61. Lustful

1569 Words
Jame Flame's Apartemen of London. 03.47 pm __________  Letty bergegas meraih pintu lift saat pintu itu hampir tertutup. Hampir tersandung dengan kaki sendiri, namun Letty masih pada kontrol yang baik untuk bisa menjaga bobot tubuhnya hingga tak sampai jatuh. "Fyuh ... semoga dia masih di sana." Letty bergumam. Jari telunjuknya siap menekan tombol dua puluh. Menatap dengan tidak sabaran angka demi angka yang berganti, dan Letty mulai gelisah di tempatnya berdiri. Bel berbunyi dan pintu lift terbuka. Letty segera keluar. Kaki jenjangnya melangkah dengan tidak sabaran menyusuri koridor apartemen. Seseorang tengah menunggunya. Dia sedang menundukkan kepala sambil mondar-mandir di depan unit milik Letty Murphy. "Oh my God ...." Letty bergumam lagi sambil memutar bola mata. Oke, dia sudah membuat seseorang sedang menunggu —lagi. "Baby ...." Kali ini Letty harus lebih dulu menyapa pria maskulin itu dengan panggilan sayang. Akexander Oliver, memutar lutut saat mendengar suara itu. Dia mendesah lega setelah melihat siapa yang sedang berlari ke arahnya. Kegelisahan pria Oliver itu berakhir saat Letty meraih tubuhnya dan memeluknya dengan sangat erat. Masih belum berucap apa-apa. Hanya memeluk untuk melepas rindu. Letty tersenyum saat menghirup aroma parfum maskulin di tubuh pria yang kini dalam pelukannya. Alex juga sama. Walau dia tidak tersenyum, hanya menutup mata. Dia tengah menghirup dalam-dalam dan mengambil napas sambil menutup mata di dalam ceruk leher Letty. Menahan dekapan di pinggang Letty agar Alex bisa berlama-lama menghirup aroma memabukan Letty yang terasa seperti strawberry dan s**u. Dia merindukan wangi ini selama beberapa hari dan itu sempat membuatnya uring-uringan tidak jelas. Padahal ... untuk lelaki sekelas Alexander Oliver, dengan pengalamannya sebagai pemain wanita, sebenarnya sangat mustahil jika dia akan tergila-gila merindukan seorang wanita. Alex bisa saja mencari seorang gadis, oh tidak, maksudnya para gadis berkeliaran di sekelilingnya. Sebut saja salah satunya Thiana, sekretaris Alexander. Dia bisa menjadi teman bermain Alex, namun tidak. Belakangan ini Alex tidak lagi ke club, tidak lagi menghubungi Thiana, tidak lagi membalas pesan dari banyak gadis yang meminta Alex segera bertemu dengan mereka dan menghabiskan semalam berdua di atas ranjang king size, tidak. Alexander Oliver kini hanya menginginkan seorang wanita. Wanita yang kini berada dalam pelukannya. Gadis tomboi dari Northampton itu begitu memikat hatinya. Seolah-olah Alexander tak menemukan celah pada pemilik rambut pirang itu, celah untuk membuatnya berpaling, celah untuk membuatnya memikirkan wanita lain. Letty Murphy telah menutup semua pintu yang mungkin bisa di lalui gadis manapun yang ingin masuk kedalam hati Alexander Oliver. Dia telah menguasai pria ini, tapi tidak  dengan kemampuan yang dia miliki, tidak. Dia tidak bisa melakukan itu. Hanya saja ... Alexander benar-benar tergila-gila padanya. Alex bahkan masih mengira-ngira dalam hati mengapa dia sebegitu tertariknya pada seorang gadis tomboi. Apa mungkin karena mata abu-abu biru? Mungkin karena tingginya yang melebih tinggi Alexander? Mungkin pada bibir tipis berwarna  merah muda? Mungkin pada hidung mancung? Atau mungkin karena sifatnya yang selalu membuat Alex ingin membawanya kedalam pelukan. Memberikan semua kasih sayang yang layak dia dapatkan sebab gadis itu, telah benar-benar mencuri semua perhatiannya. "Maaf membuatmu menung-" Ucapan Letty terhenti saat Alex tiba-tiba menarik tengkuknya dan membawa bibirnya perlahan, bersentuhan dengan bibir milik Alex. Letty tersenyum di dalam mulut Alex. Gadis itu langsung melilitkan tangannya, memeluk dengan gerakan lembut leher milik Alexender, agar pria itu bisa semakin memberikan ciuman yang lebih dari sekedar ciuman biasa. Alex tak mau tinggal diam. Yang benar saja, dia sudah menunggu ini selama hampir empat hari. Letty tidak memberi kabar apa pun dan dia sangat kesepian. Kini, Letty Murphy harus membayar kegelisahan yang di alami Alex selama beberapa hari tidak bertemu. Alex mendorong pelan tubuh Letty hingga punggung gadis itu menyentuh tembok. Ciuman yang di berikan Alexander Oliver mulai berubah menjadi lumatan yang menjanjikan. Dia menarik bibirnya selama satu detik, menatap manik abu-abu biru di depannya lalu meraih bibir bawah Letty, menghisap dan menahannya selama beberapa detik lalu melepasnya, kemudian berpindah lagi meraih bibir di bagian atas membuat gerakan bibir yang lihai dan terampil memberikan kenikmatan di dalam mulut wanita yang di cintainya. Desahan kecil lolos begitu saja di bibir Letty. Dia tidak sadar jika suaranya memberikan efek yang teramat besar untuk Alexander. Hal itu terbukti saat tangan Alex yang tadinya melingkar di pinggul Letty kini mulai berpindah. Tangan Alex kini mulai merayapi pinggang Letty, bergerak sedikit cepat di punggung gadis yang tengah pasrah itu, seolah mencari sesuatu di sana. "Baby ...." Letty mulai mendesah. Dia mengerjap saat merasakan lidah Alex kini berada di lehernya. Menjilatnya lalu memberi kecupan. Letty harus rela menarik kepalanya sebab rasanya terlalu nikmat. Jemari panjangnya mulai mencari ujung rambut Alexander, kemudian menyelipkan jari-jemarinya, menyatu dengan rambut hitam milik kekasihnya. Helaan napas milik Alexsander begitu damai dan bisikannya bagaikan senandung yang indah membuat Letty tidak ingin menolak perlakuan Alex yang kini mulai gencar menjelajahi tubuhnya. Letty seperti melayang, tangannya kini terangkat meraih tembok di belakangnya, Alex membimbing tangan itu menguncinya di atas kepala Letty sementara bibirnya kembali meraih bibir gadis itu. Menarik dengan gerakkan lembut, melepas dengan penuh harap agar dia bisa kembali lagi. Letty merasakan sesuatu yang membuat area paling sensitif dalam tubuhnya seperti berdenyut, dan memang sedang berdenyut. Alex kembali meraih bibir merah muda itu. Kali ini sedikit agresif menyerang namun bibir Letty juga tampak sibuk membalasnya. Dia masih tidak ingin lepas dari bibir sensual yang sangat lihai di dalam mulutnya. Entah sudah berapa lama mereka berpagutan hingga akhirnya salah seorang dari mereka menarik diri. Itu Alex. Dan Letty hampir kecewa karena sensasi yang tiba-tiba memuncak harus rela berakhir. Letty bisa merasakan napasnya yang mulai tidak beraturan, bersama pria yang baru saja menjauhkan bibirnya dari bibir Letty. Alex meraih dua sisi rahang Letty. Mendekatkan wajahnya di depan wajah gadis itu. Tak ada jarak yang tersisa di antara mereka. Bahkan d**a Letty menempel sempurna pada d**a bidang Alex dan itu sukses membuat Letty harus menahan gidikkan geli. Alex suka sekali merasakan nafas Letty. Dia suka sekali ketika hidung mancung itu bersentuhan langsung dengan hidungnya. Keduanya masih sibuk mengembalikan irama napas dan jantung yang sempat berantakan beberapa saat yang lalu. "Baby ...." Kali ini Alex yang memanggil. Masih menahan wajah Letty di kedua sisi sementara gadis Van Der Lyn itu hanya mampu mengangguk sebab dia sibuk menelan saliva yang tiba-tiba terasa berat saat dia merasakan sesuatu yang keras di bawah sana, menyentuh permukaan skinny pants yang dia gunakan. Alex hanya mengikuti naluri untuk mendorong tubuhnya. Tanpa dia sadari, dia telah membuat gesekan yang membuat gadis di