16. Clubing and meet him

3191 Words
Manhattan, New York, America. _________________________     "Apa?! Amterdam, katamu?” Letty memekik kaget ketika mendengarkan perkataan Lucas barusan. Sudah sejak pagi Letty dan kedua adiknya menanyakan keberadaan kedua orang tua mereka namun, baik Marie atau pelayan lainnya tak memberikan jawaban sesuai keinginan mereka hingga, paman mereka, Lucas datang dan memberikan penjelasan.     “Tenanglah Letty, astaga ….” Lucas berdecak di akhir kalimatnya sambil menggelengkan kepalanya. Suara pekikan keponakannya itu lantas membuat kupingnya pening. “Dengar, ayahmu akan bekerja sama dengan perusahaan besar di sana. CEO-nya mengundang ayah dan ibumu untuk datang di sebuah acara amal dan setelah itu mereka akan mendiskusikan kerja sama mereka,” lanjut Lucas.     Letty mengerutkan kening. Gadis itu seolah menangkap sesuatu dari ucapan pamannya.     “Kenapa?” tanya Lucas saat matanya bertabrakan dengan mata Letty.     “Tidak, aku hanya berpikir mengapa ibu tidak memberitahu kami. Maksudku, ini bukan pertama kalinya mereka keluar negeri bersama untuk urusan bisnis tapi, mom tidak pernah sekalipun lupa berpamitan kepada kami,” ucap Letty.     “Itu karena mereka sangat terburu-buru kemarin. Mengapa kau  memasang tampang curiga seperti itu, hah?” ucap Lucas.     “Bukan apa-apa paman, aku hanya-“     “Mereka akan kembali pekan depan, tenanglah.” Lucas mencoba menenangkan Letty. Sekalipun dia tahu bahwa tidak mudah membuat alasan di depan seseorang yang bisa membaca isi pikirannya. Untuk itu, Lucas berusaha mengatur detak jantung dan suaranya agar tidak menimbulkan kecurigaan Letty.     “Baiklah.” Letty membuang napas panjang. Gadis itu akhirnya berhenti menginterogasi pamannya.     “Jika paman menghubungi dad, tolong katakan padanya aku ingin bicara dengan mom,” ucap Letty. Kemudian dia berbalik, bersiap untuk melangkah dan meninggalkan tempat itu.     “Tunggu ….” Langkah Letty terhenti ketika mendengar suara Lucas. Dia mengurungkan niatnya untuk pergi dan berbalik kembali menatap pamannya. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” lanjut Lucas.     Letty mendengus. Dia masih kesal tidak bisa menghubungi ibunya sejak pagi dan itu merusak suasana hatinya dan sekarang, dia bersiap mendengarkan ceramah pamannya.     “Apakah harus sekarang? Mood-ku sudah rusak,” keluh Letty sambil melipat tangannya di d**a.     “Duduklah,” bujuk Lucas sambil menunjuk sofa di depannya. Letty memutar bola mata dengan kasar lalu melempar bokongnya dengan kasar di atas sofa. “Paman sempat berbicara dengan ayahmu semalam, dan dia memberitahu aku tentang keputusanmu. Well, sepertinya keputasanmu membuatnya gusar.     “Cih ….” Letty kembali memutar bola mata dengan malas. “Katakan padaku,” Letty menjeda kalimatnya. Dia memajukan wajahnya, memasang tampang serius sebelum melanjutkan kalimatnya, “Apa yang membuatnya marah dengan perkataanku. Dia yang memperkenalkan aku pada senjata dan membuat sandbag sebagai temanku bermain. Dia yang sejak dulu terobsesi membuatku menjadi prajuritnya. Menginginkan aku menguasai berbagai jenis bela diri. Tentu itu bukan sekedar untuk membuatku bisa melindungi diriku. Iya kan, paman?"     