasa terabaikan selama beberapa hari terakhir. Saat sosok yang sangat di tunggunya di lihatnya menuruni mobil milik tuannya, hatinya begitu senang. Dia pun memberanikan diri menyapa gadis cantik itu.
"Selamat datang, nyonya muda," ucap lelaki bertubuh tinggi nan kekar itu pada Letty.
"Hai, Cade," ucap Letty singkat tanpa ekspresi membuat Chester nampak bingung dengan sifat Letty yang tidak biasa.
Letty langsung melangkah memasuki rumahnya tanpa mempedulikan Chester atau siapapun di rumah ini. Pikirannya tidak tenang semenjak perbincangannya dengan Marshall tadi pagi. Sifatnya yang tenang saat berbicara dengan Marshall nyatanya tidak mampu menyembunyikan rasa bersalah pada sahabatnya itu. Dia tahu Marshall pasti kecewa dengan sikapnya. Belum lagi jika ternyata Marshall marah dan tidak ingin lagi bertemu atau sekedar berhubungan dengannya.
Sesampainya di kamar Letty langsung merebahkan dirinya di atas ranjang ukuran eksra besar miliknya. Sambil memandang langit-langit ruangan, Letty berusaha memikirkan hal apa yang semestinya dia lakukan saat ini. Tidak mungkin Letty terus mengingat Marshall atau Kimmy dan Brianna, karena sebentar lagi mereka akan langsung meneruskan hidup mereka. Letty juga harus mempersiapkan dirinya untuk mendaftar ke kantor CIA. Butuh keberanian dan tekad yang kuat untuk bergabung dengan CIA. Karena mereka harus bersedia merahasiakan identitas mereka dari siapapun termasuk keluarga mereka. Walau sebenarnya Letty telah lebih dahulu memberitahukan rencananya pada keluarganya.
"Mungkin aku harus menyendiri untuk sementara ini. Aku tidak ingin bertengkar lagi dengan dad. Tidak. Seharusnya tidak mengatakan keputusanku pada mereka. Aku harus meneruskan rencanku tanpa sepengetahuan mereka," batin Letty. Letty memejamkan matanya untuk menenangkan pikiran dan hatinya.