Varo menatap jam dinding di atasnya. Jarum jam menunjukan pukul 11 malam. Dia menoleh ke arah pintu. Tidak ada suara satupun di sana. Varo mengerutkan keningnya dalam-dalam.
"Apa wanita itu sudah pergi?" Varo bangkit dari duduknya. "Ngapain juga aku peduli. Biarkan saja dia disana." Varo kembali duduk di kursi.
Pikirannya masih melayang membayangkan wnaita itu berbaring kaku di depan. Atau dia akan bergosip dengan tetangga.
"Kalau aku biarkan dia di luar, kamar lainya pasti mengira jika aku yang bawa wanita itu. Dan, mereka semua pasti akan mengira jika aku yang menelantarkan dia." Laki-laki itu menghela napasnya kesal "Lebih baik suruh masuk saja.. Emm.. Tapi ... Aku malas berurusan dengan wanita asing. Tidak akan aku berikan dia masuk ke kamarku seenaknya. Dia sudah membaut kamarku rusak. Sekarang, aku tidak bisa tidur nyenyak kalau seperti ini." Varo terus menggerutu kesal.
Tok... Tok... Tok...
"Sudah aku bilang pulanglah," bentak laki-laki itu kasar.
"Varo, ini aku." suara seorang wanita yang sangat familiar di telinganya, membuat dia sontak berdiri dari duduknya. Suara yang sangat dia kenal. Ya, dia adalah tetangga kosnya. Dia wanita yang bawel. Lebih baik keluar dari pada nanti jadi permasalahan panjang lebar.
"Iya, bentar!" Varo, menarik napasnya dalam-dalam, dalam satu tarikan napas, dia membuka pintunya lebar. Melihat wanita cantik yang berdiri berkacak pinggang, dan tatapan tajamnya seketika membuatnya bergidik ngeri.
Varo memutar matanya malas, bersandar di pintu. "Ada apa?" ucapnya sok jutek.
"Ada apa, katamu? Kamu tega mengusir istri kamu. Lihatlah dia menangis dari tadi di luar. Laki-laki macam apa kamu." bentak wnaita di depannya. "Kamu hadirkan istri kamu tidur di luar. Apa kamu tega melihat dia kedinginan di luar. Gimana kalau dia di culik."
Varo mengerutkan keningnya bingung. Dia melirik tajam menatap wajah Queen.
Queen menjulurkan lidahnya, dan telunjuk menarik bawah matanya. Membuat Viro melebarkan matanya, dengan bibir sedikit menguntup, menggeram kesal. Dia melebarkan ke dua matanya dengan tatapan menantang.
Gimana bisa aku bertemu dengan wnaita seperi dia. Astaga... Hidup penuh dnegan cerita. Sialan! Hari yang benar-benar membuatku muak. Jika aku punya kekuasaan. Aku pasti pindah dari kontrakan kecil ini. Agar terbebas darinya.
Pandangan mata Varo masih melihat setiap gerak gerik Queen. Queen mengangkat tangannya tepat di depan perutnya. Dia memberikan jari tengah padanya. Membaut Varo semakin marah. Rahangnya mulai memegang. Tetapi, dia tidka mau menunjukan pada wnaita di hadapannya ini.
Entah sejak kapan aku bisa bertemu gadis aneh seperti dia. Apa ni hari sialku. Aku merasa tidak beruntung hari ini. Bukanya dapat gadis cantik polos, lugu, lembut, ini malah kebalikannya. Gumam Viro menghela napasnya frustasi.
"Eh.. dia bukan istriku," Voro mencoba menjelaskan.
Ah.. dasar gadis gila. Siapa juga yang mau punya istri seperti dia.
"Udah salah masih tidak mengakui istri. Lihatlah wajahnya. Apa kamu tidak kasihan dengannya. Jangan karena ada masalah rumah tangga kamu tidak mengakui dia istri. Dia sangat cantik, tapi kamu masih kurang" cerocos teman Voro, sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Aku tidak menyangka jika kamu kejam dengan wanita. Aku kira kamu laki-laki baik." lanjutnya terus berceramah tanpa henti. Dan, Queen tidak hentinya terus tersenyum berdiri di belakang wanita itu.
"Eh.. Tapi dia bukan..." Varo mencoba menjelaskan. Tetapi, di potong begitu saja oleh wnaita tetangga kontrakan kecilnya.
"Kamu masih tidak menganggap dia istri kamu." sela temannya cepat. Dia meraih tangan Queen, lalu mendorongnya hingga tepat di dekapan Viro.
"Selesaikan masalah kalian berdua. Jangan sampai bertindak kasar dengan wanita ingat itu. Jika kamu berani mengusir dia lagi. Aku yang akan mengusir kamu dari sini," temannya tidak hentinya terus berbicara tanpa memberikan sebuah celah padanya. Dia melangkahkan kakinya pergi dengan penuh kekesalan. Dan Varo menarik tangan Queen masuk ke dalam kamarnya. Lalu menutupnya lagi.
"Apa mau mu?" tanya Varo mendorong tubuh Queen hingga terjatuh tepat di atas ranjang kecil miliknya.
Varo lugu itu benar-benar mengira jika Varo tidak marah. Dia duduk menatap wajah merah Varo dengan ke dua alis tertaut menggoda.
"Aku ingin tinggal di sini?" ucapnya tertunduk lesu. ke dua katanya berkedip-kedip, memelas.
Varo berdengus kesal. "Kenapa kamu ingin tinggal di sini, bukannya kamu tadi kenal dengan wanita itu. Lebih baik kamu tinggal denganya." Varo meninggikan suaranya. Membuat Queen bergidik ngeri melihatnya. Amarahnya meluap-luap membakar seluruh ruangan.
Queen menarik bantal di sampingnya, meletakkan di atas pahanya. Wajahnya mulai serius.
"Tapi aku tidak mau," ucap Quren menggelengkan kepalanya.
"Argggg.... Aku ingin sekali memekanmu," geram Varo, duduk dengan wajah frustasi. Varo mengeluarkan helaan naaps kasarnya, mencoba untuk menenangkan hatinya agar tidak terbawa emosi.
Queen mengeluarkan wajah polosnya, ke dua katanya merembak, dengan bibir menguntup. Varo yang melihatnya merasa kasihan. Dalam hatinya terketuk untuk menolongnya.
"Oke!!" gumamnya lirih.
Merasa sudah tenang dia beranjak berdiri, melangkahkan kakinya, berhenti tepat di depannya.
"Baiklah, lebih baik sekarang kamu tidurlah. Besok aku ingin bicara lagi," ucap Varo merendah.
"Beneran?"
"Iya,"
"Wahh... Makasih," Queen meloncat kegirangan dari duduknya memeluk erat tubuh Varo.
"Makasih, aku akan membalas perbuatan baik kamu nantinya," Queen mengeratkan pelukannya, membuat Varo kikuk. Dia bingung apa yang harus di lakukan. Membalas pelukannya atau mendorongnya menjauh darinya.
"Sudah, lepaskan!" Viro melepaskan pelukan Queen.
"Kamu tidur di bawah,"
"Apa?"
"Tapi..."
"Apa kamu tidak mau? Kalau memang kamu tidak mau cepat pergi,"
Queen menarik sudut bibirnya sinis.
Dengan terpaksa aku harus mau. Kalau aku tidak tinggal di sini mereka pasti akan menemukanku. Dan membawaku pulang kembali.
"Kamu yakin aku tidur di bawah?"
"Iya, kamu tidur di bawah. Aku tidak mau jika orang lain tidur di ranjangku"
Queen menghela napasnya, "Oke, baiklah. Karena kamus sudab ijinin aku menginap di sini. Aku mengalah," Queen menarik bantal di atas ranjang,dan mulai berbaring di lantai tepat di bawah ranjangnya denfan terpaksa. Dan Varo mulai berbaring di atas ranjangnya, tanpa perdulikan lagi Queen.
Jarum jam menunjukan pukul 3.00 pagi, Queen yang sudah capek berlarian dia tertidur pulas di lantai. Dengan ke dua tangan di himpit dua pahanya, dengan tubuh menggigil kedinginan.
Varo yang tidak bisa tidur, ia menatap ke arah
Tubuhnya yang masih setengah terbuka. Dia beranjak dari ranuangnya, membungkus tubuh Queen dengan selimut miliknya.
"Emmm..." Queen tidiksa senagaj menarik baju Varo hingga bibir mereka saling menempel.
"Dingin," desah Queen.
"Peluk,"
Varo mengerjapkan matanya.
Apa ini kecupan pertama aku. Varo mencoba berdiri. Tarikan tangan Queen tidak menginginkannya untuk pergi.
"Peluk aku," pintanya lagi.
Ingin sekali menolak, tapi tubuhnya yang gemetar kedinginan membuatnya tidak tegas melihatnya. Varo berbaring di samping Queen.
Dengan tetpaksa, Varo memeluk tubuhnya meski ini haru pengalaman pertama dalam hidupnya.
-----------
Keesokan harinya, sinar matahari menembus langsung kaca yang masih terbuka dari kemarin malam. Varo lupa menutup kembali jendelanya. Membuat sinar itu perlahan mulai naik tepat menembus wajah Queen.
"Emm...." desah Queen, melepaskan pelukannya. Tubuhnya yang merasa sudah mulai hangat. Dia memiringkan tubuhnya membelakangi Varo.
"Aaahhh...." Merasa sudah nyenyak, Queen menarik ke dua tangannya ke atas, merenggangkan ototnya yang terasa kaku, gara-gara harus tidur di lantai yang dingin.
Perlahan Queen membuka matanya, pandangannya tertuju pada laki-laki yang masih berbaring di sampingnya. Seketika gadis itu terlonjak dari tidurnya, dia duduk meraih selimut yang entah sejak kapan sudah menutupi tubuh mungilnya.
"Woy.... Apa yang kamu lakukan semalam padaku?" tanya Queen mendorong-dorong tubuh Varo, membuat laki-laki itu terbangun.
"Ada apa?" jawanya malas.
"Apa yang kamu lakukan padaku, apa kamu sudah menodaiku?" pertanyaan itu membuat Varo membuka matanya kebar. Dia menatap ke arah Queen, langsung duduk di sampingnya.
"Jangan pikir aku tergoda olehmu, wanita aneh seperti kamu," cibir Varo tajam.
"Aneh katamu? Tapi meski aneh aku cantik. Bahkan banyak laku-laki yang mencariku dulu,"
"Aku tidak petduli, dulu atau sekarang. Aku hanya napas bertemu dengan kamu di sini. Sudah seenaknya sendiei, menarik tangan orang malam-malam, bahkan berbisik padaku agar aku mau menemani kanu tidur,"
"Apa? Gak mungkin jika aku yang meminta kamu tidur denganku,"
"Kalau buka kamu siapa, aku?" Varo tertawa lebar.
"Aku tidak mungkin jika menyentuh seorang wanita. Aku merasa alergi di saat bersentuhan dengan wanita,"
Varo tertegun sejenak, ia lupa jika dia punya alergi jika di sentuh wanita. Pertanyaan dalam pikirannya saat ini, kenapa wanita itu tidak bisa menyentuhnya dengan mudah.
"Eh.. Bentar, kenapa aku tidak alergi?" gumamnya lirih, mengangkat ke dua tangannya mencoba cek perkembangan tubuhnya yang tidak merasa gatal di saat dia bertemu dengan Queen.