Lucas menelan ludah. Dia harus benar-benar berhati-hati pada setiap kalimat yang akan dia katakan pada Letty. “Ya, tentu. Tapi, Letty, tidakkah kau berpikir … jika kau menjadi CIA, siapa yang akan menggantikan ayahmu? Maksudku, siapa yang akan memimpin Van Der Lyn Group setelah kami. Dengarkan aku, Van Der Lyn Group sudah menjadi perusahaan raksasa. Kolega kami semakin banyak, anak perusahaan dimana-mana. Ayahmu benar-benar bekerja keras untuk mengembangkan sayap perusahaan dan membuat Van Der Lyn Group mampu berdiri sejajar dengan perusahaan besar dunia.”     “Dia hanya perlu menunggu beberapa tahun lagi dan Leonard sudah sangat siap memimpin perusahaan. Lagi pula, aku tidak pernah tertarik dengan bisnis apalagi menjadi pebisnis sepertinya itu tidak di takdirkan untukku,” ucap Letty.     “Leonard dan Lenox juga akan mendapat tempat di perusahaan, begitu juga dengan Canadia. Kalian semua akan menjadi penerus kami tapi, ketika adik-adikmu telah siap, maka perusahaan sudah semakin besar dan mereka akan memiliki tanggung jawab masing-masing. Bayangkan jika ayahmu terus memperluas bisnisnya, kudengar dia juga akan segera bekerja sama dengan salah satu perusahaan penerbangan. Mungkin dia akan membeli saham di sebuah perusahaan dan membuat nama Van Der Lyn tertera di maskapai penerbangan. Kalian harus bersiap menjadi wajah baru Van Der Lyn Group,” tutur Lucas.     Letty hanya berdecak kesal sambil terus menekkukan wajahnya. Ayolah, Lucas sangat membuatnya bosan dengan nasihat-nasihat yang sebenarnya tidak di butuhkan Letty saat ini.     “Bisnis? CEO? Apakah semua gadis akan melakukannya? Kupikir semua itu bertolak belakang dengan diriku, paman. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak berkenan dengan diriku.” Letty menepuk pahanya dengan kasar sebelum kakinya yang jenjang menginjak lantai. “Oh ya … Kumohon, jangan pernah memaksakan dan berharap apa pun dariku,” lanjutnya sebelum dia benar-benar meninggalkan ruang kerja pamannya dan tak berniat sekalipun untuk tetap tinggal disana.     Lucas meremas dahinya sambil menggelengkan kepala. “Benar-benar sifat Fredrick menurun padanya,” gumam Lucas.     ****     Letty benar-benar geram dengan semua ini. Di saat konflik dirinya dengan ayahnya belum menemukan titik terang, Fredrick malah dengan sengaja menghilang. Tidak ada informasi yang pasti selain perkataan Lucas yang mengatakan jika ayah dan ibunya sedang ke Amsterdam untuk urusan bisnis. Sempat terbesit keraguan di benak Letty namun, apa pun yang ingin dia lakukan saat ini, tidak serta merta bisa membawanya pada ibunya.     “Argh …!” Letty menggeram sambil mengacak-acak rambutnya. Dia membanting tubuhnya di atas sofa. Pikirannya begitu penat hingga dia perlu menarik napas berkali-kali sambil menyapukan pandangannya ke langit-langit ruangan. Ini benar-benar membuatnya frustasi. Sesuatu dalam dirinya begitu gelisah dan membuatnya gusar. Seolah sebuah firasat yang kuat mengatakan jika telah terjadi sesuatu antara kedua orang tuanya. Sebab, Elena tidak mungkin berpergian tanpa memberitahu mereka terlebih dahulu, apa pun situasinya.     “Leonard....” Letty menarik dirinya saat tiba-tiba sesuatu terbesit di benaknya. Cepat-cepat dia berdiri dan bergegas menghampiri kamar adiknya.     “Leo,” panggil Letty tanpa mengetuk pintu dahulu. Namun, adiknya tidak menggubris panggilannya. Leonard terlalu fokus pada layar ponselnya sambil jemarinya menari-nari dengan lincah di atas layar ponsel. Letty memutar bola mata kesal sambil melayangkan kedua tangannya ke udara.     “Leo,” panggil Letty lagi. Namun, lagi-lagi Leonard tidak menjawab. Letty menghentakan kakinya dengan kasar lalu berjalan cepat menghampiri adiknya.     “Leonard!” bentak Letty kali ini.     “What the f**k!” umpat Lonard, kaget. “Bisakah kau mengetuk pintu dahulu sebelum masuk?” ucap Leonard sambil melirik tajam kakaknya.     Letty terkekeh sinis. “Salahkan kuping sialanmu itu.” Giliran Letty melirik tajam adiknya. Dia berkacak pinggang sambil mencodongkan kepalanya ke bawah. “Aku memanggilmu sejak tadi, tapi kau tidak mendengarkan aku.”     Leonard berdecak kesal sambil membuang mukanya. “Ada apa?” ucapnya dengan nada dingin.     “Hubungi dad,” ucap Letty.     “Apa?” jawab Leonard, sisnis.     “Astaga ….” Lagi-lagi Letty melayangkan tangannya ke udara. “Hubungi dad!” teriak Letty sambil sedikit membungkukkan badannya pada Leonard.     “Apa kau tidak punya ponsel?” ucap Leonard sarkastik.     Letty mendengus lagi. Sepertinya kepalanya benar-benar akan meledak. “Aku tidak bisa menghubungi dad. Lagi pula apa kau tidak khawatir? Mom dan dad pergi ke Amsterdam tanpa memberitahu kita. Bagaimana jika Lenox rewel dan menanyakan mom, hah?"     “Jika maksudmu Lenox akan rewel, dia baik-baik saja saat bersamaku. Lihat,” tunjuk Leonard dengan wajahnya ke depan. Letty mengikuti arah mata Leonard. “Dia tertidur setelah lelah bermain.”     Letty memutar kepalanya dan kali ini dia sudah sangat kesal.     “Ck! Kenapa kau tidak menurut saja dan hubungi dad, katakan aku ingin bicara dengan mom,” perintah Letty. Keduanya saling melempar tatapan sinis sampai akhirnya pria itu mengalah pada kakaknya.     “Dasar mulut besar,” gerutu Leo. Tidak ada pilihan lain selain menuruti perintah kakaknya atau kupingnya akan meledak sebentar lagi.     “Halo dad,”     “….”     “Dimana mom?"     “….”     “Tidak, bukan aku. Let-“ ucapan Leo terpotong karena Letty menyumbat mulutnya. Leonard melotot pada kakaknya namun, Letty menggelengkan kepalanya. Dia memberi isyarat agar Leonard tidak meneruskan kalimatnya. Leonard lalu menepis tangan kakaknya dengan kasar.     “Lenox ingin bicara dengan mom,” ucapnya. Matanya masih terus menatap tajam wajah kakaknya. Oh astaga, Letty benar-benar membuat adiknya kesal.     “Leonard,” panggil Fredrick dari seberang sambungan telepon.     “Ya, dad.”     “….”     “Baiklah, aku mengerti. Maaf mengganggumu,” ucap Leonard lalu mematikan sambungan telepon.     “Apa katanya?” tanya Letty penasaran.     “Dad sedang meeting dan mom ada di hotel.”     “Ck!” Letty kembali bedecak. Berkacak pinggang sambil mengacak rambutnya. “Tolong jaga Lenox,” ucap Letty.     “Kau mau kemana?” tanya Leonard.     “Aku butuh udara segar,” jawab Letty. Leo hanya mengangkat kedua bahunya sambil memanyunkan bibirnya, pertanda dia tidak perduli.     Letty lalu mengeluarkan ponselnya dan mencari nama seseorang di kontaknya.     “Hai, sweety,” sapa seorang dari seberang sambungan telepon.     “Hai, Kim, dimana kau?”     “Aku? Aku sedang di rumah bersama Brie. Kami berencana untuk mengunjungimu.”     “Tidak perlu. Ayo kita bertemu di luar saja.”     “Ada apa? Sepertinya mood-mu sedang tidak bagus. Ada masalah?”     “Tidak. Aku hanya sedang bosan berada di rumah.”     “Baiklah. Kau mau ke salon?"     “Ya, kurasa.”     “Baiklah. Sampai bertemu di salon langganan kita.”     “Baiklah.” Letty menutup sambungan telepon. Berjalan cepat menuju garasi mobil untuk mengeluarkan ferrari-nya.     “Nyona muda,” sapa seseorang saat Letty hendak menyalakan mesin mobilnya.     “Oh, hai, Cade.”     “Anda ingin berpergian?” tanya Chester.     “Hmm, tolong jaga adik-adikku,” ucap Letty sambil tangannya sibuk memasang sabuk pengaman.     “Anda yakin tidak perlu di temani?” ucap Chester.     Letty menggeleng sambil memaksakan senyum tipis.     “Tidak perlu Cade, aku hanya ingin mencairkan lava di kepalaku,” ucap Letty. Chester hanya bisa mengulum bibirnya senyum sambil membungkukan badannya. Tanpa berlama-lama lagi Letty akhirnya menancapkan kakinya pada pedal gas.     ****     “Benarkah?” pekik pelan gadis brunette yang sejak tadi tidak berhenti menanyai Letty.     “Hmm … Sekarang berhentilah menanyaiku. Kupingku akan meledak sebentar lagi jika kau masih terus bertanya, Briana.” Letty menutup matanya menikmati perawatan kepala di sebuah salon langganan mereka.     “Aku juga sering berdebat dengan ayahku. Sial, pikirnya aku akan tertarik benar dengan profesi sebagai Hakim. Oh ayolah, aku ingin sekali menjadi designer. Aku benci kelas hukum dan aku ingin membunuh guru les privatku,” keluh gadis pirang di samping Letty. Letty terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu.     “Bukankah ironi? Media menulis banyak hal tentang kita dan keluarga kita. Orang-orang di luar sana bahkan membanggakan kita. Mereka bahkan berharap kita mengikuti jejak orang tua kita. Hah … mereka hanya tidak tahu, betapa mengesalkannya hidup seperti ini. Semuanya seolah telah di tentukan dan takdir kita seolah akan bergerak sesuai kemauan orang tua kita,” tambah Letty.     “Tapi kau cukup berani untuk menentang tuan Van Der Lyn, Letty. Berbeda dengan kami yang hanya bisa menggerutu di belakang ayah kami."     “Kimmy benar. Aku bahkan tidak berani menatap mata ayahku ketika berbicara dengannya. Sialan, aku tidak ingin pria tua itu membekukan kartu kreditku.”     “Cih!” Letty hanya tertawa sinis menanggapi ucapan kedua temannya.     “Hei, lihat ini.” Kimmy tiba-tiba menarik tubuhnya dari sandaran sofa ketika membaca sebuah artikel dari internet. Cepat-cepat dia menunjukannya kepada kedua temannya.     “Night club with Yellow Claw in Space Ibiza.”     “Realy?” pekik Briana pelan.     Kimmy mengangguk antusias sementara Letty tampak acuh dan tak menggubris kedua temannya.     “Mau kesana?” tanya Kimmy.     “Tentu,” ucap Briana antusias. Lalu keduanya melirik Letty yang masih asik berbaring. Letty terlalu asik menerima pijatan di kepalanya yang perlahan membuat pening di kepalanya berkurang.     “Bagaimana denganmu? Letty, mau ikut?”     “Hmm … aku menurut saja pada kalian,” ucap Letty santai.     Tiga puluh menit kemudian ketiganya telah selesai melakukan perawatan diri. Kimmy dan Briana beserta Letty bersiap memilih gaun malam yang akan mereka gunakan ke salah satu club kelas atas di New York itu.     “Bagiamana dengan Aqua Blue? Kaylie Jenner bahkan menyukai skinny dress seperti ini,” ucap Briana sambil menempelkan sebuah dress mengkilat berwarna biru itu di badannya.     “Aku lebih menyukai ini, belahan di dadanya sangat pas untukku,” ucap Kimmy.     “Hey girls, look at this.”     “What the …,” gumam Kimmy dan Briana bersamaan saat melihat Letty yang baru saja keluar dari kamar ganti.     “You so f*****g sexy,” ucap Briana. Letty terkekeh pelan. Dia berjalan dengan anggun sambil menggunakan strappy skinny dress berwarna merah yang benar-benar menampilkan lekuk tubuhnya. Di tambah sepatu hak tinggi yang memamerkan kakinya yang jenjang. “Astaga, kau benar-benar akan menarik perhatian semua orang di sana,” tambah Briana.     “Ayolah, aku hanya berusaha menjadi antusias seperti kalian,” ucap Letty.     Briana dan Kimmy saling melempar tatapan.     “Well, sepertinya kau akan menangkap ikan besar mala mini,” sindir Briana.     Ketiganya kembali menikmati waktu belanja mereka. Mereka punya banyak waktu sebelum malam dan mereka menggunakannya untuk hangout dan berbelanja.     Letty benar-benar menikmati waktunya bersama kedua sahabatnya. Dia berhasil mengalihkan pikirannya, rasa penasarannya dan kehawatirannya. Briana dan Kimmy benar-benar teman yang mengerti Letty. Ketiganya saling menghibur dan memberi semangat.     Waktu seolah berjalan cepat. Tanpa terasa sudah hampir pukul sepuluh malam. Ketiganya memutuskan untuk menuju Space Ibiza.     Letty membuka jaket kulit yang melilit tubuhnya ketika mobilnya telah terparkir di depan club mewah itu. Letty dan kedua temannya langsung menjadi pusat perhatian. Terlebih  banyak kamera paparazzi yang tidak bisa menahan diri untuk mengambil foto tiga gadis yang namanya sering tercantum di majalah. Namun, ketiga gadis itu sepertinya sudah sangat biasa menjadi sorotan kamera hingga mereka bahkan dengan sengaja melambaikan tangan ketika menyadari kilat kamera itu. Briana bahkan tidak ragu mengangkat jari tengahnya sebelum dirinya menghilang di balik pintu club.     “Ugh, yah …,” gumam Briana. Ketiganya sibuk mengedarkan pandangan mereka menyapu seisi club mewah ini. Mata Letty langsung tertuju pada meja bar yang seolah memanggil namanya itu.     “Irish bomb,” gumam Letty.     “Apa?” ucap Kimmy.     “Aku haus.”     “Apa?” Kimmy kembali bertanya. Kupingnya seolah tertutup dengan music EDM yang sedari tadi menyambar kuping mereka.     “Kimmy?” Ketiganya masih berada di sana lalu seorang pria menghampiri mereka.     “Thomas?” jawab Kimmy. Pria berparas Eropa itu lalu menghampiri mereka. Tangannya langsung terparkir dan melilit di pinggang gadis pirang di samping Letty.     “Kenapa tidak bilang jika ingin kemari, aku bisa menjemputmu dan kita bisa datang bersamaan,” ucap Thomas lalu mengecup puncak kepala kekasihnya itu.     “Astaga, came on, dude ….” Letty memutar bola mata dengan kesal sambil melayangkan tangannya ke udara. Sepertinya pemandangan di depannya kembali merusak suasana hatinya.     “Ups, maaf. Aku lupa, jika kau masih single,” goda Thomas.      Letty hanya membalasnya dengan senyum paksa lalu dia meninggalkan teman-temannya dan memilih untuk langsung ke meja bar.     “Beri aku Irish bomb,” ucap Letty.     “Dia anak pengusaha kaya raya yang tampan itu, kan?”     “Ya, dia si sulung Van Der Lyn. Bukankah kemarin hari ulang tahunnya?”     “Hmm, pria tampan itu kembali menghabiskan jutaan dolar demi putrinya. Tapi, lihat dia sekarang. Apa yang dia lakukan disini?”     “Lihat disana, itu kedua temannya. Bukankah mereka yang di juluki Diamond Princess?"     “Cih! Gadis-gadis yang selalu menghiasi New York Times dengan segudang prestasi. Untuk apa mereka ke tempat seperti ini?”     “Hey, ayolah mereka juga manusia.”     “Minumannya, nona.”     “Terima kasih,” ucap Letty sambil menerima seloki dari bartender lalu meneguk minumannya. Suara-suara lebah di sampingnya begitu terdengar jelas di telinganya walau music EDM di tempat ini menggema dengan sangat kuat.     “Hei,” panggil Letty. Si bartender berambut pirang itu kembali menghampiri Letty. “Bisa berikan aku brandy?”     “Tentu,” jawab bartender. Letty mengangguk.     “Lihat, penampilannya sudah seperti jalang, saja."     “Sialan.” Letty menepuk meja bar dengan kasar. Dia berbalik, turun dari booth-nya dengan kasar lalu menghampiri gadis-gadis yang sedari tadi menggosipkannya itu.     “Aku baru tahu jika club berkelas ini memperbolehkan p*****r jalanan untuk masuk,” ucap Letty sarkastik.     “Ap? Siapa? Maksudmu?” Salah satu dari mereka menggerutu sambil yang lain menatap tajam ke arah Letty.     “Apa ucapanku kurang jelas? Kalian menganggapku jalang, sementara kalianlah p*****r yang sebenarnya. Kalian bahkan menjajahkan p******a sial kalian hanya demi seratus dolar, dan kalian menyebutku jalang?” ucap Letty sambil melipat kedua tangannya di d**a, dia bahkan menatap rendah gadis-gadis itu.     “Letty, ada apa?” ucap Briana yang tiba-tiba menghampiri Letty. Dia menatap empat orang gadis yang sedang menundukan kepalanya.     “Tidak, aku hanya mencoba menjelekan jika kadal tidak bisa menjadi predator utama. Cih!” sindir Letty sebelum meninggalkan gadis-gadis itu dan kembali ke meja bar.     “Sialan,” gerutu Letty. Dengan cepat dia meraih minuman di depannya dan meneguknya dengan segera.     “Halo …?”     Belum sempat minuman itu lalu di tenggorakan Letty, tiba-tiba seseorang mengetuk pelan bahu lapang Letty. Sempat mendesis, lalu akhirnya Letty memalingkan wajahnya pada sumber suara itu.     “Ada masalah denganmu?” ketus Letty.     Pria itu terkekeh sinis. Dia menggelengkan kepala. “Nona, harusnya aku yang bertanya padamu, ada masalah denganmu?” ucap pria itu. Letty mengerutkan dahi. Dia kesal namun sesuatu seolah membuatnya berdebar ketika melihat mata abu-abu pria itu.     “Ma, maksudmu?” suara Letty ikut bergetar, dia sendiri heran mengapa bisa sampai bersikap seperti itu.     “Nona, kau meraih gelasku,” ucap pria itu sambil melirik seloki di depan Letty. Letty mengikuti arah tatapannya. Seloki di samping tangan kanannya kosong bekas minumannya dan ada sebuah seloki lagi di samping tangan kirinya. Tentu saja, karena kesal Letty sampai tidak memperhatikan selokinya dan langsung meraih seloki di atas meja.     “Ah … sialan!” gerutu Letty dengan nada menggumam. Perlahan, kepalanya menunduk. Harga dirinya benar-benar akan jatuh mala mini. “Maafkan aku,” gumam Letty.     Pria itu kembali terkekeh. “Astaga, seperti inikah gadis Amerika.”     “Maksudmu?” ucap Letty sambil menatap sinis pria itu.     “Tidak. Hanya saja, sepertinya gadis Amerika terlihat sedikit berbeda.”     Letty mengerutkan dahi, menatap pria dengan lesung pipi itu sekali lagi sebelum dia terkekeh sinis lalu memalingkan wajahnya.     “Ku ganti minumannya, tuan. Tolong berikan minuman seperti yang di pesankan tuan ini sebelumnya,” ucap Letty kepada bartender.     “Wow ….” Pria itu memanyunkan bibirnya sambil menggeleng pelan. “Sepertinya akan menyenangkan,” gumamnya.     “Letty ….”     “Ah, Kim.”     “Maaf, Thomas mengajakku menemui temannya,” ucap Kimmy. Dia mengambil tempat di samping Letty kemudian memesan segelas miras.     “Hei, mau berdansa?” tanya Kimmy.     “Ah, tidak. Tidak untuk malam ini,” tolak Letty dengan nada halus.     “Ah, ayolah. Lagi pula seharian kau murung terus. Kau tahu apa yang bisa mengembalikan mood-mu?” tanya Kimmy. Letty menaikan bahu tampak acuh.     “Dengan menggoyangkan bokongmu disana,” ucap gadis itu pada Letty. Tanpa menunggu jawaban Letty dia pun akhirnya menarik tangan Letty dan bergegas membawanya ke kerumunan orang yang sudah berkumpul di lantai dansa sambil menggoyangkan tubuh mereka mengikuti musik EDM yang sedang di mainkan oleh salah satu DJ dunia itu.     “Ayolah ….” Letty terus mendapat desakkan dari temannya untuk segera menggoyangkan pinggulnya sambil mengikuti irama. Perlahan namun pasti, akhirnya Letty pun mulai menikmati lantai dansa itu.     “Bagaimana, hah?” teriak Kimmy saat suaranya seolah tak bisa di jangkau Letty.     “Kurasa aku mulai menikmatinya,” jawab Letty. Tubuhnya mulai terasa panas seiring efek samping dari koktail yang dia konsumsi dan itu semakin membuat kakinya tampak lihai menari di atas lantai dansa sambil sesekali menggoyangkan pinggulnya dan mengangkat kedua tangannya.     “Ah, maaf.” Letty berhenti ketika dia merasa kakinya menabrak sesuatu di belakangnya. Dengan cepat dia berbalik.     Betapa kagetnya Letty saat melihat siapa yang baru saja di senggolnya.     “Astaga ….” Letty mengibaskan rambutnya kebelakang sambil menggelengkan kepalanya tak percaya.     “Kau, lagi ….”     “Cih … apakah aku mulai percaya takdir itu ada?” gumam pria itu.     “Apa?” Letty memang tak bisa mendengar ucapan pria itu dengan telinganya namun, mata batinnya cukup peka untuk bisa mendengar  ucapan pria itu walau sebatas gumaman belaka.     Pria itu berjalan mendekat menghampiri Letty.     “Tidak, nona. Apakah seharusnya kita berkenalan sejak tadi?” ucap pria itu. Letty mengerutkan dahi. Pria itu membuang muka sebentar. Terkekeh kecil lalu kembali lagi sambil mengusap pelan hidungnya.     “Alex,” ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya.     Letty masih berdiri di sana. Menatap tangan yang terulur itu.     “Kenapa? Apa gadis Amerika juga tidak suka menerima tangan seseorang?”     “Cih ….” Letty terkekeh kecil. Dia melipat kedua tangannya di d**a namun, akhirnya dia pun menerima uluran tangan itu.     “Let-“     “Hei Letty,” ucap Briana yang tiba-tiba datang menginterupsi perkenalan Letty dengan pria itu. Letty akhirnya menurunkan tangannya sebelum tangannya sampai pada pria itu.     “Sepertinya kita harus pergi sekarang. Terlalu banyak paparazzi disini. Aku tidak ingin fotoku ada di laman depan akun gossip dan membuat rumor yang bisa menaikan tanduk ayahku,” keluh gadis itu.     “Hmm … baiklah, ayo,” ucap Letty.     “Ehem …!”     Langkah Letty terhenti ketika mendengar suara serak dan berat itu. Dia kembali memutar tubuhnya.     “Letty, namaku Letty,” ucap Letty. Entah mengapa ada senyum yang begitu saja terbentuk ketika dia menyebutkan namanya sambil menatap mata pria itu.     Pria itu tersenyum, menarik tangannya yang terulur sambil terus memperhatikan Letty sampai gadis itu hilang dari balik keramaian.     “Akhirnya ku dapatkan Amerika. Kau memang pria beruntung Alex.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD