60. No Room for Traitors

1617 Words
Terjadi kericuhan besar setelah kejadian di perbatasan laut Miami kemarin malam. Tak menunggu lama bagi gadis Van Der Lyn itu untuk semakin gencar melakukan siasatnya. Malam berlalu dan Letty langsung mengumpulkan semua anak buah, di Beverly Hills, markas yang secara khusus menjadi markas di bawah kekuasaan Letty Van Der Lyn. Sang bos besar terpaksa harus turun tangan. Yah, Fredrick Van Der Lyn harus rela terbang dari New York ke Beverly Hills untuk mengurus kericuhan ini. "Aku memecat Lamar dan itu tidak bisa di ganggu gugat. Lamar dan semua anak buahnya telah terbukti lalai. Mereka hampir membahayakan tim," jelas Letty. Fredrick dan Letty tengah berada di lantai tiga, sebuah ruangan yang dikhususkan bagi Fredrick dan putrinya untuk berbicara. Lucas berdiri di samping kakaknya, Fredrick. Dia tidak berhenti mendesis sambil meremas dagunya. Sementara, Fredrick belum kunjung mengatakan apa pun. Dia hanya terus menatap putrinya. Tatapan menyelidik, seolah mencari sesuatu di balik manik abu-abu biru di depannya. Jemari tangan kanannya perlahan-lahan mengetuk meja, menimbulkan irama yang menggema di ruangan berukuran lima kali enam ini. Terdengar helaan napas panjang setelah itu dan asalnya dari depan gadis Van Der Lyn, berasal dari Fredricksen. "Kau tahu sudah berapa lama Lamar bekerja untukku?" Fredrick mulai berucap dengan suara rendah dan berat. Sorot mata tajam dia arahkan pada putrinya. Letty yang sejak tadi terlihat santai dengan memangku kaki sambil melipat tangan di d**a. Satu sisi pundaknya terangkat bersamaan dengan memanyunkan bibir, mempertegas jika dia tidak serius menganggapi pertanyaan ayahnya. "Lima belas tahun," ucap Fredrick. Fredrick masi. menatap putrinya. "Saat itu dia hanya seorang remaja nakal yang mencuri di sebuah mini market, aku mengambilnya dan dia telah berdiri di jajaran orang paling loyal selama lima belas tahun. Dia menjadi ketua teritori saat berumur dua puluh tahun. Lima tahun setelah bergabung dengan Black Glow. Selama sepuluh tahun menjadi ketua teritori tak pernah sekali pun Lamar melakukan kesalahan, bahkan untuk hal yang paling kecil sekali pun." "Justru karena dia merasa dia telah terlatih selama lima belas tahun, sampai-sampai kemarin dia terlihat santai dan sayangnya ...." Letty memajukan wajahnya untuk lebih mendapatkan perhatian ayahnya. "Kemarin adalah hari dimana dia lalai dan hampir membahayakan nyawa kami semua. Bagaimana jadinya jika kami tidak ada di sana? Mungkin mereka semua sudah terbunuh dan kau tidak dapat dua puluh dua juta dolar itu." Letty memutar wajah melirik tumpukan peti yang ada di sisi kanan ruangan, di samping pintu masuk. Fredrick melirik sinis ke arah peti-peti yang tengah berjejer, tersusun rapi di sana. Fredrick menarik napas panjang setelah itu, kemudian membawa punggungnya ke sandaran kursi. Dia kembali menatap putrinya. "Aku tidak bisa memecat Lamar," ucap Fredrick. "Tidak perlu," Letty menurunkan kakinya serta melepas tangan yang terlipat di d**a, dia bersiap untuk berdiri dari kursinya. "Karena aku yang akan melakukannya." "Tidak, kau tidak bisa," sergah Fredrick dengan nada datar. "Aku juga tidak setuju jika tiga orang itu masuk kedalam the squirrel." "Mereka orang pilihanku, Dad." "Iya, tapi mereka belum tentu memiliki loyalitas seperti Lamar." "Loyalitas?" Letty terkekeh sinis setelah itu. Dia menarik sesuatu dari balik jaket kulitnya. Di depannya, Fredrick menaikkan setengah alis. Tangan Letty bergerak — perlahan mengeluarkan beberapa lembar foto yang masih tertumpuk rapi. Kemudian mulai menaruhnya ke atas meja lalu  mendorongnya hingga ke depan tangan Fredrick. Terlihat kerutan di dahi Fredrick saat matanya jatuh ke bawah, di atas meja. Fredrick mengangkat pandang, menatap putrinya sebentar lalu Letty hanya menunjuk dengan satu alisnya pada foto di depan ayahnya. Fredrick akhirnya menggerakkan tangan meraih satu lembar foto di depan, mengangkat hingga kedepan wajahnya. Kemudian matanya melebar sempurna setelah mengenali siapa orang di balik foto itu. "Dari mana kau dapatkan ini?" tanya Fredrick. "Sebenarnya aku tengah mencari informasi tentang Abu Syekh namun, hal mengejutkan justru terjadi saat aku me-" "Yang aku tanya dimana kau dapatkan foto ini?" sergah Fredrick, masih dengan suara rendah namun, dua sisi rahang yang mulai mengeras itu cukup menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. "CCTV rumah milik Abu Syekh. Kami berhasil menemukan tempat tinggalnya dan di luar dugaan, ternyata terpasang banyak CCTV di rumah itu. Dia di awasi sebab sepertinya dia terlibat korup dengan pejabat di sana," tutur Letty. "Lantas mengapa Lamar ada disana?" Letty mengangkat tangan di depan d**a lalu menaikkan bahu. "Kau bisa tanyakan padanya, untuk apa bertanya padaku? Apa kau akan mempercayai putrimu sendiri ketimbang anak buah yang sudah melayanimu dengan loyalitas tinggi selama lima belas tahun?" "Lucas, panggil Lamar." Rahang Fredrick benar-benar mengeras. Satu sisi tangannya mengepal dengan kuat di atas meja. Darah Fredrick seperti mendidih, menjalar ke pembuluh nadi hingga ke otaknya membuat pria dengan julukan Black Papa itu meradang. "Bos, kau mema-" DOR Hanya satu tarikkan dari jari telunjuk, dan hanya sebuah peluru dan tanpa melihat ke arah bidikkan. "Dad ...." Letty bergumam sambil membulatkan mata. Mulutnya menganga sempurna dan dia masih tidak yakin jika sedetik yang lalu adalah perbuatan ayahnya.  Letty menatap pria yang tengah tersungkur di depan kakinya dengan kepala yang mengeluarkan banyak darah. Dia menggeleng pelan, masih tidak percaya jika barusan Fredrck menembak Lamar yang katanya adalah anak buah loyal. Tak ada pertanyaan yang berbelit-belit atau pun sebuah peringatan, tidak ada, selain peluru yang mendarat cepat dan tepat langsung ke dahi Lamar. Pria n***o itu tewas dalam hitungan detik dan Letty, dia mulai menyesaili perbuatan gegabahnya. Letty pikir Fredrick hanya akan memarahi Lamar lalu memecatnya atau setidaknya menurunkan pangkatnya namun, bisnis ini bukan bisnis perkantroan dimana harus ada surat peringatan dahulu untuk setiap kesalahan dan hal terbesar yang akan di terima seorang pegawai yang telah melanggar aturan adalah dengan memecatnya. Tidak, ini sebuah sindikat. Sindikat mafia paling menakutkan dari yang pernah ada sebelum-sebelumnya. "Dad, apa yang kau lakukan?" Letty mulai menaikkan nada bicaranya. "Tidak ada ampun bagi seorang penghianat. Sebesar apa pun loyalitasnya selama lima belas tahun, jika dia berniat untuk menghianati aku, walau hanya untuk dua jam, dua menit bahkan untuk dua detik sekali pun, maka tak ada pilihan lain baginya selain kematian." Letty menelan ludah dengan susah payah. Lagi-lagi Letty melihat sisi lain dari ayahnya yang ternyata benar-benar mengerikan. Dia bukan tegas lagi tapi  mengerikan. Bagaimana bisa dia menembak seseorang tanpa menyelidik dahulu kebenarannya. Dalam hati, Letty sangat menyesal menjadikan Lamar sebagai kambing hitam. Bukan ini yang gadis itu inginkan. Sepanjang hidup, sepertinya Letty akan mengingat hari ini, hari dimana dia harus menanggung darah dari Lamar. Fredrick berdiri dari duduknya dan bersiap meninggalkan ruangan itu, namun dia berhenti di ujung kaki Lamar tapi pandangannya ada pada putrinya. "Never hesitate to kill, or ... You will be killed. Ingat itu, Letty Murphy." Lutut Fredrick berbalik sempurna. Dia meninggalkan ruangan itu, di susul kemudian oleh Lucas Van Der Lyn. Hati Letty benar-benar sesak saat matanya seolah tak ingin berhenti menatap kebawah. 'Maaf Lamar, aku tidak bermaksud membuatmu terbunuh. Tapi, tak ada pilihan lain untuk meruntuhkan sindikat ini. Aku berjanji, akan sesegera mungkin menghancurkan sindikat yang sudah membuat kalian harus bekerja dengan taruhan nyawa.' Batin gadis itu. Letty berdiri dari sana kemudian dia segera keluar. Diluar ruangan, Fredrick tengah berdiri di tangga menuju lantai satu sementara anak buahnya yang berjumlah dua puluh empat orang kini berdiri. Membentuk lingkaran rapi sambil menghadap sang tuan besar. Di barisan paling belakang ada tiga orang bandit bersama Chester Peterson. "Lamar telah keluar dari teritori," ucap Fredrick. Tidak ada respon dari anak buahnya. Setidaknya Letty yang berdiri dengan jarak dua meter di belakang Fredrick, dia berharap agar anak buah Fredrick bisa sedikit mempertanyakan keputusan Fredrick tapi sepertinya mereka cukup tahu jika apa yang telah di putuskan sang bos adalah hal yang paling mutlak. "Chester ...," panggil Fredrick. Dagunya terangkat, maniknya menangkap manik biru milik Chester Peterson. Pria yang di panggil itu bergegas menghampiri tuannya. Berlutut di depan tangga dengan kaki kanan sebagai tumpuannya sambil menundukkan kepala. "Mulai saat ini akan menjadi ketua teritori the squiller," ucap Fredrick. Letty dan Chester kompak melebarkan mata. Sangat tidak percaya dengan semua ini. Sementara tiga orang bandit di barisan paling belakang tertawa kecil sambil melayangkan kepalan tangan ke udara. Zack dan Ben melakukan fist pump. Mereka begitu senang mendengarnya. Semua yang direncanakan Letty akhirnya tercapai. Walau harus melalui perdebatan, pertarungan dan tragedi yang barusan terjadi, tapi gadis itu harus bersyukur sebab sepertinya misi untuk membubarkan sindikat semakin menemukan titik terang. Awalnya Letty hanya berharap Mike dan dua temannya bisa masuk kedalam tim tupai agar mereka bisa membantu Letty menggagalkan pengiriman namun, Letty harus berpikir kejam dan mensyukuri kematian Lamar karena ternyata lewat kematian Lamar, Fredrick bisa menjadikan Chester sebagai ketua tertori. Kini, the squiller telah sepenuhnya berada di dalam kendali Letty. Tak perlu lagi ada perdebatan dan kamuflase. Mereka bisa langsung membuang barang haram tanpa harus merasa was-was oleh sebab takut rencana mereka akan di ketahui Lamar. Lamar kini sudah pergi. Semua formasi the squiller telah resmi di rombak. Chester adalah ketuanya. Ben dan Zack adalah antek-antek Chester mulai saat in. Sementara Mike, dia tetap harus berada di sisi Letty karena Letty butuh otak dan kecepatan jari milik Mike. Masih ada banyak musuh yang harus dia hadapi. Masih akan ada pertarungan setelah ini. Masih banyak darah yang harus dikorbankan. Tapi, setelah ini ... Letty ingin sedikit bersenang-senang. "Mike, ayo." Letty memberi isyarat dengan kepala menunjuk mobil di depan rumah milik Van Der Lyn di Beverly Hills. "Chester, terima kasih." Letty berucap kemudian meraih tubuh Chester untuk memeluknya. Mereka harus berpisah sebab Chester harus menetap di Florida karena, di sanalah semua produksi barang haram di lakukan. "Aku akan menunggu kode darimu." Letty berbisik di samping telinga Chester. Cade mengangguk. Mereka melepas pelukan. Chester menarik senyum simpul, meraih kenop pintu mobil agar Letty tidak perlu repot- repot lagi melakukannya. "Jaga dirimu," ucap Chester. Letty hanya mengangguk lalu dia melambaikan tangan pada semua orang termasuk ayahnya yang masih berdiri di depan pintu rumah. Tak ada ekspresi dari wajah Fredrick. Dia mengalihkan pandang menatap punggung pria Peterson di bawah sana. "Aku yakin mereka punya rencana," gumam Fredrick.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD