[Author POV]
______________
Beverly Hills, Los Angels, California.
****
Fredrick memainkan jari-jari lentiknya di atas meja sehingga menimbulkan bunyi berirama, sementara tangan kirinya mengusap dagunya yang mulai di tumbuhi jenggot. Di hadapan Fredrick, Letty duduk sambil memainkan kedua jari telunjuknya, dia tidak berani menatap Fredrick.
Semalam Fredrick menelepon Jhony agar segera membawa uangnya ke Beverly Hills menggunakan jet milik Fredrick. Fredrick baru saja membeli sebuah mansion di Beverly Hills untuk dijadikannya markas. Markas baru ini di khususkan hanya untuk pertemuan Letty dan Fredrick. Letty sudah menceritakan semuanya pada Fredrick dan Fredrick belum bereaksi apa pun. Fredrick melemparkan tatapannya pada Jhony dan Scarlett namun mereka berdua juga menunduk.
"Ehem." Fredrick berdehem. Dia menghentikan aktivitas jarinya lalu menarik dirinya kedepan. Membawa kedua tangannya di atas meja sambil tidak melepaskan tatapannya pada Letty.
Sedetik kemudian ponsel Fredrick bergetar. Dia meraihnya. Tertera nama Nate St. Jhon di layar ponselnya dan itu membuat Fredrick menghembuskan nafas berat.
"Vander," Suara di seberang telepon duluan menyapa.
Vander? Ya, mereka menyebut Fredrick dengan nama itu. Identitas Fredrick sangat di rahasiakan bahkan suaranya harus di samarkan. Tidak ada yang boleh tahu siapa Vander sebenarnya.
"Halo Nate, bagaimana, kau sudah periksa barangnya?" ucap Fredrick santai seperti tidak terjadi apa pun.
"Paketmu lengkap. Tapi sayangnya kau membuatku kecewa," ucap suara dari seberang telepon.
"Aku sudah mendengarnya dari Lenglof," ucap Fredrick.
"Lenglof? Siapa Lenglof?" Letty membatin sebab dia belum mengerti siapa itu Lenglof, kemarin anak buah Nate juga menyebut nama Lenglof tapi Letty sama sekali tidak tahu siapa itu Lenglof.
"Lalu, kau sudah mengerti apa yang harus kau lakukan, bukan?" ucap Nate dari seberang telepon. Tiba-tiba Fredrick menegang. Urat-urat di wajahnya membentuk garis keras dan tegas, menandakan bahwa Fredrick tengah menahan murkanya.
"Nate st. Jhon, jangan lupa kalau kau sedang berbicara dengan siapa. Aku bisa saja melenyapkanmu sekarang," kecam Fredrick dengan suaranya yang berat dan bibirnya yang menegang saat berbicara.
"Ouh, santai saja teman. Aku hanya menginginkan gadis itu menjadi kepala pengawalku menggantikan Morgan. Tapi sepertinya dia sangat berharga untukmu, seperti putrimu saja," ucap Nate sambil terkekeh.
Tangan Fredrick mengepal dengan kuat di atas meja. Gertakkan giginya seolah menggema di ruangan ini, diikuti hembusan napas berat yang semakin mempertegas emosinya saat ini.
"Dengar Nate, aku menjual obat dan kau membelinya. Tapi, jika kau menginginkan salah satu dari anak buahku, maka kau harus bersedia kehilangan nyawamu. Jangan kau anggap aku tidak bisa menghabisimu hanya karena kau seorang pejabat. Aku bisa melenyapkanmu hanya dengan setetes midazolam milik Black Glow dan aku jamin kau akan mendapat tentaramu di nereka dan memerintah bersama lucifer," kecam Fredrick.
Nate terdiam. Hanya terdengar hembusan napas berat dari seberang telepon. Nate tentu tahu jika Black Glow punya racun paling mematikan yang bisa membunuh seseorang dalam hitungan detik dan Fredrick tidak pernah menggertak tanpa arti. Perkataan Fredrick bukan sebuah peringatan melainkan ancaman baginya.
"Vander, anak buahmu yang memulai perang. Tapi anggap saja aku melupakannya. Kita tetap rekan bisnis, dan ku harap kau juga bersedia melupakannya," ucap Nate.
