Varo keluar dari kamar mandi, menatap Queen yang sedang duduk melamun sendiri di atas ranjangnya. Pandangan wanita itu nampak kosong seakan dia sedang memikirkan sesuatu. Tapi, Varo tak perdulikan akan hal itu. Dia berjalan melewati Queen. Sembari mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk putih miliknya.
"Sekarang, aku akan antar kamu pulang," ucap Varo, membelakangi Queen. Suara berat sedikit serak itu, seketika membuat Queen terbangun dari lamunannya.
Queen menoleh menatap, pandangan matanya tertegun saat wajah Varo yang memang benar-benar tampan di depannya. Matanya berbinar seketika, melihat anugrah terindah di depannya. Wajah yang begitu mengagumkan, sangat tampan dengan alis tebal, hidung mancung, dan kulit bersih. Di hiasi dengan mata biru khas miliknya.
Apa dia malaikat yang di takdirkan bertemu denganku. Aku tidak bisa dipungkiri jika dia benar-benar sangat tampan.
Kedua matanya berlari ke bawah, mata yang semua kagum berubah kedua matanya melebar.
"Jangan menatapku seperti itu, awas kamu bisa jatuh cinta padaku." pekik Varo.
"Aaaaaas…" teriak Queen memalingkan wjaganya seketika.
"Bisa diam tidak?" Varo melirik ke bawah. Kedua matanya melebar saat handuk itu ternyata jatuh ke lantai. Varo segera memakainya lagi. Membalut pinggang sampai lututnya.
"Dasar mesùm!" ucap Queen menutup kedua matanya.
"Eh.. Siapa juga yang mesùm, bagian apa yang kamu lihat, atau, jangan-jangan kamu suka melihatnya." ucap Varo, menghela napasnya kesal. Dia segera berjalan menuju ke lemari. Membuka lemari nya, jemari tangan itu memilah, memilih baju yang akan dikenakan. Varo mengambil kaos hitam dan celana jeans miliknya.
Sementara Queen masih menutup katanya, baru pertama kali dalam hidupnya melihat hal yang mengejutkan itu.
"Punya kamu lumayan juga!" ucap Queen malu-malu.
"Sialan! Kamu melihatnya?" Varo menatap ke arah Queen.
"Hanya melihat sedikit saja." ucap Queen terkekeh kecil. Entah, pikiran kotor dari mana yang mulai mengganggu otaknya.
Varo berjalan mendekati Fina. Dia mendorong tubuh Queen di atas ranjang nya. Dengan cepat, tubuhnya merangkak di atas tubuh Queen, Mencengkeram kedua pergelangan tangannya. Mengunci di atas kepalanya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Queen, dia menciba memberontak.
"Jangan lain-lain denganku, jika kamu berani melihatnya." ucap Varo. Mendekatkan wajahnya. Dan, berbisik pelan. "Aku bisa melecehkan kamu sesuka hatiku."
Queen berdengus kesal. Dia mendorong tubuh Varo, menggunakan semua tenaganya. Varo terjatuh di bawah ranjang. Sembari memegang pinggangnya yang terasa sakit.
"Dasar, beban." geram Varo.
"Aku hanya minta tolong padamu." ucap Queen. Dia beranjak duduk. Lalu, bangkit dari duduknya. Berjalan mendekati Fina.
"Jangan coba-coba, mendekatiku. Aku bisa membuat kamu patah tulang." ancam Queen.
Varo menarik sudut bibirnya. Dia menepis tangan Queen di depannya. "Aku bisa berdiri sendiri."
Varo bangkit dari duduknya. "Jangan mencoba menatapku seperti itu, jika kamu tidak ingin jatuh cinta padaku nantinya." bisik Varo. Seketika, kedua mata Queen melebar.
Queen memutar matanya malas. Memalingkan wajahnya seketika. Dengan kedua tangan bersendekap.
"Siapa juga yang suka.. lagian kalau aku suka denganmu. Gak mungkin,.. Gak akan mungkin.. dan tidak akan pernah terjadi. Baby." ucap Queen. Menarik kedua alisnya ke atas. Jemari tangannya menyentuh d**a bidang Varo. Senyum tipis, itu terlihat begitu menggoda.
"Jangan menggodaku, tidak berpengaruh." Varo menepis tangan Queen dari dadànya.
"Aku akan antar kamu sekarang," ucap Varo, berjalan mengambil baju dan jaket di lemari. Melemparinya ke arah Queen.
"Pakai itu." pinta Varo.
"Baju ini?" Queen membuka bajunya. Terlihat baju yang sedikit panjang. Terlihat pas dengannya.
"Boleh juga."
"Tapi aku belum mandi," ucap Queen kesal.
"Gak usah mandi." tegas Varo.
Queen melebarkan matanya menatap punggung Varo.
"Ah... Gak mandi? Gila, gimana penampilan seorang Queen jika tidak mandi." sela Queen memalingkan pandangannya berlawanan arah, dengan kedua tangan bersedekap untuk yang kedua kalinya.
"Baiklah, mandilah." Varo menyerah harus berdebat dengannya. Terpaksa dia menginginkannya apa yang dikatakan dirinya.
"Tapi jangan lama-lama." lanjutnya.
Queen menarik sudut bibirnya sinis, beranjak dari duduknya, mengulurkan kedua tangannya ke depan. Membuat Varo mengerutkan keningnya bingung.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Handuk, baju," jawab Queen memerintah. "Bajunya lupa aku tinggal di atas ranjang. Itu…" Fina menunjukan ke arah ranjang.
Varo menarik salah satu sudut bibirnya. Menatap ke arah ranjang nya. Varo menghela napasnya kesal, terpaksa dia mengambil bajunya. Dan, memberikan pada Queen.
"Lain waktu, kamu cari baju wanita untukku. Setidaknya pakai celana pendek. Atau apa gitu." ucap Queen, mengambil bajunya. Dan, segera menutup pintu kamar mandi rapat.
"Aku gak punya."
Beberapa menit kemudian. Queen yang semula diam. Dia membuka pintunya. Memakai baju yang diberikan Varo.
"Belikan dalaman wanita?"
"Apa?" Kedua mata Varo hampir saja keluar dari kerangkanya. "Apa yang kamu bilang?" tanya Varo. "Memangnya aku suami kamu, enak saja." Varo memalingkan tubuhnya. Berdiri membelakangi Queen.
"Belikan!" rengek Queen, menghentakkan kedua kakinya seperti anak kecil.
Varo membalikkan badanya, menatap tajam kedua mata Queen, "Apa katamu, belikan? Enak saja. Uang dari mana aku," jawabnya kesal. Memalingkan wajahnya acuh.
Queen menguntupkan bibirnya. "Aku yakin jika kamu punya uang,"
"Aku gak punya uang," geram Varo.
"Ya, sudah aku akan bilang pada teman wanita kamu kemarin jika kamu tidak mau belikan aku baju. Dan suami aku ini galak padaku," rengek Queen mengancam.
Sialan! Kamu mengancamku?" Varo semakain kesal.
"Gimana?" tanya Queen menarik kedua alisnya ke atas bersamaan. "Padahal aku sama sekali tidak mengancammu."
"Oke. Baiklah, Aku akan turuti apa katamu,"
Queen tersenyum lebar, mengecup pipi kanan Varo, seketika membuat laki-laki itu berdiri kaku, mengerjapkan kedua matanya terkejut.
"Apa yang barusan kamu lakukan?"
"Tanda terima kasih," Queen mencubit manja ke dua pipinya.
"Oya, aku ingin bilang sesuatu padamu,"
"Apa?" jawab jutek Varo.
"Punya jaket, aku pinjam!!"
Varo menghela napasnya kasar, berjalan mengambil jaket di lemarinya. Melemparkan tepat di dekapan Queen.
"Makasih,"
------
Varo berjalan menuju ke sebuah pasar uang yang pas-pasan membuatnya pikir dua kali untuk naik taksi atau kendaraan lainnya. Dengan langkah cepat, Queen berjalan cepat mengikutinya dari belakang. Sembari ngoceh gak jelas.
"Jangan tinggalkan aku," teriak Queen berlari kecil menghampiri Varo.
"Eh.. Kamu, apa gak bisa jalan di pelankan sedikit,"
"Gak bisa ini sudah mentok," pekik Varo.
--------
"Hai.. Gadis kecil, mana uang kamu.. Berikan padaku,"
"Maaf, tuan saya tidak punya uang,"
"Kamu tahu resikonya jika kamu tidak membayarnya,"
"I--iya tuan,"
Suara isakan tangis, membuat Queen menghentikan langkahnya, dia menoleh ke kiri. Melihat seorang gadis remaja digoda dengan para komplotan orang berbaju hitam di kiri jalan.
Queen menghela napasnya kasar, tanpa banyak tanya, Queen segera berlari menyeberang jalan. Seakan jiwa wanitanya mulai meronta.
"Bawa dia, kita nikmati saja tubuhnya,"
"Jangan, tuan! Tolong lepaskan!" teriak gadis itu meronta, di saat kedua tangannya di cengkeraman dua orang laki-laki yang terlihat sangat menakutkan.
Queen berlari secepat kilat, dan. Bruukkkk...
Wanita itu langsung melayangkan sebuah tendangan tepat mengenai bahu salah satu dari mereka hingga terpental menjauh. "Jangan sentuh wanita,"
Laki-laki di depannya mengibaskan bahunya bekas tendangan Queen. Dan semua tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Queen barusan.
"Ada wanita lagi, sok jagoan."
"Aku tidak mau melawan wanita,"
Queen menarik bibirnya sinis, tidak banyak bicara, menendang mulut orang yang berani menetawakannya, hingga tersungkur ke aspal.
"Jangan menertawakanku," wajah Queen yang semula penuh senyum kini berubah sangat menyeramkan. Banyaknya pengawal laki-laki itu menyerangnya, mencoba memukul menendang, tetapi mustahil Queen menepis serangan dengan tangan dan kakinya sangat cepat. Dia kembali sedikit mengangkat tubuhnya ke atas, mengeluarkan tendangan dengan kaki kanannya, berputar tepat mengenai kepala, membuat tubuh semua yang di samping laki-laki roboh di buatnya. Dia memegang lengan musuh, menariknya ke belakang. Menendang perut lawan, memukulnya bertubi-tubi.
"Lebih baik kita mundur," ucap para laki-laki itu menatap Queen dengan pandangan aneh dna meneliti sekujur tubuhnya.
"Ta--tapi..."
"Sudahlah, daripada kamu mati dengan sekali tendangan denganya,"
Semua musuh terluka membaut Queen merasa bangga, menepuk-nepuk kedua tangannya. Sembari tersenyum tipis.
Salah satu dari mereka mengeluarkan senjata tajam, hampir saja menusuk Queen dari belakang, dengan cepat dia menghindar, menendang tanganya, membuat senjata itu jatuh, ia menarik tangannya ke belakang. Dengan kaki menempel di punggungnya, dan Mendorong bahunya sedikit ke depan.
"Aw--"
"Jangan berani melukaiku, kamu tidak tahu siapa aku sebenarnya," bisik Queen, laku mendorong kasa bahu laki-laki itu hingga menyusul temannya tersungkur ke aspal penuh luka.
"Cepat pergi kalian!" bentak Queen. Membuat mereka lari terbirit-b***t.
Apa itu? Apa ini tanda pengenal mereka, sepertinya aku harus teliti. Nanti aku akan tanya pada ayah. Pasti dia tahu.
Pandangan Queen tertuju pada sebuah pin di bawah, kedua matanya mengkerut mengambil pin itu. Memasukan ke dalam kantong jaketnya.
"Heh.. Ternyata kamu disini. Cepat pergi," Varo menarik tangan Queen, di tepis olehnya. Saat melihat seorang wanita yang semula dia tolong tadi tiba-tiba menangis.
"Bentar!" ucap Queen pada Varo. Dan berjalan mendekati wanita cantik di depannya.
"Kamu kenapa?" tanya Queen memegang ke dia lngin wanita itu.
Wanita itu mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Aku pasti akan dibunuh , gara-gara kamu melukai mereka."
Varo dan Queen menatap wanita itu bersamaan. Dia melebarkan matanya dengan mulut sedikit menganga tak percaya.
"Dibunuh? Memangnya mereka siapa?"
"Ke--kelompok.... Mafia... Barat," ucap wanita itu lirih, menundukkan kepalanya dengan kedua tangan saling mencengkeram erat.
Mafia? Barat? Sepertinya aku pernah tahu? Tapi siapa mereka? Ada hubungan apa dengan gadis ini. Kelompok mafia tidak punya aturan sama sekali. Kenapa dia ganggu wanita lemah seperti dia. Gumam Queen, melirik tajam dari ujung kepala hingga kakinya.
Sedangkan Varo, memalingkan wajahnya, menelan ludahnya kasar,, seakan dia tidak peduli dengan yang namanya kelompok mafia itu.
"Kamu tolong dia," Queen memukul bahu Viro.
"Sakit!!"
"Cowok, tapi lemah!" cibir Queen.
"Apa katamu? Lemah? Enak saja,"
"Ya, udah lindungi dia," decak kesal Queen.
Varo menarik tangan Queen menjauh dari wanita di depannya. Sembari berbisik pelan.
"Eh... Aku lindungi satu orang saja ribet. Minta ini itu, sekarang tambah lagi. Mau buat tambah hidupku ribet lagi. Udah deh, itu bukan urusan kita. Itu masalah dia, lagian bukannya kamu tidak tahu apa masalah sebenarnya dia."
Queen menoleh menatap wanita yang dia tolong tadi, matanya berkeliling menatap sekujur tubuhnya.
"Dia anaknya lugu,"
Varo menghela napasnya. "Jangan nilai seseorang dari kuatnya. Orang lugu bisa jadi berbahaya bagimu. Dan kamu tidak tahu kehidupan dunia mafia di sini seperti apa. Sudah ikut aku pergi dati sini,"
Varo meraih tangan Queen, menariknya pergi meninggalkan wanita tadi.
"Apa sih! Aku mau tolong dia sendiri. Aku tidak tega melihatnya."
Varo terus menariknya hingga berjalan di sebuah lorong gedung-gedung tinggi, mendorong tubuhnya menyandar di tembok gedung. Dengan kedua tangannya tepat menempel di samping kepala Queen. Melindungi tubuhnya.
"Lihatlah," ucap Varo, yang pertama di depannya, kini berdiri menempel di tembok tepat di sampingnya.
Queen menatap wanita tadi dari balik tembok. Kedua matanya seketika melebar melihat semuanya.