AUTHOR POV
___________
London, England
***
Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Hari ini hari yang baru bagi Letty Murphy. Akhirnya tiba saatnya Letty menjadi mahasiswa di universitas swasta paling bergengsi nomor s di Inggris, Imperial College of London, Letty mengambil jurusan bisnis. Letty sendiri tidak terlalu menyukai dunia bisnis tapi untuk menjadi CEO Van Der Lyn Group setidaknya Letty harus lulus di universitas ini. Letty juga baru menempati apartemennya kemarin, setelah selesai mendekorasi ulang apartemennya dengan menambahkan beberapa furniture, akhirnya Letty resmi menempati apartemen barunya.
Scarlett dan Jhony menetap di Chesterton walau mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengirim paket narkoba atau bahkan menyelesaikan beberapa misi yang di tugaskan Fredrick.
Hari ini, hari dimana Letty Van Der Lyn resmi memakai nama barunya Letty Murphy. Hari baru, identitas baru, kehidupan baru.
TRING ... TRING ... TRING ...
Letty memicingkan mata sambil meraba-raba sekelilingnya. Tangannya berusaha mencari sumber dari bunyi yang memaksanya untuk segera bangun, namun dia tidak berhasil. Alaram dari jam wekernya terus berbunyi, akhirnya dengan malas Letty berdiri dan mematikan jam wekernya.
Masih setengah sadar akhirnya Letty memutuskan untuk duduk dulu di pinggiran ranjang, semalam Letty merayakan hari kedatangannya kembali dengan minum dan berpesta sendiri dalam apartemennya. Maklum saja Letty belum memiliki seorang teman, jadi Letty memutuskan untuk mengisi mini barnya dengan berbagai jenis minuman beralkohol. Letty juga sudah membeli semua bahan makanan yang dia butuhkan sehingga kulkas dan kabinet-kabinet di dapur mininya di penuhi makanan. Letty membiasakan dirinya untuk berbelanja sendiri, karena dia sadar tidak ada bibi Marie atau Charlotte yang setiap hari memberinya makanan lezat. Dia juga harus ingat pesan ibunya, Elena melarang Letty untuk selalu mengkonsumsi makanan instan sehingga beberapa minggu yang lalu saat Letty berkunjung di New York, Elena mengajari Letty cara membuat makanan yang praktis dan bergizi. Setiap saat Elena juga terus memantau kegiatan Letty, Elena malah menjadi semakin protektif terhadap Letty sebab Letty berada jauh darinya.
"Jam 7 pagi. Urgh ... aku harus mandi atau aku akan terlambat mengikuti kelas pertamaku," batin Letty. Dia segera berdiri dan sambil mengucek matanya Letty berjalan ke arah kamar mandi.
Letty segera menyalakan shower dan seperti biasa Dia membutuhkan setidaknya lebih dari tiga puluh menit untuk berendam dalam bathup. Setelah selesai, dia pun keluar. Matanya melirik jam dinding, pukul 07.45am.
Letty segera menuju walk in closet dan memilih baju yang akan dia gunakan. Dia memilih skinny jeans dan kameja sutera berwarna biru, sepatu boot berhak akan terlihat senada dengan bajunya.
Setelah selesai memilih baju, Letty beralih ke meja rias kemudian mulai memoles wajahnya dengan make up. Terakhir Letty meraih kaca matanya dan berdiri kemudian menatap kembali dirinya di depan cermin. Sejenak, dia kembali terbayang ketika masa SMA, dia paling malas memoles bedak di wajahnya dan selalu membiarkan rambut panjangnya terurai, sederhana namun elegan itulah prinsip Letty dan sepertinya dia juga menginginkan hal yang sama walau dengan rambut keriting pendek yang warnanya mengkilap tapi Letty tetap terlihat cantik dan elegan walau kini Letty memilih untuk memakai kacamata.
Setelah memastikan penampilannya sudah menarik dan oke, Letty meraih sepatu boots hitamnya dan memakai woman knapsack berwarna hitam. Letty memasukan note dan alat tulis yang akan dia gunakan di kampus. Setelah memastikan semua keperluannya sudah terisi dalam ranselnya, Letty segera keluar dari apartemennya dan menuju ke kampus menggunakan Jaguar biru yang baru saja di belinya, Letty memilih untuk menggunakan mobil saja dari pada ducatinya, Letty tidak ingin terlalu menarik perhatian di kampusnya sehingga Letty memutuskan untuk hanya akan menggunakan ducati di luar kampus. Mungkin saat keaadan mendesak.
"Tahan liftnya," seru seseorang saat Letty menekan tombol p (parking place) dan pintu liftnya hampir tertutup. Letty menekan tombol pojok kanan untuk menahan liftnya.
"Terima kasih," ucap pria yang baru saja bergabung dengan Letty dia berdiri di samping Letty, pria ini juga sangat rapi dan kau bisa menebak siapa pria ini.
"Alex, anak si pemilik salon," batin Letty. Entah mengapa Letty merasa suasan di dalam lift menjadi begitu panas. Lagi pula kenapa juga dia mulai berkeringat, rasanya dia juga gugup. "Gosh ... what's wrong with me?" batin gadis itu.
Letty tidak bisa menahan matanya untuk melirik punggung pria di depannya. Ini sudah yang kesekian kalinya dia bertemu Alex, dan setelah pertemuan terakhir mereka bulan lalu, Letty kembali melihat pria bernama Alexander Oliver ini. Namun, makin di pikirkan Letty jadi makin penasaran dengan pria ini. Lagi pula mereka ternyata tinggal di apartemen yang sama, artinya Letty akan sering bertemu dengan Alex.
TING
Pintu lift terbuka. Keduanya segera keluar. Berjejer beberapa mobil disini dan baik Letty maupun Alex, mereka langsung menuju mobil mereka. Letty menekan tombol di kuncinya untuk segera mengetahui dimana dia memarkirkan mobilnya semalam, sebab sudah banyak mobil yang terparkir di sini. Setelah mendapatkannya, Letty segera menuju mobilnya. Entah mengapa Letty tidak bisa melepas tatapannya pada Alex. Bahkan jantungnya memberikan irama berbeda ketika matanya terus mengekori pria itu sampai Alex masuk ke dalam mobil.
"Ck! Selalu saja seperti ini, dia saja tidak ingat siapa aku. Sial, kenapa sulit sekali bersikap normal saat melihatnya," batin Letty. Letty menggeleng pelan untuk membuang semua rasa penasarannya pada pria yang bahkan tidak mengenalnya.
Letty masuk kedalam mobil, memutar kunci lalu menyalakan mesin kemudian mulai menginjak pedal gas. Mobil Letty berjalan konsisten. Letty bisa sedikit menikmati pemandangan London di pagi hari namun sejurus kemudian sebuah mobil porsche tiba-tiba menyalit mobil Letty membuatnya hampir hilang kendali dan terpaksa membanting setirnya tiba-tiba.
"Hey, hello ... Apa kau pikir ini jalan milik nenek moyangmu ...," teriak Letty. Namun pengendara Porsche itu tidak peduli dan malah nambah kecepatan mobilnya. "Damn!" umpat Letty kesal.
Dia berdecak kesal sambil memukul setir mobil. "Asshole!" umpat Letty sekali lagi — lalu dia menancap pedal gas dan menambah kecepatan mobilnya untuk bisa menyusul porsche yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi.
Letty kesal, namun di sisi lain dia seolah menikmati semua ini, terlebih saat mobilnya berhasil menyalit beberapa kendaraan di depannya, itu seperti memacu adrenalinnya hingga Letty semakin gemar menginjak pedal gas, namun seberapapun dia menambah kecepatan mobilnya, bahkan saat jarum di speedo meter hampir menyentuh garis akhir, Letty tidak berhasil menyusul mobil porche itu.
Letty mengerutkan dahi ketika mobilnya masuk ke area kampus dan melihat mobil porche hitam yang sejak tadi dikejarnya ternyata mobil itu juga masuk ke area kampus, artinya pengendara mobil itu juga kuliah di sini. Mungkin dia seorang dosen, atau juga seorang mahasiswa, entahlah, Letty akan mengetahuinya sebentar lagi.
Letty bergegas lagi menginjak pedal gas untuk memarkirkan mobilnya namun lagi-lagi dia kalah start dan malah mobil lain yang mengambil tempat kosong itu. "What the ...." Letty melayangkan tangannya ke udara saat matanya mengenali mobil yang baru saja terparkir itu. "Ck!" Dia berdecak kesal lalu melepas seat belt dengan kasar dan buru-buru turun dari mobilnya. Saking kesalinya Letty sampai membanting pintu mobilnya. Dia menggeram lalu berjalan menghampiri mobil porche di depannya.
TOK .. TOK
Letty mengetuk kaca mobil porche itu dengan tidak sabaranan. Namun, sepertinya pengendaranya terlalu enggan menanggapi Letty. Lihat saja, dia masih berada di dalam mobilnya padahal Letty sudah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya agar pengendara itu segera keluar.
"Keluar, dasar amatiran!" bentak Letty dengan menaikkan suaranya.
Akhirnya terdengar bunyi suara kenop mobil, menandakan si pengendara akan segera turun. Letty memundurkan badannya saat seseorang mendorong pintu mobil dari belakang.
"Hei, ap— a ...." Mulut Letty menganga saat manik matanya bertemu sepasang mata abu-abu yang baru saja keluar dari mobil porche yang sejak tadi telah membuatnya kesal.
"Hai ...," sapa pengendara itu.
Letty mengerutkan dahinya. "Kau?" pekik Letty pelan.
Dia seorang pria dan pria itu adalah Alex. Pria yang tinggal di apartemen yang sama dengan Letty. Astaga, bagaimana bisa Letty tidak mengenali mobil itu padahal ternyata mereka keluar dari tempat parkir yang sama. Mungkin karena Letty terlalu sibuk memperhatikan Alex.
Alex membawa tangannya bertumpuh pada pintu mobil yang terbuka. Dia tersenyum tipis saat melihat raut wajah Letty yang memerah. Jelas Letty sangat kesal.
"Nona," panggil Alex. Letty tidak menjawab, dia sibuk memperhatikan raut wajah Alex. Alex memutar tubuhnya, dia melirik jaguar putih yang terparkir di samping mobilnya. "Jaguar itu milikmu?" tanya Alex namun Letty masih tidak menjawab. Sepertinya dia tengah asik berkutat dengan pemikirannya. Alex mengerutkan dahi dia memajukan wajahnya untuk lebih dekat dengan wajah Letty. "Hallo ...," ucap Alex sambil menggoyangkan tangannya di depan wajah Letty yang akhirnya membuat gadis itu bergeming.
"Oh," Letty mengerjap untuk mengembalikan kesadarannya. Oh, ada apa dengan gadis itu.
"Y-ya, hei ...." Raut wajah Letty berubah jadi kesal lagi saat dia ingat tujuannya menghampiri pria di depannya. "Apa-apaan kau, kau hampir membuatku celaka. Sialan ini sudah yang kedua kalinya," ucap Letty. Dia memutar bola mata setelah itu.
Alex mengerutkan kening. "Apa? dua kali?" ucap Alex. Dia menatap bergantian menatap Letty dan mobil jaguar di belakangnya berulang kali, seolah mencari sesuatu. "Nona, kau yakin? Sepertinya kita baru kali ini bertemu. Tapi, ohya ... sepertinya aku pernah melihatmu, tadi pagi." Alex membunyikan jarinya saat mengingat dimana sekiranya dia pernah melihat Letty.
"Kau tinggal di Jame Flame's, kan?" tanya Alex.
Letty berdecak kesal. Oke, dia senang jika Alex mengingatnya sebab mereka satu tempat tinggal tapi ayolah, bukan itu yang Letty maksudkan.
"Sialan, bagaimana bisa aku mengatakan jika sebelumnya kami pernah bertemu dan saat itu dia juga menyalit aku dengan motornya. Tapi, sepertinya b******n ini sangat tidak mengenali aku. Sialan, apa hanya aku saja yang tidak bisa melupakan kejadian malam itu." Letty membatin sementara matanya terus menatap mata Alex.
"Ma- maksudku, y- yah ...." Letty menggagap. Dia menjadi sangat canggung bahkan dia harus melarikan tatapannya saat melihat Alex mengerutkan keningnya. "Yah, pokoknya begitu. Kenapa kau senang sekali ngebut di jalanan, hah?" ucap Letty. Walau dengan ragu dia berusaha menatap Alex dengan tatapan tajam.
Alex mendecih, dia menggeleng pelan lalu kembali menatap Letty. "Apa jalan itu milik nenek moyangmu?" ucap Alex.
Mata Letty melebar, mulutnya menganga lalu dia menggeleng pelan. "Astaga ... seharusnya aku yang mengatakan itu," ucap Letty. Dia melayangkan tangannya di udara.
Alex tertawa kecil. Dia memajukan wajahnya untuk lebih dekat dengan Letty. Mereka bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. "Bukan salahku jika kau lamban saat mengemudi. Lagi pula, jalanan itu bebas dan aku bisa melakukan apa pun di sana termasuk mengemudikan mobilku dengan kecepatan tinggi," ucap Alex. Dia menutup pintu mobil, menekan tombol di kunci lalu pergi meninggalkan Letty.
Letty tersenyum kecut. "Oh my God ...." Dia menggeleng pelan sambil memijat dahinya. "Bagaimana bisa seseorang bisa sangat arogan," gumamnya. Letty memutar tubuhnya untuk melihat Alex namun Alex seperti hantu yang tiba-tiba saja menghilang.
"Argh ...." Sekali lagi Letty menggeram. "f**k!" umpatnya sambil menendang ban mobil di depannya dengan sangat kuat.
Setelah melakukan itu, Letty akhirnya menyerah. Dia bergegas kembali ke mobilnya dan mengambil tasnya lalu melesat menuju ke gedung kampus.
Letty berlari kecil mencari kelasnya. "Business 100," gumam Letty sambil melirik satu per satu ruangan yang di lewatinya. Dia bergegas menghampiri seorang pria yang tengah berdiri di depan pintu. "Maaf, apa ini ruangan kelas bisnis?" tanya Letty.
"Oh, iya." Pria itu mengangguk.
Letty tersenyum. "Terima kasih," ucap Letty. Dia bersama pria itu pun akhirnya masuk ke dalam ruangan. Letty mengambil tempat duduk di sudut kanan.
"Calum," ucap pria yang tadi masuk bersama Letty. Dia mengulurkan tangannya hendak berkenalan dengan Letty.
Letty tersenyum lagi lalu menjabat tangan pria itu. "Letty, Letty Murphy."
"Senang berkenalan denganmu Letty," ucap Calum.
Letty kembali tersenyum. "Nice to meet you to," ucap Letty.
Beberapa saat kemudian, ruangan mulai di penuhi oleh para mahasiswa yang hendak mengikuti kelas ini. Letty tersenyum kecut. Dia sedikit tidak antusias saat memikirkan jika sebenarnya dia harus terpaksa melakukan semua ini. Jika saja Fredrick hanya seorang pengusaha biasa, Letty pasti sudah berhasil menjadi anggots CIA. "Ck, Letty ... forget all that and move on," gumam Letty. Dia menggeleng pelan lalu beralih mengeluarkan buku-bukunya.
Seorang pria berbalut jas resmi masuk sambil membawa sebuah tas. Setelan seorang dosen tentu saja harus rapi.
"Good morning, saya profesor Mike dan selamat datang di kelasku."
Letty mulai memfokuskan perhatiannya mendengarkan dosennya memberikan materi. Suasana sangat hening, hanya ada suara Profesor Mike yang terdengar, lalu kemudian terdengar suara pintu.
Seorang pria berbalut kaos biru yang di tutup dengan jaket bomber hitam dan ripped jeans denim, melangkah dengan sangat santai seolah tidak peduli jika dia tengah menjadi pusat perhatian. Bahkan dia begitu tidak perduli saat melewati Profesor Mike.
"Ehem, excuse me." Profesor Mike menegur. Pria itu berhenti lalu berbalik menatap sumber suara. Dia mengangkat kedua tangannya dan menahannya di depan d**a.
"What?" ucap Pria itu.
"Namamu, tuan?" tanya Profesore Mike.
"Alexander," ucap pria itu santai seolah dia sedang berbicara dengan teman sebayanya.
"Cih ... dia si bastard, Oliver." Seseorang menggerutu di belakang Letty.
Sementara Letty, dia melotot sedari tadi. Benar-benar terkejut saat dia mengangkat wajahnya dan mendapati Alex disana.
"Wow ... takdir macam apa ini?" gumam Letty.
"What?" Calum memalingkan wajahnya saat telinganya menangkap ucapan Letty yang sebenarnya dia sudah menekankan suaranya tapi ternyata tetap terdengar oleh Calum.
"Oh, tidak ... bukan apa-apa," ucap Letty.
Calum tersenyum.
"Baiklah, tuan Alexander apakah kau tahu jika kau sudah terlambat?" Mr. Mike masih menceramahi Alex di depan.
"Maafkan aku, Profesor, aku harus ke toilet dan itu memakan waktu yang lama. Lain kali aku tidak akan terlambat," ucap Alex. Dia mengedipkan matanya pada profesor Mike.
Profesor Mike hanya bisa menggelengkan kepala sambil melayangkan tangan ke udara.
"Oke class, kita lanjutkan ...." Profesor Mike melanjutkan materi sementara Alex melayangkan pandangannya hendak mencari tempat duduk.
Dia berhenti saat melihat kursi kosong di belakang Letty. Alex berjalan santai menuju kursi itu sementara Letty, dia memutar bola mata dengan malas. Astaga, mereka benar-benar akan sering bertemu.
"Psstt ... psstt ... Hei,"
Letty berdecak kesal saat merasakan napas seseorang tepat berada di samping wajahnya. Dia tahu siapa pria itu, dan dia tidak ingin menoleh. Pria itu sudah memberi kesan yang buruk dan membuat mood Letty rusak.
"Kau masih marah soal tadi pagi?"
Letty akhirnya memutar wajahnya ke samping. Letty sedikit terkejut saat tahu jika jarak wajah mereka benar-benar sangat dekat hingga dia perlu menarik dirinya ke belakang. "Pissed Off!" ucap Letty sarkastik.
Alex tersenyum lagi. Dia mengulum bibir sambil mengangguk pelan lalu perlahan menarik tubuhnya ke belakang. Letty mendengus kesal.
Tapi dengan cepar Alex kembali memajukkan tubuhnya lalu dia berucap, "Alexander Oliver."
"Ouh, s**t!" Letty terkejut saat tiba-tiba wajah Alex sudah berada lagi di samping wajahnya. Letty bahkan sampai melompat dari tempat duduknya.
Alex terkekeh melihat tingkah Letty. Letty menggeram setelah itu, lalu dia kembali memutar wajahnya. "Pissed Off!" geram Letty lagi.
"Kau yakin tidak ingin kenalan denganku?" goda Alex.
Letty memutar bola mata. "Are you think you are so f*****g precious?"
"Of course, I am valuable," sahut Alex dengan raut wajah tenang.
Letty mendengus. "You bastard, get away from me," tegas Letty.
Alex menggeleng pelan. Ujung atas bibirnya terangkat membentuk seringaian. "Kau gadis pertama yang menolak aku, ingat yah ... CEO The Redz Diamond, tidak menerima penolakkan," ucap Alex.
"CEO?" ucap Letty sambil mengangkat setengah alisnya.
Alex mengangguk. "Hem, Redz Diamond kau tahu perusahaan besar itu, kan?"
"What do i ca—" Letty menahan ucapannya saat otaknya menangkap sesuatu yang sempat dia lewatkan. "Tunggu, apa kau bilang The Redz Diamond?" ucap Letty. Wajahnya berubah penasaran.
Alex memanyunkan bibirnya lalu perlahan menganggukkan kepala.
"Kau anak Marthin Oliver?" tanya Letty lagi. Jantungnya mulai berdetak meningkat.
" ... ya," jawab Alex.
DEG !
Alex mengerutkan dahi. "Hei, kenapa kau lebih kenal tua bangka itu dari pada aku?" Alex menunjuk wajahnya. Dia tidak terima. Letty satu-satunya orang yang tidak mengenal CEO The Redz Diamon dan malah mengenal ayahnya. Itu membuat Alex kesal.
Sementara di tempatnya, Letty membeku. Jantungnya seolah berhenti berdetak ketika mendengar nama yang baru saja di sebutkan oleh Alex.
"Marthin Oliver, berarti dia anaknya Marthin dan dia anak dari musuh besar ayahku." Letty membatin. Tidak pernah menyangka jika dia begitu dekat dengan musuh ayahnya namun, apakah Alex terlibat langsung dengan ayahnya. Letty masih harus menyelidikinya.
"Halo ... nona?" Alex membunyikan jarinya di depan wajah Letty membuat Letty kembali tersadar dari lamunan sesaat.
Letty bergeming dan kembali menatap Alex dengan tatapan tajam. "Kembali ke tempat dudukmu dan jangan ganggu aku," ucap Letty lalu dia kembali berputar dan benar-benar memposisikan badannya kedepan. Kembali fokus pada profesor Mike.
"Oke ... lagi pula, kita satu apartemen. Aku akan mengunjungimu," ucap Alex sebelum dia menarik dirinya dan duduk di kursinya.
"Hai bro," Alex menyapa seseorang di samping tempat duduknya.
"Alexander Oliver, Marthin Oliver, The Redz Diamond. Sebenarnya apa yang terjadi antara Fredrick dan Marthin, apa penyebab perselisihan mereka. Mengapa Marthin ingin sekali membuat Fredrick jatuh dan lagi, anaknya ... kenapa dia harus berada dekat denganku. Hemm ... sepertinya ini akan menarik."Letty membatin, melirik kecil kebelakang sambil menatap Alex. "Alexander Oliver, aku akan menandaimu."
______________________________________________
To be continue :)
Tab Love untuk menambahkan cerita ini di rak buku kalian dan jangan lupa follow i********: (inezhseflina)