Tut. Tut. Tut
Fredrick tidak menjawab lagi dan langsung menutup sambungan telepon. Letty yang sejak tadi menguping pembicaraan Fredrick dan Nate menjadi semakin takut pada sosok di hadapannya, ternyata Fredrick bisa dengan mudah membungkam seseorang. Namun, di sisi lain dia jadi semakin penasaran, sebesar apa pengaruh Fredrick dalam dunia gelap mereka. Dalam hati Letty jadi semakin tertarik untuk lebih dalam masuk kedalam sindikat ayahnya agar dia bisa tahu siapa saja aktor dan orang perpengaruh yang turut melebarkan dunia sindikat mafia.
"Aku bangga padamu, Nak. Semalam kau sangat berani tapi kau juga gegabah, aku tidak bisa membenarkan perbuatanmu," ucap Fredrick. Letty mengangkat wajahnya, sambil melirik kecil ke arah Fredrick lalu kemudian dia menundukkan kepalanya lagi. "Kau ingin tahu kesalahan apa yang kau perbuat?" tanya Fredrick. Letty mengangguk pelan.
Fredrick kembali memajukkan tubuhnya. Tangannya bertautan di atas meja dan matanya menatap putrinya. "Pertama, kau menyerang tanpa memperhatikan sekeliling. Kedua, kau menggunakan kekuatanmu padahal kau sendiri masih amatir dan kau pikir kau bisa mengalahkan mereka semua sendirian padahal kau kesana membawa serta timmu. Ketiga, kau meragukan kekuatan timmu dan menaruh mereka dalam bahaya. Keempat, kau ...." Fredrick menjeda kalimatnya. Keningnya tiba-tiba mengerut membuat Letty penasaran. Letty pun sedikit mengangkat wajahnya untuk menatap ekspresi ayahnya. "Jelaskan padaku mengapa kau berpikir jika dia adalah Nate, dan kenapa kau ingin menghabisinya?"
Sontak Letty menengang, sekejap jantungnya berubah irama dan mengetuk dengan kuat. Dia memang bodoh saat mengincar nyawa Nate St. Jhon, lalu sekarang dia membuat kekacauan dan alasan apa yang hendak dia katakan? Tidak mungkin Letty langsung mengakui dia berniat membunuh Nate St. Jhon agar bisa meruntuhkan pilar sindirkat, itu sama saja dengan bunuh diri.
"Letty," panggil Fredrick sekali lagi.
Letty menelan salivanya susah payah. Perlahan dia menarik kepalanya ke atas, dan matanya langsung bertemu mata ayahnya. "Instingku mengatakan jika pria itu berbahaya, aku hanya bergerak sesuai instingku," ucap Letty.
Fredrick tidak menjawab. Bahkan raut wajahnya terlalu datar sehingga Letty tidak bisa menebak pikiran ayahnya. Letty heran mengapa dia tidak bisa membaca pikiran ayahnya, mungkin kekuatan ayahnya sama dengan Morgan, pria yang di bunuh Letty semalam. Orang-orang berpendirian kuat, tidak memiliki ketakutan pada apa pun dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, mereka membuat tameng agar orang lain tidak bisa melihat kelemahan mereka.
"Apa aku bisa mempercayaimu?" tanya Fredrick.
"Dad, aku membuat kesalahan, maafkan aku. Tapi, jika kau tidak mempercayaiku, kau bisa mengeluarkan aku dari sindikatmu," ucap Letty.
Fredrick menarik napas sambil merebahkan dirinya lagi di sandaran kursi sambil tidak pernah melepas tatapan pada putrinya.
"Kali ini kumaafkan, tapi lain kali, jika kau mengacau ...." Letty menatap ayahnya saat Fredrick menjeda kalimatnya. "Kau tahu, apa yang bisa kulakukan."
Letty menelan ludah. Perlahan namun pasti, kepalanya mengangguk. Dia harus pasrah dan mengalah untuk saat ini. Kecerobohannya semalam tidak boleh terulang lagi. Dia benar-benar harus memiliki trik khusus untuk bisa melenyapkan para Pilar sindikat.
"Ini untukmu," Fredrick melempar sebuah kunci di atas meja. Letty mengerutkan dahi saat melihat kunci itu.
"Apa ini, Dad?" tanya Letty.
"Anggap saja aku memberikan hadiah, karena kau berhasil membawa dua belas juta dolar padaku," ucap Fredrick.
Letty malah mengerutkan dahi. Dia sendiri bingung dengan ayahnya. Sedetik yang lalu Fredrick begitu mencurigainya namun sekarang, Fredrick malah memberinya hadiah.
"Kenapa, kau tidak mau?" tanya Fredrick sambil matanya melirik ke arah kunci yang entah apa kunci itu.
Letty terkekeh pelan, dia memalingkan wajahnya sebentar lalu kembali menatap ayahnya. "Dad, kupikir aku tidak pantas mendapat hadiah darimu. Bukankah semalam aku mengacau?" ucap Letty.
Fredrick mengulum bibir sambil mengangkat kedua alisnya. "Janji adalah janji. Van Der Lyn tidak pernah mengingkari janji," ucap Fredrick.
Letty akhirnya mengangguk. Walau dengan ragu, nyatanya dia sangat penasaran dengan hadiah itu lalu tangannya perlahan mulai meraih kunci itu.
"But by the way, what key is this?" tanya Letty lagi.
"You can see by yourself," ucap Fredrick.
Letty semakin bingung. Dia mengerutkan keningnya. "Well, dimana aku bisa melihatnya?" tanya Letty lagi.
"Kau bisa melihatnya di luar," ucap Fredrick.
Letty mulai menarik senyum di bibirnya. Rasa takut dan gugup di dalam dirinya seolah menghilang tergantikan dengan rasa penasaran.
"Uhm ... can I go out now?" tanya Letty. Sebenarnya dia sedikit antusias namun dia tidak berani menunjukkannya.
"Tentu, pergilah," jawab Fredrick. Dia tersenyum dan itu cukup membuat Letty merasa lega.
Letty berdiri, dengan wajah tersenyum dia memutar lututnya dan segera beranjak dari ruangan itu. Letty sedikit buru-buru meraih pintu keluar dan betapa kagetnya dia saat melihat sebuah motor sport produksi Italia tengah terparkir di halaman mansion itu.
"Oh my God ...." Letty bergumam sambil menutup mulutnya. Matanya melebar dan dia tidak sabar untuk mendekati motor itu. "It's really mine?" gumamnya lagi. Jemarinya mengelus lembut tuas stir, lalu perlahan menuju ke jok motor. "Wow ... Fredrick memang selalu bisa menyuap seseorang," ucap Letty. Dia menatap kedalam mansion, sambil terus berdecak kagum.
"Okay ...." Letty mulai mengambil ancang-ancang dan akhirnya dia menaiki motor sport itu. Memasukan kunci lalu memutarnya, kemudian dia mulai menaikkan mesin dan tangan kanannya mulai meremas tuas gas. "Wow ... it's kinda crazy," Letty menggelengkan kepalanya saat mendengar suara kenalpot yang lembut dan menantang itu. "Well ... ducati corse, hah?" Letty menggeleng pelan tanda rak percaya.
"Ayo, sekarang tunjukan padaku seberapa jauh kau bisa membawaku," gumam Letty untuk terakhir kalinya sebelum dia mengisi gigi dan menancap pedal gas.
****
Sementara itu, di dalam mansion suasana kembali hening. Jhony dan Scarlett menggugup saat tahu jika sekarang bos mereka akan menginterogasi mereka berdua.
"Oh, s**t. Habislah aku." Scarlett dan Jhony membatin bersamaan.
"Duduklah, aku ingin bicara dengan kalian," ucap Fredrick.
Jhony dan Scarlett sempat saling melempar tatapan sebelum akhirnya mereka mulai mengambil langkah kedepan dan duduk di depan Fredrick.
"Bagaimana misi kalian, apa kalian berhasil memata-matai Marthin?" tanya Fredrick.
Jhony dan Scarlett kompak membuang napas panjang. Mereka merasa lega. Mereka pikir Fredrick akan mengungkit soal perbuatan Letty atau bahkan menghukum mereka tapi ternyata Fredrick malah menanyakan hal lain. Berarti Fredrick memang tidak terlalu mempedulikan kesalahan yang mereka lakukan di London.
"Ehem," Scarlett berdehem dahulu untuk mendapatkan keberanian sebelum dia mulai menjelaskan hasil pengintaian mereka. "Isterinya memiliki sebuah salon dan butik. Kami sempat mengunjunginya saat nyonya muda ingin mengubah penampilannya. Saat kesana, aku langsung memasang CCTV kasat mata. Dia juga tengah mempersiapkan kerja sama dengan beberpa investor, sepertinya mereka akan membangun hotel di sekitaran Kensington Palace dan di Orchid. Dia juga masih sering mengunjungi kantor MI6 dan sepertinya koneksinya dengan beberapa petinggi Inggris cukup berpengaruh," tutur Scarlett.
Fredrick mengangguk lalu dia meraih cerutu di samping tangnnya. Menyalakan pematik lalu mulai menghisap morfinnya. Fredrick menengadahkan wajahnya keatas sambil menarik dirinya kebelakang dan bersandar di sandaran sofa kemudian membawa kedua kakinya di atas meja.
"Sepertinya dia terusik saat melihat namaku berada di urutan kedua sebagai orang terkaya di dunia. Well, Van Der Lyn Group sudah menjadi perusahaan raksasa sedangkan The Redz masih mempertahankan bisnis berlian mereka. Wajar saja Presdiden direkturnya harus bekerja keras agar dapat bersanding dengan kompetitornya. Walau," Fredrick memutar wajahnya menghadap kedua anak buahnya. "Sekuat apa pun dia berusaha, dia tidak akan pernah menyaingi kekayanku," ucap Fredrick dengan senyum arogan.
"Tapi ada satu masalah tuan," Tiba-tiba Scarlett menginterupsi.
Fredrick hanya mendengarkan sambil terus menghisap morfinnya.
"Alexander Oliver, putra Marthin, dia mendaftarkan dirinya di kampus yang sama dengan nyonya muda. Dan tanpa di sengaja nyonya muda membeli apartemen yang sama dengan Alexander. Apa kami harus melenyapkannya?" tanya Scarlett.
Fredrick menggeleng "Tidak perlu. Urusanku hanya dengan Marthin, lagi pula anaknya tidak mengenal siapa Letty. Letty juga sedang dalam penyamaran, justru ini akan semakin menarik," ucap Fredrick dia tersenyum tipis sementara Scarlett dan Jhony tidak berani bertanya atau berkata apa pun.
Tampaknya Fredrick memikirkan sesuatu namun dia lebih memilih memendamnya ketimbang membicarakannya dengan kedua anak buahnya.
"Oh my God, Daddy ...."
Frederick sontak menarik dirinya dari sandaran kursi saat mendengar suara Letty. Mata Fredrick langsung melirik pada Scarlett dan Jhony seolah ingin bertanya pada dua anak buahnya apakah Letty sempat mendengar percakapan mereka namun, Jhony dan Scarlett juga ikut terkejut melihat Letty tiba-tiba masuk.
"Ducati Corse, hah? Aku tidak menyangka akan mendapatkannya," ucap Letty. Wajahnya terlihat gembira membuat Fredrick ikut tersenyum.
"Kau sudah mencoba mesinnya?" ucap Fredrick. Dia merentangkan tangan menyambut Letty yang sedang berjalan menghampirinya.
"Wow, Dad ... mungkin aku bisa ikut ajang balap dunia jika sudah punya motor sport sekeren itu," ucap Letty. Dia tersenyum sambil meraih pelukkan ayahnya. Letty duduk di atas pangkuan Fredrick.
Mereka kembali akur setelah beberapa saat yang lalu Fredrick seolah kembali menunjukkan sisi lain dirinya sebagai seorang mafia.
"Kupikir itu akan sesuai dengan penampilanmu sekarang, bukankah kau sedang berusaha menjadi lady roker?" ucap Fredrick. Mereka terkekeh bersama.
"Astaga ... aku tidak bisa bayangkan seperti apa reaksi Elena saat melihat penampilanmu sekarang," ucap Fredrick lagi.
Sontak Letty menarik dirinya dari pangkuan ayahnya. Jantungnya tiba-tiba berdetak meningkat saat wajah kesal Elena muncul di benaknya.
"Oh my God, apa yang harus lakukan?" ucap Letty panik. Fredrick tertawa kecil melihat perubahan raut wajah Letty. "Jadi bagaimana? Apa kita ke New York sekarang atau tunggu rambutmu panjang dulu?" lanjut Fredrick menggoda putrinya.
Letty menggeleng. "Aku rindu Mom dan adik-adikku," ucap Letty lalu memanyunkan bibirnya.
Fredrick terkekeh lagi lalu dia memutar kepalanya menatap Scarlett di depannya. "Tenanglah, Scarlett punya cara khusus untuk mengubah tampilan dalam sekejap," ucap Fredrick.
Letty mengikuti tatapan ayahnya. Dia menatap Scarlett lalu berkata, "Guess i'm forget that i had spy mother." Letty tersenyum kecut setelah itu.
Begitulah akhir misi pertama Letty di London. Sempat terjadi intrik yang akhirnya membuat Letty mempelajari sesuatu jika dia butuh teknik dan taktik serta rencana yang matang sebelum memutuskan untuk menghabisi para ketua sindikat. Setelah ini, kehidupan Letty Van Der Lyn sebagai Letty Murphy benar-benar akan di mulai.
*****
To be continue :)