Tristan memasuki gedung perusahaannya dan para pegawainya memberikan salam saat bertemu dan berpapasan dengannya. Ia menekan tombol lift dan tak lama pintu lift terbuka. Tadi sebelum ia masuk ke lift sekilas ia mendengar kalau ada dua pegawai wanita yang membicarakannya mengenai isu perceraiannya. Isu itu sudah menjadi rahasia umum di perusahaannya.
Pintu lift terbuka dan Tristan berjalan cepat menuju kantornya. "Pagi Finn!"
"Pagi Mr. Ramsey!"
Finn segera mengikuti Tristan sambil membawa jadwal agenda.
"Satu jam lagi Anda harus menghadiri rapat dengan dewan direksi."
"Baiklah."
"Setelah rapat Anda harus pergi ke sekolah Ailana untuk pendaftaran sekolah barunya DI SMU."
"Ah ya aku hampir melupakan itu."
Finn menutup buku agendanya dan keluar dari ruangan. Pintu menutup di belakangnya. Sebelum memulai pekerjaannya Tristan teringat ingin menjodohkan salah satu temannya dengan Caramella. Ia segera meneleponnya. Pada deringan ketiga, panggilan teleponnya dijawab.
"Alexis, apa Minggu depan kamu ada waktu?"
"Memangnya ada apa?"
"Aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang."
"Siapa?"
"Seorang wanita. Dia wanita yang sangat cantik."
"Tunggu sebentar! Jangan katakan kamu akan bertindak sebagai mak comblang."
"Tepat sekali."
"Sudah kuduga."
"Bukannya kamu sedang mencari calon istri mungkin wanita ini adalah wanita yang tepat untukmu."
"Aku tidak yakin dengan hal ini."
"Ayolah! Tidak salahnya kamu bertemu dengannya siapa tahu kalian berdua cocok. Bukannya orang tuamu sudah mendesakmu untuk segera menikah?"
"Itu benar. Mereka ingin segera menimang cucu."
"Jadi bagaimana?"
"Baiklah. Aku akan menemuinya."
"Aku akan memberitahumu lagi di mana kalian akan bertemu."
Tristan menutup teleponnya dan tersenyum. Ia kembali pada pekerjaannya. Beberapa menit kemudian Finn masuk lagi dan memberitahunya rapat akan segera dimulai.
***
Caramella mengenali siapa tamu wanitanya dan wanita itu adalah Kristin, istri ayahnya. Ia pernah melihat fotonya di dompet ayahnya. Ini pertama kalinya Caramella bertemu secara langsung dengan istri ayahnya itu.
"Pasti kamu Caramella kan? Putri suamiku, Derick Hewitt."
"Itu benar."
Caramella melepaskan mantelnya dan menyampirkannya di kursi.
"Aku Kristin, istri Ayahmu."
"Aku sudah tahu siapa kamu sebenarnya."
Ia memandang ibu tirinya secara langsung. Kristin ternyata seorang wanita yang sederhana dan tubuhnya kurus. Dia juga terlihat cemas, pucat, dan terlihat sedih. Ia merasa kasihan kepadanya. Pasti dia menanggung beban yang berat selama menikah dengan ayahnya. Wanita mana pun yang menjadi istri ayahnya akan menderita. Ia sangat dongkol pada ayahnya yang b******k.
"Ada yang bisa aku bantu?"
"Maaf. Kedatanganku ke sini sudah mengganggumu dan tanpa adanya janji temu."
"Tidak apa-apa."
Kristin nampak ragu-ragu dan sepertinya dia juga terlalu banyak beban pikiran.
"Katakan saja apa yang ingin kamu katakan tidak usah ragu."
"Sebelumnya aku ingin minta maaf, aku ingin meminjam uang padamu. Aku tidak tahu harus meminta bantuan siapa lagi. Aku pun tidak bisa menghubungi Derick lagi. Entah kemana dia pergi. Apa kamu tahu kemana Derick pergi?"
"Aku juga tidak tahu. Ayah kabur dari apartemennya. Dia tidak mau aku masukkan ke rehabilitasi untuk mengobati kecanduan alkoholnya itu."
"Dia emang pria yang tidak bisa diandalkan."
"Jadi untuk apa kamu meminjam uang?"
"Untuk membayar hutang-hutang Ayahmu."
"Apaa!?"serunya terkejut.
"Aku pun tidak tahu kalau Derick punya hutang yang cukup besar. Penagih hutang datang ke apartemenku dan memintaku untuk membayar hutang Ayahmu, karena aku sudah dijadikan penjamin untuknya. Mereka memberikan aku waktu seminggu kalau tidak mereka akan memasukkanku ke penjara dan akan menyita beberapa barang berharga. Aku tidak ingin di penjara. Aku mohon."
Kristin terisak menangis. Caramella kehilangan kata-kata untuk meluapkan kemarahannya pada ayahnya.
"Ayah memang b******k,"serunya kesal.
Kristin masih saja terisak menangis.
"Aku akan membayar hutang Ayahku katakan saja kemana aku harus membayarnya."
"Benarkah kamu akan membayar semua hutangnya?"
"Iya dan aku minta maaf atas kelakuan buruk ayah selama ini padamu dan sudah membuat hidupmu menderita seharusnya kamu tidak pernah menikah dengannya."
"Aku kira dia akan memberikan kebahagiaan kepadaku."
"Sekarang kamu sudah tahu betapa brengseknya Ayahku. Dia tidak pernah jera dan selalu mengulangi kesalahannya yang sama. Dia sama sekali belum berubah setelah sekian tahun. Dia pria yang tidak bertanggung jawab."
Caramella ikut prihatin dengan keadaan ibu tirinya, karena takdirnya yang mempertemukannya dengan ayahnya.
"Kenapa kamu tidak bercerai saja dengan Ayahku?"
"Aku ingin sekali, tapi bagaimana aku bisa bercerai sedangkan keberadaan Ayahmu saja tidak tahu di mana?"
"Aku yang akan mengurusnya."
"Sungguh?"
"Iya. Sekarang kamu bisa pulang dengan tenang dan jangan takut lagi sama para penagih hutang itu."
Kristin tersenyum ceria seolah-olah beban berat telah terangkat dari kedua pundaknya. Ia tidak selesu dan sesedih sewaktu baru datang tadi.
"Terima kasih. Aku tahu kamu bisa membantuku makanya aku datang ke sini."
"Ini sudah jadi tanggung jawabku."
Kristin berdiri dan berpamitan pulang. Sebelum pergi, wanita itu memberikan alamat penagih hutang itu dan mengecup pipi Caramella.
"Kamu sudah kuanggap seperti putriku sendiri dan kalau bisa panggil saja aku, Ibu."
"Aku butuh waktu untuk memanggilmu Ibu. Ini terasa aneh bagiku."
"Aku mengerti mungkin kita bisa memulainya dengan berteman. "
"Tentu. Mungkin kita bisa menjadi teman baik."
"Baiklah. Aku permisi dulu."
Setelah Kristin pergi, Willow datang melihat wajah Caramella yang kembali tertekuk.
"Apa ada masalah lagi?"
"Ayahku meninggalkan hutang yang cukup besar dan rasanya saat ini aku ingin meghajar habis-habisan Ayahku."
"Tenanglah! Itu sebabnya Anda butuh liburan."
"Iya. Aku sudah memesan tiket ke Cartagena."
Willow tercengang. "Tempat itu indah terutama pantainya pasti Anda akan menyukainya. Kapan Anda akan pergi?"
"Besok."
"Baiklah. Kantor ini akan sepi tanpa kehadiran Anda."
"Aku hanya pergi sebentar saja, karena aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku terlalu lama."
"Selama liburan jangan memikirkan pekerjaan. Bersenang-senanglah."
"Semoga aku bisa menikmati liburan kali ini. Sekarang kembalilah bekerja."
Willow meninggalkan ruangan dan kembali ke mejanya."
***
Seorang wanita berdiri di tengah ingar-bingarnya bar yang didominasi oleh kaum pria. Ia memandang wajah tampan seorang pria yang tadinya akan ia ajak ke jalan pernikahan, tapi sayangnya hubungannya dengan pria itu tidak berjalan baik, karena ia masih bersuami yang tidak diketahui di mana keberadaannya. Selain itu ia sudah tidak mencintainya.
"Bagiku hubungan kita ini tidak bisa dilanjutkan lagi,"kata wanita itu. "Kita sama-sama tahu kenapa?"
"Jika masalahnya kamu memiliki suami, aku tidak peduli. Aku mencintaimu. Lagi pula suamimu itu sudah pergi meninggalkanmu dan kamu bisa melakukan gugatan cerai."
"Aku memang akan bercerai dengan suamiku."
"Jadi itu bukan masalah lagi, bukan? Setelah kamu resmi bercerai, kita bisa menikah."
"Ini bukan hanya masalah suamiku saja.'
Wanita itu menatapnya dengan serius dan pakaian seksi yang dikenakannya tentu saja banyak menggoda para pria di bar itu.
"Aku sudah menemukan pria yang ingin aku nikahi, tapi status pernikahanku masih menghalangiku untuk menikah lagi."
"Kamu jatuh cinta pada pria lain?"tanyanya tak percaya.
"Iya. Aku bertemu dengannya secara tidak sengaja. Aku bertabrakan dengannya saat sedang berjalan menuju apartemenku beberapa hari yang lalu, tapi aku tidak tahu siapa dia, tapi sepertinya aku jatuh cinta kepadanya. Aku akan menemukan pria itu."
"Kamu memutuskanku hanya demi pria yang sama sekali tidak kamu kenal? Aku tidak percaya ini. Kamu tidak boleh melakukan ini padaku. Aku mencintaimu, Kristin. Jangan tinggalkan aku!"
"Maaf Alexis. Aku tidak bisa meneruskan hubungan kita lagi. Aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Carilah wanita lain!"
Alexis mengepalkan salah satu tangannya dengan sangat erat. Rasa marah, kecewa, dan terkhianati membuatnya sangat kesal dan marah. Ia menahan dirinya untuk meluapkan kekesalannya pada Kristin. Ia tidak ingin membuat keributan di bar dan menyakiti wanita itu. Ia harus menenangkan dirinya dan berpikiran jernih.
Setelah dirinya tenang, Alexis memutar-mutar gelasnya yang masih berisi sedikit bir, lalu meminumnya. Ia menyipitkan mata ke arah bordes yang lebih tinggi di pintu masuk bar. Area bordes itu cukup luas. Di sana ada sederet meja dan kursi. Di meja itu ada dua orang pria yang sedang mengobrol dan salah satu pria itu adalah Tristan. Entah apa yang dilakukan pria itu di sini di siang hari. Seharusnya saat ini ia sedang berada di kantornya. Ia kembali memandang Kristin.
"Aku berpikir kamu benar-benar mencintaiku setelah semua yang aku berikan padamu."
"Alexis, kamu adalah pria yang baik dan perhatian padaku selama ini, tapi aku tidak bisa mencintaimu lagi. Jadi aku mohon mengertilah. Aku tidak ingin mengkhianatimu apa lagi berselingkuh di belakangmu, jadi lebih baik aku berterus terang padamu dari sekarang."
"Seorang sahabat meneleponku. Dia ingin mempertemukan seorang wanita kepadaku. Dia berharap aku akan menyukai wanita itu dan menjadikannya sebagai istriku. Saat itu aku tidak bisa menolak permintaannya dan aku menyetujuinya, karena aku pikir nanti aku akan menolak wanita itu dan menjadikannya sebagai teman saja."
"Kamu terima saja wanita itu dan menikah dengannya."
"Tidak semudah itu. Aku masih mencintaimu."
Pandangan mata Alexis kembali pada Tristan dan pria itu pergi meninggalkan meja. Pandangan matanya mengikuti kemana pria itu pergi dan Tristan menuju toliet.
Ponsel Kristin berbunyi. Ia membaca pesan yang masuk dan meminum bir yang tersisa, lalu berdiri. "Aku harus pergi. Aku masih ada janji dengan seseorang,"katanya sambil meletakkan gelasnya di meja yang langsung diambil oleh seorang bartender."
Sinar matahari yang begitu menyengat menyambut Kristin begitu keluar dari bar. Ia menyunggingkan sebuah senyuman.
***
Alexis menghampiri meja Tristan setelah pria itu kembali dan menyapanya. Tentu saja Tristan terkejut bertemu Alexis di bar langganannya.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?"tanya Alexis pada Tristan.
"Aku sedang makan siang di sini bersama sekretarisku, Finn. Finn, ini sahabatku, Alexis Monroe."
"Senang berjumpa dengan Anda Mr. Monroe."
Alexis ikut duduk di meja mereka dan makan siang mereka sudah habis.
"Jadi kenapa kamu juga bisa ada di sini?"tanya Tristan.
"Tadi aku ada janji temu dengan seorang teman di sini. Sekarang temanku sudah pulang. Apa sekarang kalian akan kembali ke kantor?"
"Tidak kami akan pergi ke Principal High School. Aku akan mendaftarkan Ailana sekolah di sana."
"Tidak terasa anak itu sudah duduk di bangku SMU saja. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Bagaimana kabar Ailana?"
"Dia baik. Dia juga menanyakanmu sudah lama kamu tidak main ke rumah."
"Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Sampaikan salamku pada Ailana. Sekarang harus kembali ke pekerjaanku lagi kalau tidak bosku akan marah. Sekarang sedang musim liburan. Penyewaan kapal untuk berlayar semakin meningkat."
"Akan kusampaikan."
Alexis berdiri dan pergi dari bar.
***
Kristin baru saja tiba di depan sebuah gudang dekat pelabuhan. Tidak lama seorang pria menghampirinya.
"Apa Caramella memberikan uangnya padamu?"
"Dia sudah memberikan uangnya padaku. Aku tadi datang ke kantornya dan dia memberikan cek ini."
Kristin langsung mengambil cek itu dan tersenyum senang, karena sudah berhasil menipu anak tirinya. Ia tidak menyangka akan semudah itu Caramella termakan oleh kebohongannya tentang hutang ayahnya. Dia pintar, tapi terlalu bodoh dan percaya begitu saja. Kristin merasa sangat puas dan senang. Ia pun memberikan bayaran kepada pria yang berpura-pura menjadi seorang rentenir.