depannya seperti tersengat aliran listrik. "Hmm ...." Letty akhirnya mampu bersuara, walau sebatas bergumam. "Kau ingat kita harus ke Paris malam ini, kan?" Alex bertanya dengan suara rendah. "Y ... yah." Letty menjawab dengan susah payah. Terlebih saat Alex sangat sengaja mengangkat satu kaki Letty. Dia melakukan seperti malam itu. Sengaja sekali membawa satu kaki Letty ke pinggangnya agar dia bisa berada di dalam paha gadis itu. "Kalau begitu kau harus bersiap." Masih berbisik. Alex sengaja membuka mulutnya. Menggoda Letty dan itu berhasil. Letty hendak meraih bibir itu lalu Alex sengaja memundurkan wajahnya. Dia ingin bermain, lalu Alex memajukan bibirnya hanya untuk menyentuh permukaan bibir gadis itu. Letty tertawa kecil. Memangnya hanya Alex yang bisa menggodanya? Letty juga bisa.   Mereka tersenyum sambil saling bertatapan, mencari sesuatu dari manik lawan. Alex menurunkan kaki Letty dengan gerakan lambat. Tangannya perlahan bergerak, mengelus panggul gadis itu, perlahan. Tangan Alex kini menyentuh skinny jins milik gadisnya dengan tempo paling lambat. Terus bergerak. Kali ini kebelakang, pada dua bagian bawah tubuh Letty, meraih b***t milik gadis itu kemudian memberikan tekanan di sana sebelum akhirnya dia meremas b***t Letty. Letty melebarkan mata, mengigit bibirnya lagi lalu secara naluriah dia mengangkat tangannya lagi, kali ini meraih kepala Alex dan menarik rambutnya dengan kuat. Selanjutnya Letty mendesah dengan suara paling sensual yang pernah dia keluarkan. Oh, Alex tak sabar dan langsung meraih dagu lancip yang tengah terangkat itu dengan bibirnya. "Ehem!" Suara berat itu sontak membuat Letty dan Alex harus mengakhiri permainan saling memberi kenikmatan. Letty memalingkan wajah perlahan-lahan berusaha menepis sensasi erotis yang sempat di tebarkan Alex. Dia tidak ingin melihat ke sumber suara. Alex menggeram. Perlahan lututnya berputar. Ekor matanya menatap sinis pada sumber suara yang barusan mengganggu momen indahnya. "What the f**k, Fredo?!" Kali ini suaranya hampir meninggi, masih dengan tatapan tajam dan raut wajah yang berubah tegas. Kenapa juga house keeper itu tiba-tiba berada di sana. "Maaf, mengganggu Anda, tuan. Tapi, ponsel Anda berbunyi sejak tadi." Fredo menghampiri Alex sambil menyerahkan ponsel di tangannya. Alex langsung memutar tubuh dan meraih ponsel itu, namun sempat memberi tatapan tidak senang pada house keeper yang bertugas membersihkan rumahnya. Sementara di belakangnya, Letty mati-matian berusaha mengembalikan suasana agar kembali normal. Dia juga merutuki house keeper itu dalam hatinya. Letty menarik jaket kulitnya sambil memperbaiki t-shirt nya yang di buat berantakan oleh Alexander. "Ck!" Alex berdecak kesal saat membaca pesan di ponselnya. Buru-buru dia berbalik dan kembali menatap gadis di belakangnya. Mendekatkan tubuhnya lagi pada gadis itu lalu tersenyum dengan wajah paling seksi, itu menurut Letty. "Sepertinya kita akan lanjutkan ini di Paris," ucap Alex. Letty hanya bisa berusaha membuat senyum yang terlihat kaku di wajahnya. Alex mendekat, dia langsung mendekatkan bibirnya di telinga Letty. "Jangan lupa jika aku belum meminta apa-apa. Aku akan memintanya di Paris," bisik Alex. Letty lalu mendorong pelan tubuh Alex. Senyum jahil di wajah Letty saat dia akan melewati tubuh Alex dan bersiap memasuki unitnya. "Baby ...," panggil Alex. Letty menoleh. "Jangan lama-lama, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Letty hanya tersenyum. Dia terus memberi senyum, hanya itu yang bisa dia lakukan sebelum akhirnya menarik pintu rumah dan masuk kedalam apartemannya.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD