39. London first mission

3468 Words
"Selamat siang tuan Alex," "Selamat siang untukmu Frido." Entah apa yang terjadi padaku hingga aku merasa sesak. Aku bahkan tidak sadar bahwa sebenarnya aku sedang menahan nafas. Ah sial ... pria yang berdiri di sampingku namanya Alex. Dia pria yang aku temui di New York beberapa kali, dan dia juga pria yang aku lihat di salon kemarin. Semua serba kebetulan, sekarang aku pun bertemu dengannya di apartemen ini. Tunggu — tunggu, Apa? "Kau beruntung bisa kuliah di sana, hanya orang-orang dari kelas bangsawan yang bisa masuk dan berkuliah di sana. Pemilik salon ini, anaknya juga akan kuliah di sana." "Ohya?" "Benar nyonya, ku harap kau tidak akan bertemu dengannya" Aku memutar ingatanku saat kemarin aku berbincang dengan Elora. Jangan-jangan yang di maksud Elora anak pemilik salon, apakah pria ini?    "Ya. Tuan Alex adalah lelaki paling kurang ngajar yang pernah kulihat. Dia sering bergonta-ganti wanita, dia juga kasar kepada ayahnya. Dia sering kemari hanya untuk meminta uang pada nyonya Emery. Walau sikapnya manis pada nyonya Emery tapi sebenarnya pria itu iblis." "Selamat siang tuan Alex" Alex, Namanya Alexander. "Mari kita mulai dari awal. Namaku Alexander, panggil saja aku Alex. Siapa namamu?" Aku ingat pria itu memberitahu namanya saat pertama kali kami bertemu di bar. Oh, matanya masih Indah dan seksi seperti saat pertama kali aku melihatnya. Jantungku pun bereaksi sama seperti pertama kali kami bertemu.      "Ya. Tuan Alex adalah lelaki paling kurang ngajar yang pernah kulihat. Dia sering bergonta-ganti wanita, dia juga kasar kepada ayahnya. Dia sering kemari hanya untuk meminta uang pada nyonya Emery. Walau sikapnya manis pada nyonya Emery tapi sebenarnya pria itu iblis."    Aku kembali teringat perkataan Elora tentang pria ini yang sering gonta ganti wanita. Dia playboy? Aku menggeleng tidak terima dengan batinku. "Letty?" "Eh?" Aku bergeming. Entah sudah berapa lama aku hanyut dalam pikiranku. Aku memandang sekeliling, dimana pria itu? "Kau kenapa? Aku memanggilmu sejak tadi. Liftnya sudah lama terbuka. Ayo kita-" "Ya ayo kita pergi." Aku memotong ucapan Scarlett dan segera mendahuluinya keluar lift. Aku merasa Scarlett sedang menggeleng sambil melihat punggungku. Argh ... kenapa setiap kali memikirkan pria itu aku selalu terjebak dalam ilusi dan pemikiranku sendiri. Aku sampai harus terlihat bodoh seperti ini, ughh sial "Letty, apa kau punya tempat yang harus di kunjungi selanjutnya?" tanya Scarlett sambil menyusul langkahku. Pipiku terasa panas, bahkan bukan pipi saja tapi sekujur tubuhku rasanya seperti terbakar. Sial, apa ini yang namanya tersipu? Aku diam dan berusaha menenangkan gejolak dalam hatiku, berusaha menetralisir aliran darah yang sepertinya sejak tadi mengalir sangat cepat sampai urat-urat syarafku sepertinya menegang. Akhirnya aku tiba di mobil, AC dalam mobil seperti menyegarkan otakku. Aku jadi bisa berkonsentrasi lagi, sekarang lupakan dulu soal pria bernama Alex itu. Yang harus aku pikirkan adalah tugasku nanti malam. "Tidak ada. Aku akan pindah ke apartemen setelah urusan kita selesai. Jam berapa paket itu akan tiba, hah?" ucapku. Scarlett mengangguk dan membuka iPadnya, sepertinya dia melihat email yang di kirimkan dad padanya. "Pukul delapan malam. Kita akan menjemputnya di bandara dan memindahkannya memakai helikopter. Kemudian kita akan membawanya ke Chelsea, di sebuah penthouse milik Nate st. Jhon. Penthousenya di jaga ketat dengan sistem keamanan tinggi, kita harus menyamar. Dia adalah petinggi di Inggris, dia tidak boleh mengenali kita apa lagi dirimu. Dia salah satu rekan bisnis ayahmu, dia berbahaya dan memiliki kuasa. b******n itu juga teliti, kita tidak boleh salah kirim bahkan paketnya tidak boleh kurang dari pesanannya," tutur Scarlett. Mendengarnya saja sudah membuatku tertantang. Aku penasaran dengan yang satu ini, aku harus mengenal siapa saja rekan bisnis dad dan seberapa besar kekuasan dan sebesar apa yang akan dia lakukan jika suatu saat aku menghentikan kerja sama kotor ini. "Baiklah, saat ini kita kembali ke penginapan. Kita harus segera bersiap," ucap Scarlett, aku mengangguk dan Jhony pun memutar balik kendaraan menuju hotel. **** 08.01pm waktu London. ________________________     "Kau sudah siap?" tanya dad dari seberang sambungan telepon. "Aku sangat siap," jawabku.    "Baiklah jika kau berhasil kali ini aku punya kejutan spesial untuk mu," ucapnya lagi. Aku tergelak. Kejutan?    Aku tidak butuh kejutanmu. Aku hanya butuh kau berhenti dari pekerjaan kotor ini dasar sialan. "Baiklah. Aku harus bersiap Scarlett sudah menungguku," ucapku. Lalu kemudian mematikan sambungan telepon. , "Hah ...." Aku menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya ke udara bebas, aku berusaha memperkuat diriku. Aku harus kembali berurusan dengan mafia malam ini. Well, aku seorang mafia sekarang. Sepertinya ini akan sering terjadi, mungkin saja saat aku sedang belajar Dad akan menghubungiku dan menyuruhku bolos hanya untuk melakukan pekerjaannya.    "Letty, kau sudah siap?" Scarlett keluar dari walk in closet. Dia kembali terlihat seperti Scarlett pengawal ayah. Pakaian serba hitam dengan jaket kulit hitam, dengan rambut yang di kuncir. Dia terlihat dingin dan berbahaya, aku pun mengikuti Scarlett. Aku menutupi rambut mengkilapku dengan wig hitam, wig yang kupakai juga terlihat seperti rambut asli aku juga mengkuncir rambutku dan memakai kaca mata hitam. Kulepas aksesoris di tubuhku. Itu penting bagi seseorang yang akan menyamar sebab aku tidak ingin meninggalkan jejak apa pun yang bisa membahayakan identitasku kelak. Terakhir, aku menyematkan revolver kedalam jaket kulitku. "Aku sudah siap." Aku berdiri dan tanpa sengaja aku menatap cermin, aku melihat kegelapan dari balik bayangan cermin. Aku persis seperti Scarlett aku seorangpenjahat wanita, terkutuklah aku! "Letty apa kau bisa melakukan sesuatu?" tanya Scarlett dia menghampiri aku. "Bisakah kau membaca pikiran orang-orang disekitar sini? Maksudku, aku ingin kau menyamarkan situasi ini. Orang-orang akan mencurigai kita jika kita keluar seperti ini," ujar Scarlett. Aku mengerutkan dahi. Ya, aku bisa melakukan itu. "Baiklah," jawabku. Aku mulai menutup mata dan berusaha menerawang keberadaan setiap orang di sekeliling kami. Banyak sekali suara di sekelilingku, sepertinya di bawah sedang ramai. Aku perlu konsentrasi tinggi, untuk dapat mengirim sugesti dari jarak yang cukup jauh. Aku masih belum terbiasa melakukan ini, kuharap kali ini aku akan berhasil. Aku mengerutkan kening. Seseorang dengan balutan jas mahal. Turun dari mobil limosin, dan semua orang tampak memperhatikannya. "Selamat datang tuan Marthin. Kami sudah menunggu anda silahkan." "Sial!" Aku mengumpat, membuat konsentrasiku buyar. "Ada apa?" ucap Scarlett cemas. "Banyak polisi di bawah, sepertinya mereka sedang mengawal seorang pengusaha. Orang itu juga membawa banyak pengawal." "Sial, ini bisa menyulitkan kita. Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu, atau aku terpaksa pakai obat bius." Scarlett tampak cemas. Dia buru-buru mengambil koper kotak yang berisi suntikan dan banyak obat bius. "Tidak perlu. Orang-orang itu sudah naik ke lift. Sepertinya mereka akan mengadakan rapat di hotel ini," ucapku. Saat aku merasa sudah bisa berkonsentrasi lagi, aku kembali menutup mataku dan kembali berusaha menerawang situasi di sekelilingku. Aku penasaran apakah benar aku bisa melakukan seperti yang di Miami saat aku berhasil menguasai pikiran kawanan polisi itu. Apakah aku punya kekuatan seperti itu? Aku hanya menarik napas sambil menutup mata lalu mulai berbicara dalam hatiku.    "Semuanya berhenti. Apa pun yang kalian lakukan berhenti. Jangan bicara dan jangan lihat apa pun. Diam saja di tempat." Entah apa yang terjadi namun, aku bisa merasakan jika tidak ada lagi suara yang terdengar di telingaku. Semuanya terasa begitu sunyi dan kuharap aku berhasil melakukannya. Aku membuka mataku. "Ayo," ucapku. Aku mengisyaratkan Scarlett untuk segera keluar dari kamar. Cepat-cepat kami keluar dari kamar dan mendapati semua orang sedang berdiri sambil menatap dengan pandangan kosong. Sugestiku berhasil. Kami langsung menuju lift kariyawan dan beregas melewati pintu belakang.     "Itu mobilnya." Scarlett menunjuk range rover hitam yang sedang terparkir. Aku dan Scarlett langsung masuk. "Jhony, ayo pergi," ucap Scarlett. Namun sialnya Jhony juga ikut terperangkap dalam ilusi yang aku buat. Aku memejamkan mataku sambil menarik nafas panjang.    "Anggap saja ini tidak pernah terjadi. Berpikirlah kembali, kerjakan apa yang kalian kerjakan sebelumnya. Bangunlah!"      "Oh s**t!" Jhony mengumpat saat kesadaranya telah kembali, dia juga terlihat kaget saat melihat aku dan Scarlett sudah berada dalam mobil. "Ayo, tidak ada waktu lagi pesawatnya akan mendarat," ucap Scarlett. Jhony langsung menyalakan mesin mobil dan kami segera menuju bandara dengan kecepatan tinggi. Tidak sampai sepuluh menit mobil kami sudah tiba di bandara, seseorang langsung menghampiri kami sepertinya dia salah satu anak buah Jhony yang menyamar menjadi petugas bandara. Kami di bawanya menuju landasan pesawat, tepat di sebuah Jet bertuliskan A523 yang merupakan jet milik dad, mereka sedang memindahkan bungkusan paket berisi narkoba dalam bentuk sterofom ke sebuah helikopter yang terparkir tepat di sebelah kanan jet milik dad. "Letty awasi sekeliling," ucap Jhony. Aku mengangguk. Aku menutup mataku untuk memperkirakan sekiranya ada berapa orang yang bisa di curiga memantau pemindahan barang yang sedang kami lakukan. Ada beberapa orang, mereka petugas bandara ada juga beberapa orang di anjungan mereka tidak terlihat mencurigakan. "Pemindahan paket hampir selesai. Kita harus pindah ke helikopter, sebab helikopter ini akan langsung mendarat di rumah Nate st. Jhon," ucap Scarlett. Aku mengangguk dan segera melakukan perintah Scarlett. Kami bertiga pindah ke helikopter dan beberapa saat kemudian anak buah Jhony mengangkat jempolnya sebagai tanda bahwa barangnya sudah selesai di pindahkan. Jhony memberi isyarat kepada pilot, dan si pilot langsung menjalankan helikopter Di tempatku, aku berpikir. Apakah aku memang bisa berkomunikasi dengan orang lain, bahkan bisa memanipulasi otak mereka dan membuat ilusi pada bayangan mereka. Sejak kapan kekuatan ini? Aku memang bisa mendengar isi pikiran orang lain sejak dulu dan hanya Chester yang tahu semua itu namun, ketika aku membayangkan betapa aku bisa melakukan hal-hal yang lebih besar dari itu, aku pun bergidik. Jika aku bisa melakukan hal-hal menakjubkan seperti itu, maka itu semakin memudahkan aku untuk menghancurkan sindikat ini. "Letty, apa kau bisa mengubah suaramu?" Jhony bertanya padaku. Aku menggidikan bahu sambil memanyunkan bibirku. "Sebaiknya kau sedikit mengubah suaramu, atau kau tidak perlu mengeluarkan sepatah katapun. b******n itu mungkin akan mengajakmu berbicara, kau bisa gunakan kemampuanmu. Jangan gunakan kekerasan, kita tidak bisa menyentuh b******n itu tapi kau bisa membuatnya tidak berkutik," ujar Jhony. Aku jadi makin penasaran dengan b******n itu. "Tidak perlu khawatir, aku akan melakukan apa yang perlu," ucapku. Jhony mengangguk pelan. Sepertinya Jhony dan Scarlett sangat tegang, bukankah pekerjaan ini sudah biasa bagi mereka? Kenapa mereka begitu gugup hanya karena seseorang bernama Nate st. Jhon itu? ****    Beberapa saat kemudian helikopter berhenti di roof penthouse, seseorang memberikan tanda dan helikopter segera mendarat. "Tunggu," Scarlett menahan aku saat aku hendak turun, dia memberi isyarat padaku agar aku tetap berada di belakangnya. Scarlett dan Jhony duluan turun dan betapa kagetnya aku saat melihat sekelilingku sudah di penuhi orang-orang berbadan kekar. Seorang dia antara mereka berjalan ke arah kami. "1 ton 11 juta dolar" "12 juta dolar," sergah Scarlett dengan tegas dan lantang.     "Who is there?" ucap lelaki itu dengan menatap ke arah Scarlett, dia mendekati Scarlett dan berjalan memutari tubuh Scarlett sambil mengamati tubuh Scarlett dengan seringaian c***l yang menjijikan.    "You b***h wanna party with us?" Bisik lelaki itu tepat di kuping kanan Scarlett yang terdengar sampai di telingaku.   "In your wildest dream, asshole!" ucap Scarlett sambil melemparkan tatapan sinisnya. Pria itu malah terkekeh kemudian mengalihkan pandangannya padaku, dan sialnya dia mulai berjalan mendekatiku.     "Lenglof, you bring a new b***h. Hah? Mmm ... you look so hot honey." Aku menepis tangannya yang hendak menyentuh pipiku. Dia tidak terima dan hendak menamparku. Namun dia melakukan kesalahan saat menatap mataku, dan aku berhasil mengunci pergerakannya.    "Diam, tetaplah diam. Atau kubunuh kau." Aku mencoba berinteraksi dengannya lewat tatapan mata kami. Dia melotot padaku dan memakiku dalam hatinya saat tangannya yang hendak menamparku menjadi kaku dan tertahan di udara. Seluruh anak buah yang melihatnya mulai mendekat, aku harus berusaha untuk mengontrol mereka juga. Aku berusaha masuk kedalam pikiran mereka lalu memerintahkan mereka untuk berhenti. Mereka semua pun berhenti. Sedikit merasa senang namun nyatanya semua ini membuatku lemah. Tubuhku seperti mengeluarkan banyak tenaga dan aku mulai sadar jika kemampuan ini memeras tenagaku. Ini tidak boleh terus berlanjut. Aku harus melakukan sesuatu. Aku mendekat kepada pria di hadapanku dan memegang wajahnya agar dia semakin menatap mataku, agar aku bisa berinteraksi dengannya.     "Apa kau Nate sr. Jhon?"    "Cih, kau pikir kau siapa gadis bodoh?" Sesuatu tiba-tiba muncul di pikiranku. Bayangan api lalu di susul ledakan besar, hingga membuat pria itu tampak ketakutan. Sepertinya kekuatan ini bisa membuatku melihat masa lalunya. Dia pernah mengalami kejadian buruk di masa lalu, saat aku memutar kembali ingatannya itu dia tampak gemetar dan takut. Sepertinya ketakutan terbesarnya adalah kecelakan yang menewaskan keluarganya itu. Dia adalah orang kepercayaan Nate dan dia merupakan orang terkuat di sini. Dia berusaha melawan sugestiku namun aku terus memberikan bayangan masa lalunya. "Kau mau lihat yang lebih menyeramkan? Kau akan ku bakar seperti mereka membakar keluargamu" "Jangan. Jangan lakukan!" "Lihat dan ingat wajahku, setelah ini kau cukup diam saja di belakang kami. Panggil tuanmu Nate, katakan paketnya sudah tiba dan berikan 12 juta dolar milik kami. Kau mengerti?!" "Y-ya," "Anggap saja ini tidak pernah terjadi. Kita akan mulai dari awal, kau hanya akan mengecek barang kami kemudian memberitahukannya pada Nate dan Nate akan menyerahkan uang kami. Kau tidak akan ingat kalau kau pernah mengatai aku jalang." Aku kembali memejamkan mataku dan mengucapkan kalimat yang sama dalam hatiku, dan ku perintahkan mereka semua untuk sadar. Mereka kembali pada posisi semula, dan tidak satupun dari mereka yang mengingat apapun kecuali pria di hadapnku. Dia terlihat tidak berani menatap mataku. Dia cukup kuat dengan pendiriannya hingga tidak gampang aku mempengaruhinya. "Berikan uangnya." Pria itu memerintah sambil melirik kebelakang kemudian beberapa orang pria mengangkut dua bongkahan peti. "Buka petinya," ucap Jhony, Jhony mempunyai trik khusus mengetahui jumlah uang dalam peti. Dia bisa mengetahui jumlah uang hanya dengan melihat setiap sudut peti. Dia juga bisa mengetahui jika uangnya ada yang palsu atau tidak. "Tutup kembali," ucap Jhony, saat memastikan bahwa uangnya tidak kurang. "Tunggu ...." Tiba-tiba seorang pria jangkung dengan setelan jas serba hitam muncul dari pintu kaca yang merupakan pintu masuk ke dalam penthouse. Pria itu berjalan dengan angkuh sambil menatap lurus ke depan. Jhony dan Scarlett sampai memasang kuda-kuda. Aku tahu dia pasti Nate. Aku ingin mencoba kembali kekuatan yang aku miliki. "Semuanya berhenti. Jangan ada yang bergerak." Semua orang di sini berhenti kecuali aku dan Nate. Aku membiarkan Nate mendekatiku tanpa tahu apa yang terjadi, aku ingin lihat apa yang bisa dia lakukan sekarang. "Siapa kau, dan berapa Lenglof membayarmu?" icap pria ini tepat di depan wajahku. Auranya begitu dingin, aku menatap matanya yang memancarkan kengerian yang dahsyat hingga sekujur tubuhku merinding ketakutan. Dia menatap mataku, suatu kesempatan untukku agar bisa masuk kedalam pikirannya, namun tidak aku lakukan. Belum saatnya. "Kau punya sesuatu, kau seorang pengendali?" tanya dia. Ternyata dia mengamati yang aku lakukan pada anak buahnya, dia memerhatikanku sejak tadi. Aku menatap matanya lekat-lekat dan berusaha masuk ke dalam pikirannya, namun seperti ada dinding hitam yang menghalangi aku untuk dapat masuk kedalam pikirannya. Sial, dia tahu caranya untuk bisa lolos dari ilusi seseorang. "Aku tidak menyangka Black Glow mengirim kejutan untukku. Aku suka ini, siapa namamu?" Lagi dia bertanya. Aku tidak menjawab. Aku membuat kesalahan saat meremehkan kemampuan b******n ini. Ternyata dia bukan orang yang lemah seperti anak buahnya, dia tidak memiliki ketakutan apa pun dalam hidupnya sehingga sangat sulit bagiku untuk bisa menguasai pikirannya. "Aku bisa membayarmu 100 kali lipat dari yang Black Glow berikan padamu, asal kau mau bekerja untukku." Dia semakin mendekat. Kalau begini aku tidak bisa diam lagi, tidak ada cara lain selain melawan. "Berikan saja 12 juta dolarnya. Aku tidak butuh uangmu selain 12 juta dolar yang merupakan kesepakatannya," ucapku. Keberanianku tiba-tiba muncul dan aku jadi semakin tertantang untuk menghabisinya. "Ouh ... kau ingin cepat pergi rupanya. Kau harus tahu, orang akan berpikir dua kali untuk menolak tawaranku. Jika kau tidak ingin bergabung maka kau juga tidak boleh pergi hidup-hidup." "Begitukah?" ucapku angkuh. "Kau bisa menghipnotis anak buahku, tapi kau tidak bisa melakukannya padaku. Kau tahu kenapa?" Dia menatapku dengan tatapan membunuh. "Itu karena aku kuat," DOR .. DOR .. DOR Tiga peluru langsung kuhadiakan pada dadanya. Aku benci basa-basi. Dia langsung tersungkur di depan kakiku. Namun anehnya, mengapa dari ketiga peluru yang berhasil masuk tidak ada setetes darah yang keluar dari tubuhnya, padahal aku cukup yakin peluruku berhasil menembus kulitnya. "Kau tidak suka bermain yah, kau ingin pertarungan sesungguhnya yah?"    Mustahil .... Sial ternyata pria ini memakai pelindung di dadanya. Dia berdiri dengan cepat lalu menarik kaiku, aku langsung terjatuh dan punggungku mendarat keras di atas lantai. Aku memendam rasa sakit itu selama tiga detik lalu kuangkat kakiku tinggi dan mendorongnya. Aku berdiri dan dengan cepat kuhadiakan pukulan di lambungnya. Dia sempat membungkuk namun dengan cepat dia berdiri lagi dan sialnya aku tidak bisa menahan pukulannya. BUKK Wajahku terlempar dan itu sialan sakitnya. Aku berbalik lagi dengan cepat. Bersiap memperkuat lenganku. Kami berhadapan. Sialan, aku harus bisa menyerang organ vital jika aku ingin segera menghabisinya. "Kau pikir aku akan berkelahi denganmu?" ucap dia. Aku mengerutkan kening dan sialnya dia merogoh sesuatu dari balik jasnya dengan sangat cepat. DOR .. DOR .. Suara tembakkan kembali terdengar. Kini giliran pria itu yang menembakkan peluru. Aku bersyukur instingku bergerak cepat dan tubuhku merespon dengan gesit sehingga aku punya kesempatan untuk mengindari peluru itu. Pria itu menjadi brutal. Dia menembak membabi buta menyerangku. Sialan, aku terus bergerak mencari sesuatu yang bisa menjadi tamengku. Bergegas aku berlari ke arah helikopter. Matanya terus mengekori aku sambil tidak menghentikan jarinya untuk menarik pelatuk. Sialan! Aku meraih tubuh Scarlett dan Jhony bersamaan. Mereka bisa kena tembakkan jika terus berdiri di sana. Aku berlari lagi lalu membawa mereka kebelakang badan helikopter. Dadaku naik turun dan jantungku berdetak meningkat. Sialan, aku tidak bisa membiarkan semua ini. Dia juga tidak akan menghentikan tembakkannya.    Fokus Letty, fokus. Aku bergumam lalu kutarik nafasku. Menahannya sambil menghitung angka satu ... dua ... ti— "Kau terlambat sayang." Aku mendongak. Sialan! Dia seperti hantu. Dia membuatku terkejut dengan muncul tiba-tiba. Aku ingin bergerak tapi dia telah lebih dulu mengunci gerakku dengan mengarahkan pistol ke dahiku. Aku tersenyum kecut. Dia tidak memperhitungkan sesuatu. Aku seorang pegulat dan musuhku tepat berada di depanku. Tidak ada alasan lagi. Dengan cepat kutarik lengannya, maju sedikit. Kuangkat kakiku tinggi dan BUKK sepatu bootku menyentuh wajahnya. Aku berbalik lagi, dua detik adalah waktu yang cukup untuk bisa memutar lengannya dan naik di atas pundaknya. Aku berada di atas, saat dia lengah aku langsung meraih kepalanya, terkunci. Tulangku siap memutar kepalanya dan dalam hitungan pertama.     KRAK ... Dia melawan dan meraih tubuhku namun dengan cepat kulilitkan kakiku ke lehernya. Tulang di pahaku bisa mengunci lehernya. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Aku memegang kepalanya dengan sangat kuat kemudian kuputar dengan cepat. .KRAK ... Aku berhasil mematahkan kepalanya namun sialnya manusia ini masih bisa menggerakkan tangannya padahal dia sudah tersungkur di bawah sana. Ini akan fatal lalu aku mengambil pistol yang tergelatak di sampingnya dan segera ku arahkan pada kepalanya dan menarik pelatuk.   DOR Kuyakin satu peluru itu bisa membunuhnya. Aku bernapas lega. Setelahnya, kuraih tubuh Scarlett dan Jhony. Aku menarik ilusiku kembali untuk membuat mereka sadar. Mereka akhirnya bergeming. Awalnya seperti orang linglung namun, perlahan otak mereka kembali ke keadaan semula. "Scarlett, masukan uangnya dan ayo kita pergi," ucapku tergesa-gesa. Dadaku masih bergetar hebat dan sejujurnya aku sempat takut barusan. "Apa yang terjadi?" Scarlett menatapku heran. "Aku membunuh Nate, sekarang cepat naikan uangnya," "APA?" Jhony dan Scarlett memekik bersamaan. "Ya, lihat di sebelah sana." Aku menunjuk ke arah mayat Nate dan Scarlett mendekat. "Oh sial, kita dalam masalah besar," ucap Scarlett panik. Aku tidak mengerti apa maksudnya. "Apa maskudmu?" tanyaku. Jhony melarikan tangannya meremas dahinya lalu aku beralih menatap Scarlett dan dia sama tegangnya dengan Jhony. Scarlett dengan cepat meraih tanganku dan menarikku dari sana. "Letty, cepat naik. Kita tidak punya banyak waktu," ucap Scarlett. Aku naik lebih dulu sementara Jhony dan Scarlett memindahkan dua peti berisi uang. Ketika Jhony menatap kedepan, dia melihat dua pilot tidak sadarkan diri. Sepertinya pria tadi membunuh mereka dengan tembakkan. Namun Jhony tidak terlihat panik. Dia mengeluarkan kedua orang itu dari kursi mereka lalu kemudian Jhony masuk dan duduk di sana, di belakang kemudi helikopter. Jhony mulai memasang mesin dan helikopter membawa kami dari sana. "Letty, apa kau terluka?" ucap Scarlett. Sambil melihat-lihat tubuhku. "Tidak. Aku tidak apa," "Letty, yang kau bunuh itu bukan Nate." "APA?" Aku memekik. "Apa maksudmu, dia Nate," ucapku dengan nada tinggi. "Nate tidak berada di penthouse dan mereka semua hanyalah anak buah Nate. Kau membunuh Morgan, dia adalah kepala pengawal di situ. Nate akan mengincar orang yang telah membunuh Morgan, siapapun yang berhasil mengalahkan anak buah Nate, maka dia akan mengejar orang itu, dan menjadikannya anak buah. Mungkin dia juga akan buat perhitungan dengan tuan besar," tutur Scarlett. "Apa?" Suaraku terdengar pelan. Aku jadi merasa bodoh telah salah membunuh orang. Akibat kecerobohanmu aku jadi memancing perang. "Lalu, aku harus bagaimana?" ucapku panik. "Tenang, kau harus ceritakan ini pada ayahmu. Dia akan memberimu solusi. Tapi lain kali kau tidak boleh bertindak sendiri, kau tidak tahu seberapa besar kekuatan musuhmu. Jangan gegabah." Aku mengangguk pasrah pada perkataan Scarlett. Aku cukup yakin jika masalahku akan lebih panjang setelah ini. Oke Letty, you're going in big trouble!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD